Ketut Doe Lolos dari Jebakan ‘Batman’

Ilustrasi pejuang.
Ilustrasi pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.
banner 468x60
  • PERJUANGAN untuk mempertahankan kemerdekaan tak hanya menghadapi penjajah yang kembali menginjak-injak martabat bangsa namun juga beberapa saudara kita yang memihak musuh demi gulden.
  • Hal ini juga dialami oleh Ketut Doe yang ditunjuk sebagai algojo perang dalam perjuangan itu.

Dua malam sudah Ketut Doe hampir tidak bisa tidur. Pikirannya dilanda kegalauan karena harus mengemban predikat baru sebagai ‘algojo’ dalam perjuangan pasca kemerdekaan melawan penjajah Belanda.

Dilihat dari makna katanya, algojo adalah orang yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menjalankan hukuman mati atas terdakwa. Tidak dijelaskan lebih lanjut, siapa saja terdakwanya. Yang jelas, musuh yang dihadapi pada saat itu cuma dua, yaitu penjajah Belanda dan warga sendiri yang berkhianat karena menjadi informan bagi penjajah demi mendapatkan gulden. Nah, mungkin pada musuh kedua inilah letak masalahnya.

Predikat ini tidak serta merta membuatnya bangga atau merasa hebat karena ini dianggap menjadi beban berat. Di satu sisi, ia tidak memiliki keberanian untuk itu, sedang di sisi lain ia tidak tegaan orangnya bila mengeksekusi warga sendiri yang membela pihak ‘musuh.’

Setelah dipikir-pikir dengan matang, ia pun memutuskan untuk menolak posisi baru itu. Ia ingin mengembalikan mandat tersebut beserta dengan pedang samurai yang diberikan sang komandan. Kendatipun demikian ia tetap ingin berjuang bersama kawan-kawan yang lain pada pasca kemerdekaan itu.

*****

“Pak saya ingin mengembalikan mandat yang Bapak berikan sebagai algojo. Saya tidak ada keberanian untuk tugas itu. Silakan kasi saja saya pekerjaan lainnya,” pintanya kepada sang komandan, yang juga kerabat dekatnya.

“Baiklah, kalau itu kemauanmnu. Kami tetap membutuhkan tenagamu Tut karena perjuangan kita ini belum usai,” jawab sang komandan.

“Terima kasih banyak, Pak,” kata Ketut Doe dan setelah mendengar jawaban itu ia pun langsung merasa lega.

“Begini Tut, saya tahu kamu orang yang jujur dan setia. Tolong bantu saya, sampaikan pesan rahasia ini kepada koordinator rekan-rekan seperjuangan di desa-desa ini (sambil menunjukkan alamat di beberapa amplop).”

Ketut Doe yang memang setia dan dapat dipercaya melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebagai petani yang juga memelihara beberapa ekor sapi serta pernah menyambi sebagai saudagar sapi, Ketut termasuk orang yang lincah dalam pergaulan dan memiliki banyak kontak di luar desa.

Misi rahasia yang diemban bisa dilakukan sambil menyaru mencari informasi di mana ada orang akan menjual sapi atau akan membeli bibit sapi.

******

Setelah mengembalikan mandat tersebut kepada sang komandan, Ketut Doe menemui sahabatnya, Made Puger. Keputusan tersebut juga ia ambil berdasarkan saran temannya tersebut.

“De, aku sekarang sudah merasa lega. Semuanya sudah beres. Terima kasih, ya atas saranmu,” ucap Ketut kepada Made Puger.

“Baik, aku turut merasa senang. Kini bebanmu sudah lepas. Namun demikian, kita harus tetap waspada karena tidak tertutup kemungkinan bahwa di antara kita pasti ada yang bekerja untuk pihak musuh,” kata Made mengingatkan.

