- KERAJAAN Vanaloka yang kaya akan cerita-cerita gaib memiliki sebuah festival sulap dan sihir yang diadakan setiap 50 tahun sekali. Festival ini diadakan untuk menghormati warisan ilmu sihir yang mendalam dalam sejarah kerajaan. Raja Vira Kunjara adalah seorang pemimpin yang bijak dan baik hati, dihormati oleh rakyatnya dan dihargai oleh para penyihir kerajaan.
Persiapan untuk perhelatan festival 50 tahunan ini dilakukan sebaik mungkin. Tugas ini diserahkan kepada Mahapatih Rabhima. Semua kegiatan termasuk koordinasi dan pengamanan berada di bawah tugasnya.
“Paman, tolong atur sebaik-baiknya agar acara 50 tahunan kita ini bisa berjalan lancar, aman dan sukses,” perintah Vira Kunjara kepada patihnya.
“Baik, Baginda. Hamba akan mengusahakan yang terbaik.”
“O ya, aku mendapat laporan penting tentang Raja Ramdidu. Dia juga akan mengirim peserta untuk ikut dalam festival sulap dan sihir nanti. Ini harus mendapat perhatian khusus ya Paman,” pinta baginda.
“Maaf, hamba lupa menyampaikan hal ini. Sebenarnya, bukan raja Ramdidu yang mengirim peserta, melainkan dia menunjuk ahli sihir dari kerajaan Vanaloka lalu berkompetisi atas nama dirinya.”
“Menurut Paman bagaimana?”
“Kita harus melihat sejarah kita, Tuanku. Tempo hari kita sudah diserang secara diam-diam dan hendak merampok permata-permata kita di gudang pertambangan. Namun upaya tersebut gagal. Menurut hemat hamba, dia menunjuk salah satu penyihir dari kerajaan kita dan mungkin ada kaitannya dengan hal tersebut.”
“Maksud Paman?”
“Begini. Setelah gagal, mungkin dia ingin melancarkan serangan berikutnya lewat festival ini dengan memanfaatkan orang dari kerajaan kita. Ingatlah Yang Mulia, tukang sihir ini adalah mantan penasehat Baginda yang dipecat karena menyulut kerusuhan di lembaga ashram kita.”
“O ya, betul. Aku lupa. Dia itu benar-benar licik. Padahal sudah lebih dari 40 tahun mengabdi di kerajaan.”
“Hamba akan menyiapkan langkah-langkah pengamanan terbaik dan mengantisipasi setiap celah keamanan. Hamba juga akan minta masukan dari perkumpulan sihir kerajaan kita.”
“Bagus sekali. Aku senang dengan cara kerjamu, Paman.”
*******
Seperti diperintahkan oleh baginda, Rabhima menyiapkan segala sesuatunya terkait dengan penyelenggaraan festival tersebut. Masalah keamanan menjadi perhatian khusus karena ada peserta orang dalam yang maju atas nama kerajaan luar.
Adu kehebatan sihir adalah puncak agenda dari perhelatan 50 tahunan tersebut. Selain itu ada juga pentas seni tradisional, sulap dan hiburan masyarakat lainnya. Pada masa pemerintahan Raja Vira Kunjara, baru kali pertama diadakan acara ini.
********
Berdasarkan keterangan, ada yang merencanakan untuk mengambil alih kendali kerajaan dengan menyihir sang raja. Ia memanfaatkan ajang festival sulap dan sihir untuk melancarkan tipu dayanya.
Untuk itu, berbagai seknario pengamanan disiapkan dan pengamanan ditingkatkan di setiap sudut agar tidak ada celah keamanan bagi penyusup atau pencoleng bisa mengganggu kestabilan keamanan masyarakat.
“Ssst…..Tuan Walika, tolong diingat ya, ini adalah tugas penting untukmu. Kalau misi kita kali ini berhasil, tentu Tuan akan mendapat upah yang besar dan posisi penting di kerajaan kami,” bisik seorang utusan Ramdidu di sebuah kedai kopi saat acara sulap masih berlangsung.
“Tenang saja, semuanya pasti beres. Aku tahu apa yang harus dilakukan. Juga aku kan dulu penasehat raja, jadi aku tahu dimana kelemahan sang raja,” jawab Walika.
Saat itu, rencana mereka sudah matang dan tinggal melaksanakannya. Mereka sudah punya Rencana A dan Rencana B bila salah satunya tidak berjalan sesuai harapan.
