- CANDI Tebing Gunung Kawi adalah kompleks candi yang unik karena bangunannya tidak seperti candi lain pada umumnya, namun berupa pahatan di atas tebing.
- Nilai penting yang dapat diambil dari keberadaan candi ini adalah adanya kehidupan berdampingan antar umat Hindu dan Budha yang harmonis.
Objek wisata candi tebing Gunung Kawi, di Jalan Pejeng, Tampaksiring, berada di tepi Sungai Pakerisan dan memiliki beberapa keunikan yang membuat pengunjung merasa penasaran.
Jika pada umumnya candi dibangun di dataran tinggi dan terbuka, candi tebing Gunung Kawi tidak demikian halnya. Justeru ia dibuat dalam bentuk pahatan dalam ceruk tebing batu padas. Kemudian, nama Gunung Kawi ini sendiri sama sekali tidak ada kaitannya nama gunung atau dataran tinggi. Malahan objek candi ini berada di sebuah lembah. Karena itu, pengunjung harus menuruni 272 anak tangga dari lokasi konter tiket.
Candi tebing Gunung Kawi ini masing-masing memiliki ukuran tinggi 15 meter dan lebar 5,25 meter. Dari segi arsitektur, bangunan candi utama di bagian timur memiliki bentuk yang sama dan berjejer dari utara sampai ke selatan.
Fungsi Candi
Bangunan candi kuno ini difungsikan untuk pemujaan roh leluhur dan dianggap sebagai monumen tertua dan terbesar di Bali. Candi Gunung Kawi ini juga sering disebut Pura Gunung Kawi.
Semuanya ada sepuluh candi di dalam kompleks ini dan dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok candi lima terdiri dari lima buah candi yang dipahat di tebing bagian timur dan menghadap ke barat. Candi ini didedikasikan untuk raja Udayana dan Anak Wungsu beserta keluarganya.
Kedua, candi empat berada di bagian barat dan didedikasikan untuk selir dari Anak Wungsu. Kemudian sebuah candi terakhir atau kesepuluh berada di bagian barat daya dan dedikasikan untuk perdana menteri pada pemeritahan Anak Wungsu.
Keberadaan candi tebing ini disebutkan dalam prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 M), yang berasal dari masa Dinasti Udayana Warmadewa. Dikatakan bahwa di tepi Sungai Pakerisan ada sebuah kompleks pertapaan yang bernama Amarawati. Kemudian para arkeolog menghubungkannya dengan Candi Tebing Gunung Kawi.
Selain pahatan di atas tebing dan berlokasi di lembah, keunikan lain yang dimiliki objek wisata Gianyar ini adalah adanya beberapa ceruk, yang menurut para arkeolog, difungsikan sebagai tempat meditasi umat Budha. Ini artinya, keberadaan candi Hindu dan ceruk meditasi ini menunjukkan adanya kehidupan yang berjalan harmonis dan penuh toleransi antara umat Hindu dan Buddha pada zaman itu.
Udara yang segar di kawasan objek dekat Ubud ini akan membuat pengunjung merasa nyaman ketika menuruni anak tangga apalagi daerah sekitarnya dihiasi pemandangan alami berupa pemandangan sawah berundak, air sungai yang jernih dan pepohonan rindang.