BAYANGKAN saat sedang presentasi serius di depan klien internasional, lalu tiba-tiba sekelompok penari tradisional lengkap dengan kostum warna-warni muncul di belakang Anda! Begitulah kekacauan lucu yang dialami Jack, seorang digital nomad di desa wisata Wanaloka. Siapa sangka, dari momen memalukan ini, Jack justru mendapatkan pekerjaan impian baru sebagai pemandu tur virtual budaya lokal. Penasaran dengan kisahnya? Simak cerita serunya di sini!
——-
Jack, seorang digital nomad dari Kanada itu, baru saja pindah ke sebuah desa wisata di Indonesia, tepatnya di Bali, bernama Desa Wanaloka. Dengan pemandangan sawah hijau berlatar belakang bukit dan udara segar, desa ini tampak seperti tempat sempurna untuk fokus bekerja. Jack menyewa sebuah rumah tradisional sederhana yang dilengkapi meja kerja menghadap jendela, ideal untuk Zoom meeting profesional.
Namun, ada satu hal yang Jack tidak perhatikan saat memesan rumah itu: ia lupa memeriksa kalender acara desa.
Pagi itu, Jack bersiap untuk presentasi besar dengan klien potensial dari London. Dia mengenakan kemeja rapi (dan tentu saja, celana pendek karena hanya bagian atas tubuhnya yang terlihat di kamera). Dengan setumpuk grafik di layar, dia siap memberikan kesan terbaik.
“Good morning, everyone!” sapanya dengan senyum lebar di Zoom.
Namun, Jack tidak menyadari bahwa hari itu adalah Hari Festival Wanaloka, acara tahunan penuh warna yang dirayakan dengan tarian, musik gamelan, dan parade. Dan lebih parah lagi, ruang kerja Jack kebetulan berada di jalur persiapan para peserta festival.
Sementara Jack menjelaskan tentang strategi pemasaran digital, terdengar suara gamelan dari kejauhan. Awalnya, dia mengabaikannya, mengira itu hanya musik latar dari luar. Tapi suara gamelan semakin keras. Dan sebelum dia sempat menyadari apa yang terjadi, pintu di belakangnya terbuka lebar.
Masuklah sekelompok penari tradisional dengan kostum lengkap!
Para penari mengenakan pakaian berwarna-warni dengan hiasan kepala mencolok. Mereka tampak terkejut melihat Jack sedang berbicara dengan kamera, tapi salah satu dari mereka berteriak, “Maaf, Pak! Salah ruangan!”
Namun, penari-penari itu tidak langsung keluar. Sebagian dari mereka masih berdiri di belakang Jack sambil berbisik-bisik, mengira mereka sedang tidak terlihat di kamera.
Di sisi lain, klien Jack di Zoom — seorang pria berkacamata bernama Simon — tampak sangat terkejut sekaligus terhibur. “Uh, Jack… apa ini bagian dari presentasimu?” tanyanya sambil menahan tawa.
Jack menoleh dan langsung panik. “Oh no! I’m so sorry! This is… uh… unexpected.”
Sementara Jack berusaha mengusir para penari dengan sopan, Simon justru tampak sangat tertarik. “Siapa mereka? Dan kostumnya luar biasa! Apakah ini tradisional?”
Jack akhirnya menyerah mencoba melanjutkan presentasi. Dengan wajah pasrah, dia menjelaskan, “Hari ini ternyata festival desa. Mereka sedang bersiap untuk menari di lapangan.”
Tiba-tiba, salah satu penari, seorang ibu paruh baya yang memegang kipas besar, mendekati kamera Jack dan melambaikan tangan. “Halo! Ini tarian penyambutan tamu, lho!” katanya sambil tersenyum lebar.
Simon tampak semakin antusias. “Luar biasa! Jack, lupakan proposal itu. Bisakah kamu ceritakan lebih banyak tentang festival ini? Kami sedang mencari ide untuk kolaborasi budaya di kampanye pemasaran kami.”
Dengan sedikit bingung, Jack mulai menjelaskan tentang festival desa, tarian tradisional, dan maknanya. Para penari bahkan ikut menambahkan cerita sambil mendemonstrasikan beberapa gerakan tarian. Jack, yang awalnya merasa hari itu hancur, malah mendapat pujian dari Simon.
“Jack, ini jauh lebih menarik daripada proposal marketing biasa. Bagaimana kalau kamu menjadi pemandu tur virtual untuk kami? Kamu bisa memperkenalkan budaya lokal kepada audiens kami. Tentu saja, ini proyek berbayar,” kata Simon sambil tersenyum.
Jack melongo sejenak, lalu dengan cepat menjawab, “Of course! I’d love to!”
Epilog:
Hari itu, Jack tidak hanya mendapatkan klien baru, tetapi juga pekerjaan baru yang jauh lebih unik: menjadi ‘pemandu tur virtual budaya desa.’ Bersama para penari dan warga desa, Jack mulai membuat konten tentang kehidupan tradisional Wanaloka, lengkap dengan gamelan, tarian, dan festival tahunan.
Sekarang, setiap kali ada festival, Jack justru membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk para penari. Karena siapa tahu, “kesalahan” berikutnya justru bisa menjadi peluang emas lainnya!