“Betul Tut, tempo hari teman kita yang di ujung selatan itu kan hampir kepergok oleh tentara Belanda. Untung dia bisa cepat menyelinap ke semak-semak. Kalau tidak ada yang membocorkan, tidak mungkin tentara Belanda itu tahu persembunyiannya.”

“Nah, karena itulah marilah kita galang persatuan bersama kawan-kawan seperjuangan.”

*****

Pada suatu hari Ketut diutus mewakili sang komandan ke pertemuan di desa sebelah karena beliau berhalangan hadir sebab ada acara yang lebih penting dan mendesak. Katanya pertemuan tersebut akan membahas tentang siasat perjuangan menghadapi Belanda.

“Tut, tolong wakili saya untuk pertemuan ini. Nanti sampaikan hal-hal penting yang dibicarakan dalam petemauan.”

“Baik Pak. Saya akan minta bantuan Made Puger dan beberapa teman untuk menemani karena acaranya pada malam hari.”

“Silakan Ketut yang atur semua itu. Jangan lupa selalu waspada dan berhati-hati karena dinding-dinding di sekitar kita juga punya ‘telinga,’” pesan sang komandan.

“Siap Pak!”

*****

Pada sore hari-H, Ketut Doe bersembahyang di merajan-nya (pura keluarga) untuk memohon keselamatan karena akan mengemban ‘tugas negara’ dan juga misi perjuangan dalam suasana genting perang seperti itu.

Ketut Doe dan Made Puger berangkat bersama dua teman lainnya ke lokasi undangan di desa sebelah. Kewaspadaan pun selalu dijaga. Sepanjang perjalanan dia tidak banyak bicara. Juga tidak merokok, padahal biasanya ia tidak bisa lepas dari rokok apalagi untuk perjalanan sejauh itu. Mereka memilih jalur pantai sebelum matahari tenggelam agar jauh dari keramaian. Dua teman lainnya akan menunggu di muara dan tidak ikut ke undangan rapat.

*****

Ketika tiba di lokasi pertemuan, sudah banyak undangan yang hadir namun masih ada dua bangku panjang yang tersisa di pojok selatan dekat pagar gamal. Seluruh ruangan diterangi beberapa lampu templek.

Setelah mengobrol sejenak bersama undangan dari desa tetangga yang duduk di sebelahnya, tidak lama kemudian acara pertermuan itu pun dimulai.

“Selamat malam saudara-saudara ku sekalian. Salam perjuangan!” pekik sang ketua pertemuan sambil mengepalkan tangan ke atas sebagai salam pembuka malam itu.

“Merdeka …..!!!” balas hadirin dengan riuh dan penuh semangat.

“Kami ucapkan terima kasih atas kehadiran saudara-saudaraku seperjuangan malam ini,” lanjut sang ketua.

*****

“Ssst… Tut, kita harus ekstra hati-hati malam ini. Perasaanku merasa tidak enak. Kau awasi arah gedek di sebelah sana. Tadi saya dengar ada suara bisik-bisik dan kletak-kletek, tapi jangan mencolok ya,” bisik Made.

“Baik, baik. Kita semua harus waspada. Kalau terjadi apa-apa nanti lompati pagar itu lalu lari ke lembah menuju sungai kecil. Nanti kita ketemu di muara sebelah selatan sana ya bersama teman-teman yang sudah menunggu…” tutup Ketut.

“Okay…okay.”

*****

Pak ketua kembali melanjutkan pertemuan tersebut setelah memeriksa daftar hadir peserta satu-persatu.

“Sekali lagi terima kasih atas kehadiran Bapak-Bapak malam ini. Acara pokok kita dalam pertemuan ini adalah merapatkan barisan dalam perjuangan kita melawan penjajah.

Karena persenjataan lemah, kita semua harus bersatu padu dan berbagi informasi tentang keberadaan dan pergerakan musuh.

Dalam seminggu terakhir ini, pesawat musuh terus mengintai kawasan pemukiman kita. Kendati tidak ada jatuh korban jiwa di pihak kita, hal ini harus kita sikapi dengan tepat dan cepat demi keselamatan warga kita semua.

Semua pejuang dari desa-desa tetangga harus bersatu padu dan saling membantu. Dan yang terpenting adalah tetap menjaga rahasia internal kita tentang kekuatan dan jalur-jalur logistik kita. Bagaimana Bapak-bapak?” tanya ketua.

“Ya benar. Kita harus bersatu dan saling kontak kalau ada pergerakan musuh lewat darat yang masuk ke kawasan kita. Jangan ada yang berkhianat,” celetuk salah seorang hadirin.

“Betul. Ini harga mati dan kita akan pertahankan tanah air ini sampai titik darah penghabisan,” sahut yang lainnya.

“Pokoknya kita harus bersatu untuk satu tujuan. Tetap Merdekaaa!!” balas yang lainnya.

“Baik-baik. Saya senang mendengar dukungan dari kawan-kawan perjuangan semua. O ya, begini Bapak-bapak, tadi sore sebelum berangkat ke sini saya menerima pesan dari utusan meneer Belanda. Katanya, mereka membutuhkan beberapa orang pemandu jalan untuk di kecamatan kita. Sekiranya ada yang berminat, silakan menghubungi saya setelah pertemuan ini. Imbalannya lumayan lho… beberapa ratus gulden per bulan.”

“Tidaakk…. Itu sama saja dengan mata-mata atau informan Belanda. Cuma bahasanya lebih halus,” sergah yang lainnya.

“Kami tidak setujuuu,” pekik beberapa orang peserta.

“Deerr ….derr ….derrr….. derrrr!!”

Tiba-tiba ada tembakan membabi buta dari arah pojok ruangan tersebut. Suasana pun menjadi riuh tak karuan. Mungkin ada jatuh korban di antara peserta pertamuan itu. Ruangan gelap gulita. Dengan sendirinya rapat tersebut pun bubar tanpa kata penutup.

Ketut Doe dan Made Puger dengan cekatan melompati pagar gamal menuju kandang sapi dan lari tunggang langgang menuju sungai kecil.

*****

Sebelum tengah malam, Ketut Doe dan Made Puger sudah tiba di rumah. Nafasnya masih terengah-engah karena harus setengah berlari di malam hari ketika memasuki area desanya. Untunglah masih ada sedikit cahaya bulan yang menerangi.

Mereka berdua langsung melaporkan kejadian tersebut kepada komandan di posko perjuangan rakyat desa setempat.

“Malam pak, saya mau lapor. Maaf, saya mendahului pulang sebelum acara ditutup,” lapor Ketut Doe kepada komandan.

“Tenang-tenang… tidak apa-apa. Bapak sudah tahu apa yang terjadi barusan. Bapak mendapat laporan dari mata-mata di desa itu. Mereka baru saja meninggalkan posko ini.

Kita ini memang sengaja dijebak oleh lima orang yang merangkap menjadi panitia rapat tersebut. Semua namanya sudah ada di sini. Mereka itu pro Belanda demi sejumlah gulden.

Pada awal-awal pembicaraan, mereka memang kelihatan berada di pihak kita. Nah, pada bagian akhir mereka perlahan-lahan kelihatan maksud busuknya bak kura-kura sembunyi di air dangkal, punggungnya pasti akan kelihatan. Mereka adalah pengkhianat perjuangan.

Okay… nanti kita urus mereka setelah perjuangan ini usai. Terima kasih, kalian sudah melaksanakan tugas dengan baik,” jelas pak komandan.

“Sama-sama Pak,” jawab Ketut.

Untunglah mereka berdua selalu waspada sehingga bisa lolos dari ‘jebakan Batman.’ Dan itu berarti mereka bisa melanjutkan perjuangan bersama kawan-kawan yang lain hingga kemerdekaan diraih kembali.

*****

banner 300x250

Related posts