*******
Setelah dimulai sejak siang hari, saat senja merayap di ufuk barat tibalah acara utama, yaitu penampilan tiga orang penyihir untuk unjuk kemampuan. Bagian ini sangat menegangkan namun tetap ditunggu-tunggu oleh penonton. Bahkan ada dari mereka harus naik ke atas pohon dekat panggung karena berjejalnya penonton yang hadir.
“Hadirin, kini tiba saatnya bagi kita untuk menyaksikan pertunjukan unik dari aku, si penyihir putih dari kerajaan Vanaloka. Akhir-akhir ini masyarakat di sekitar istana diresahkan oleh kedatangan dua ekor ular piton raksasa. Konon ular ini melahap ternak warga satu per satu.”
“Agar tak lagi mengganggu dan meresahkan, kita tugaskan ular ini untuk menjaga batas desa kerajaan ini secara gaib. Hoong….jabaay…..oongg!” Ular tersebut menjadi dua patung penjaga yang memiliki kekuatan gaib.
Sementara, penyihir kedua adalah seorang perempuan. Dia sudah melanglang buana ke beberapa kerajaan dan membawakan pentas sihir. Dia juga senang menolong sesama tanpa mengharapkan imbalan.
“Perkenalkan, namaku Mola. Aku seorang petani dan punya kegemaran main sulap dan seni sihir. Bila tadi mengubah ular menjadi patung penjaga, aku juga tak mau ketinggalan. Tadi saya sudah meminta kepada penjaga untuk menghadirkan 5 orang tahanan di penjara untuk dibawa ke sini. Aku tidak ingin mereka menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Mereka harus bisa menikmati hidup mereka dengan wajar sebelum akhir hayat mereka.”
“Hoong….jabaay…..oongg!…aku bantu kalian sadar lebih capat agar kehidupan kalian kelak bisa lebih baik…..whuusss…….”
Kelima narapidana tersebut tidak lagi kelihatan sangar dan nampak tenang dan penurut. Tidak lupa, mereka mengucapkan terima kasih kepada si penyihir.
Nah, karena hanya ada tiga kontestan dalam festival sulap dan sihir itu, Walika mendapat giliran terakhir. Dengan gagah berani dan percaya diri, ia tampak maju menuju panggung.
“Perkenalkan, namaku Walika, seorang penyihir yang dulunya adalah seorang penasehat kerajaan. Sihir ini adalah sebuah seni yang aku geluti sejak 5 tahun terakhir ini. Ini sebatas untuk melindungi keluarga serta para kerabat.”
“Kali ini aku ingin memberi pelajaran kepada mereka yang aku benci dan pernah menyengsarakan hidupku di masa lalu. Aku akan membuat hidup mereka bisa lebih tenang alias mati..”
“Hoong….jabaay…..oongg!!” Walika tampaknya merafalkan mantra yang cukup panjang sambil memejamkan matanya dan mengadap ke arah punggawa kerajaan termasuk sang prabu.
Banyak penonton gelisah, menjadi riuh, dan berbisik satu sama lain, jangan-jangan yang menjadi target sihirnya adalah sang raja. Selain itu juga diketahui bahwa Malika dulunya pernah dipecat Baginda. ……Pokoknya penonton menjadi resah dan sambil berdebar-debar menantikan kata penutup sihirinya itu.
“….Jadilah kamu seekor kambing yang tak berdaya seumur hidupmu. Broom!!!” Betapa terkejutnya Malika ketika membuka matanya saat menutup sihirnya ia melihat wajah dirinya di dalam cermin, tepat di depannya, di depan Baginda.
Setelah itu, ia pun berubah menjadi ‘seekor kambing lumpuh’ sesuai dengan mantra sihirnya. Mantranya mengandung kebencian mendalam kepada sang raja.
Pada malam festival itu, ribuan warga kerajaan yang menonton di alun-alun kerajaan baru merasa lega karena sang raja mereka selamat dari sihir Walika yang dikenal jahat akhirnya menghukum dirinya sendiri.
Hal itu bisa terjadi berkat kesiagaan Mahapatih Rabhima bersama para prajuritnya yang mengolah semua keterangan dari telik sandi. Sebelum menutup mantra sihirnya, beberapa orang ditugaskan mendorong cermin besar di depan sang raja sehingga begitu Malika si penyihir membuka mata, ia melihat wajah dirinya, bukan wajah sang prabu, dan sihir itu pun berbalik kepada dirinya. **