Bali 2075: Liburan Anti Gravitasi dan Sate Lilit Terbang

Paragliding
Ilustrasi wisata paragliding di atas kawasan pantai. (Image: GwAI/Nusaweek)
banner 468x60

MENTARI digital Bali 2075 bersinar dengan kecerlangan yang intensitasnya bisa diatur via smart-glasses. Desiran ombak Pantai Kuta terdengar lebih jernih berkat filter polusi suara aktif yang tertanam di gelang pintar milik Agung. Di sampingnya, Bunga, tunangannya yang baru saja selesai mengunggah swafoto dengan latar belakang lumba-lumba hologram interaktif, menghela napas dramatis.

“Sayang,” rengek Bunga, “aku tuh pengen liburan yang anti-mainstream. Yang nggak cuma jalan-jalan di pantai sambil makan jagung bakar 5.0. Masa dari zaman nenek moyang kita menunya itu-itu aja?”

Read More

Agung menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Teknologi sudah secanggih ini, mobil bisa terbang, hotel melayang di atas awan, tapi keinginan pacarnya tetap saja unik. “Terus kamu maunya gimana, Sayang? Kita kan udah nyobain underwater spa kemarin. Masa kurang seru?”

“Kurang! Aku pengen yang lebih… booming! Yang bisa bikin followers-ku di InstaVerse iri tujuh turunan!” seru Bunga sambil memainkan kuku robotiknya yang berkilauan.

Tiba-tiba, layar iklan di langit menampilkan gambar seorang pria paruh baya dengan rambut klimis meluncur riang di udara sambil membawa sepiring sate lilit yang mengepul. Di bawahnya tertulis besar-besar: “SKY-LILIT ADVENTURES: Sensasi Paragliding Kuliner Pertama di Galaksi!”

Mata Bunga berbinar-binar. “Nah! Ini dia! Paragliding sambil makan sate lilit! Pasti epic!”

Agung menelan ludah. Paragliding saja sudah membuatnya sedikit mules, apalagi sambil membawa makanan. “Tapi, Sayang… apa nggak bahaya?”

“Alaaah, zaman sekarang mana ada yang bahaya? Itu pasti udah dilengkapi safety net quantum sama anti-jatuh algorithm tercanggih!” Bunga sudah menarik tangan Agung menuju sky-port terdekat.

Sesampainya di Sky-Lilit Adventures, mereka disambut oleh seorang bapak-bapak berkumis tebal dengan seragam pilot yang agak kekecilan. “Selamat datang! Saya Kapten Komang. Siap menerbangkan cinta kalian ke angkasa rasa sate lilit?”

Agung dan Bunga saling pandang. “Rasa sate lilit?” tanya Agung bingung.

Kapten Komang tertawa berderai. “Iya, dong! Pengalaman paragliding kami dilengkapi aroma sate lilit otomatis yang disemprotkan dari parasut. Biar makin mantap!”

Bunga sudah tidak sabar. Mereka segera dipasangkan harness canggih yang terlihat seperti gabungan ransel jet dan kursi goyang. Seorang petugas memasangkan helm augmented reality di kepala mereka.

“Nanti di atas, kalian bisa pilih level pedas sate lilitnya via mind control. Ada level ‘Manja’, ‘Sedang Merayu’, sampai ‘Galak Membara’,” jelas petugas itu sambil menyeringai.

Agung menelan ludah lagi. Level ‘Galak Membara’ terdengar seperti ide buruk di ketinggian seratus meter.

Saat parasut mengembang dengan logo sate lilit raksasa, Agung merasakan perutnya mulai bergejolak. Aroma sate lilit buatan yang tiba-tiba menyeruak dari ventilasi helmnya tidak membantu sama sekali.

“Siap terbang, Bos?” tanya Kapten Komang dari kokpitnya yang berbentuk warung sate terbang.

“Siap… nggak siap… yang penting Bunga senang,” gumam Agung pasrah.

Detik berikutnya, mereka meluncur ke udara. Pemandangan Pantai Kuta dari ketinggian memang luar biasa. Namun, sensasi goyangan parasut ditambah aroma sate lilit yang menusuk hidung membuat Agung merasa seperti sedang di dalam shaker bumbu sate raksasa.

“Gimana, Sayang? Seru?” teriak Agung berusaha mengalahkan deru angin dan suara kompor gas mini di kokpit Kapten Komang.

“Super seru! Coba deh kamu pikirin level pedasnya! Aku pengen yang ‘Sedang Merayu’!” balas Bunga riang sambil mencoba meraih awan yang terlihat seperti kapas gula raksasa.

Agung mencoba fokus pada level pedas. Otaknya mengirimkan sinyal samar-samar. Tiba-tiba, semburan aroma cabai rawit menusuk hidungnya. Ia bersin-bersin tanpa henti.

“Kenapa, Sayang? Kamu alergi sate lilit terbang?” tanya Bunga khawatir.

“Bukan… bukan sate lilitnya… tapi level ‘Sedang Merayu’nya terlalu… menyengat!” keluh Agung di antara bersinnya.

Petualangan paragliding mereka semakin kacau ketika seekor burung camar mekanik yang sedang mengantar drone berisi es kelapa muda menabrak parasut mereka. Parasut oleng tak karuan, dan aroma sate lilit bercampur dengan bau minyak pelumas robotik.

“Kapten Komang! Ada masalah!” teriak Agung panik.

Dari kokpit, suara Kapten Komang terdengar santai. “Tenang, Bos! Ini bagian dari extreme experience package! Kita sedang melakukan manuver ‘Bumbu Kocok Maut’!”

Bunga tertawa terbahak-bahak. “Ya ampun, Agung! Kamu lucu banget mukanya pucat kayak tahu belum digoreng!”

Akhirnya, mereka mendarat dengan selamat di atas pasir pantai, tepat di depan sebuah warung makan terapung yang menjual seafood cyborg. Agung langsung terduduk lemas sambil memegangi perutnya.

“Gimana, Sayang? Mau coba kepiting laser bakar?” tawar Bunga dengan mata berbinar.

Agung menggeleng lemah. “Kayaknya… aku butuh… nasi putih anget… sama kerupuk udang… yang… biasa aja…”

Setelah makan malam yang tenang dan bebas dari aroma aneh, mereka berjalan-jalan di pantai di bawah cahaya bulan holografik. Bunga masih tertawa mengingat pengalaman paragliding mereka.

“Pokoknya liburan kali ini bener-bener unforgettable (tak terlupakan)!” kata Bunga sambil menggandeng tangan Agung.

Agung menghela napas lega. “Iya… unforgettable… sampai-sampai aku nggak yakin mau makan sate lilit lagi seumur hidup.”

Tiba-tiba, seorang pedagang kaki lima dengan gerobak bercahaya mendekati mereka. “Sate lilit otentik Bali! Resep turun temurun dari abad ke-20! Dijamin tanpa aroma semprotan!”

Bunga menatap Agung dengan tatapan menggoda. “Gimana, Sayang? Penasaran?”

Agung hanya bisa pasrah. Mungkin, hanya mungkin, sate lilit yang asli tidak akan membuatnya merasa seperti sedang di dalam penggorengan bumbu terbang. Liburan di Bali memang selalu penuh kejutan, bahkan di tahun 2075 sekalipun. Dan mungkin, di balik segala kegilaan teknologi, ada kalanya yang sederhana itu terasa jauh lebih nikmat. (*)

banner 300x250

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *