- GADIS berparas ayu dan berperawakan langsing itu membuat seorang pemuda bernama Delo jatuh cinta
- Karena dimabuk cinta ia seakan tak peduli kendati menjalin hubungan asmara beda alam
Sore itu udara tidak terlalu panas. Ada sedikit awan tipis menggelayut di angkasa. Sementara air muara dekat jembatan jernih sekali. Biasanya sesore itu banyak orang memancing, namun sore itu tampak ada satu orang saja. Dia adalah Delo, seorang pemuda berusia 30-an tahun.
Ia memang mempunyai hobi memancing. Dalam seminggu, pasti ada 1-2 hari yang dia isi dengan memancing. Hari lainnya ia sibuk berkebun di luar aktivitas utama menyewakan perahu kepada wisatawan yang ingin memancing di laut.
Dekat jembatan itu menjadi tempat favorit baginya, sementara kawan-kawannya lebih memilih naik jukung untuk memancing di tengah laut. Belo punya rute memancing di seputaran jembatan hingga dekat pantai di sebelah pohon ketapang besar.
Nah, pada sore itu ada yang spesial bagi Belo. Ia berkenalan dengan seorang gadis cantik yang rumahnya di dekat situ. Namanya Rona. Singkat cerita, mereka saling jatuh hati.
**********
Gadis pujaannya itu berperawakan langsing,berambut panjang, berkulit bersih namun pemalu. Hari-hari yang Belo lewati terasa selalu menyenangkan karena hatinya sedang berbunga-bunga asmara.
Nah, pada suatu kesempatan sang gadis menanyakan kesungguhan cinta Belo kepada dirinya saat memancing sambil apel.
“Kak Belo, kalau kau benar-benar cinta kepada diriku, datanglah ke rumah ku dan sampaikan kepada orang tuaku ya,” pinta Rona.
“Siapa takut, nanti kakak pasti akan melamarmu Dinda,” jawab Belo.
“Benarkah itu?”
“Tentu saja. Masak kakak bohong?”
“Kapan kakak akan datang ke rumah?”
“Minggu depan.”
Nah, begitulah janji Belo kepada Rona, gadis pujaan hati yang dicintainya. Tentu saja Rona sangat bahagia mendengar janji Belo itu. Tak sabar pula ia menyampaikan hal itu kepada orang tuanya.
*********
“Nak Belo, apakah kau sungguh-sungguh mencintai anakku Rona?” tanya ayah Rona kepada Belo.
“Itu pasti, sungguh-sungguh Pak.”
“Nah, kalau memang demikian, Bapak senang mendengarnya. Bila nak tak keberatan, tinggallah beberapa hari di sini. Bantu kami membuat persiapan untuk melamar ke keluargamu.”
“Baiklah, Pak.”
***********
Sementara itu di pihak lain, keluarga Belo dilanda kecemasan karena sudah dua hari anaknya tidak pulang. Semua kerabat dan sahabatnya dihubungi namun tidak ada informasi yang jelas tentang keberadaannya.
Satu-satunya informasi yang masuk adalah penemuan sepeda motor Belo di dekat jembatan. Itu artinya, Belo menghilang di dekat jembatan itu. Keluarga pun berunding. Menurut keyakinan mereka, itu fenomena gaib dan solusinya adalah pencarian yang dilakukan dengan iringan gamelan baleganjur.
Segera rencana itu dilaksanakan. Gamelan ditabuh mulai dari sekitar jembatan itu sambil menelusuri muara ke hilir serta berbalik ke hulu. Sayangnya, upaya ini tidak membuahkan hasil.
*************
Langkah berikutnya adalah konsultasi kepada seorang medium yang biasa menangani kasus-kasus serupa. Bersama timnya, sang medium merancang sebuah rencana.
Dengan persiapan yang matang termasuk ritualnya, sang medium berupaya melacak keberadaan Belo dengan keahliannya. Saat memasuki gerbang alam gaib, ia disambut oleh sosok-sosok sangar dan berwajah merah menyeramkan dan menyapa dengan nada kasar.
“Kamu mencari apa ke sini?” tanya salah satu sosok itu.
“Maaf Tuan, kami sedang mencari seorang pemuda, anggota keluarga kami yang hilang.”
“Tidak ada di sini. Tidak ada!! Sana pergi.”
Saat sedang berdebat seperti itu, datanglah seorang bapak tua lalu menghampiri sang medium dan sosok sangar itu.
“Maaf, Tuan sedang mencari apa di sini?”
“Saya sedang mencari seorang pemuda, Pak. Ini fotonya,” kata sang medium sembari menyerahkan foto pemuda itu.
“Oooh yang…ini. Dia ada di rumahku. Mari datang ke rumahku,” ajak bapak tua itu.
“Baiklah.”
Setelah berjalan tak begitu lama, mereka tiba di rumah bapak tua itu. Sang medium dipersilakan duduk di sebuah bale-bale.
“Maaf, Tuan. Ini akan ada perhelatan apa ya Tuan?” tanya sang medium.
“Ini, kami akan menikahkan anak kami dengan pemuda yang kau cari itu.”
“Begini Tuan. Orang tua pemuda ini tak habis-habisnya menangis karena kehilangan putranya. Cobalah Tuan berfikir sebagai mereka.”
“Ya…ya… aku paham dan bisa merasakan. Ini kesalahan putri kami. Kalau putri kami tidak menaruh rambutnya di pinggir sungai itu dan sang pemuda tak mengambilnya, hubungan ini tak mungin terjadi. Begini saja, demi kebaikan kedua belah pihak, acara ini aku putuskan untuk dibatalkan. Tapi ada satu syarat!”
“Apa syaratnya Tuan?”
“Syaratnya, Tuan menyerahkan seekor babi seberat 150 kg.”
“Baiklah. Kami akan mengusahakannya bagaimanapun caranya.”
“Mohon maaf, kami telah merepotkan dirimu Tuan!”
“Tidak apa-apa. Tuan ini sangat baik.”
************
Sang medium pun berkoordinasi dengan keluarga sang pemuda Belo untuk mengusahakan seekor babi seberat itu. Syukurlah, mereka bisa mendapatkannya. Kembali dengan bantuan sang medium, babi itu pun diantarkan ke sana.
Kesepakatan pun dicapai dan babi itu diserahkan kepada tetua adat di alam gaib itu. Dan bapak tua, orang tua Rona, memanggil anaknya dan Belo. Dia pun menjelaskan duduk perkaranya. Dan mereka harus ikhlas berpisah, walau tak jadi menikah. Mereka pun berjanji untuk menjadi seorang teman.
“Terima kasih Tuan, kami sudah merepotkan dirimu dan keluarga si pemuda. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini,” kata pak tua, orang tua si gadis Rona.
“Tidak apa-apa, kami juga berterima kasih. Tuan sungguh baik hati. Sekarang kami mohon diri bersama pemuda ini.”
“Mari saya antar Tuan.”
Tiba-tiba seperti ada suara boom, dunia sepertinya anjlok. Sang medium jatuh ke dalam lubuk sungai yang dalam setelah pintu gaib ditutup. Badannya basah kuyup namun upayanya tida sia-sia. Ia berhasil mempertemukan pemuda itu dengan kedua orang tuanya. (*)