- SEJARAH mencatat peran dan pesona eks-Pelabuhan Buleleng dan Singaraja saat menjadi ibukota Sunda Kecil atau Bali-Nusa Tenggara.
- Kini masyarakat masih bisa menyaksikan jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan dan yang mendapat sentuhan baru
Bersantai dan meremajakan. Waktu liburan ke destinasi wisata di Buleleng bisa menjadi cara untuk memulihkan dan menyegarkan kembali pikiran Anda serta memperkaya pengalaman berwisata Anda.
Objek wisata Eks-Pelabuhan Buleleng, misalnya, banyak menyimpan kisah sejarah ketika Kota Singaraja menjadi pusat pemerintahan Sunda Kecil atau Bali-Nusa Tenggara. Nah, sambil berwisata Anda pun bisa mengenal dari dekat objek-objek tersebut untuk menambah wawsan dan menghargai perjuangan para pendahulu bangsa.
Bagaikan sebuah napak tilas, kunjungan ke objek wisata eks-pelabuhan Buleleng akan menyuguhi kita berbagai titik sejarah yang penting dari perjalanan pemerintahan Provinsi Bali yang dulunya bernama Sunda Kecil.
Apa saja yang menarik?
Sebagai sebuah destinasi, objek ini memiliki beberapa peninggalan sejarah dan fasilitas pendukung masa kini yang akan membantu menghibur para wisatawan. Nah, agar ada gambaran saat berkunjung nanti, berikut ini kami paparkan satu per satu secara ringkas.
Jembatan Kampung Tinggi
Dari timur, kita akan disuguhi peninggalan bersejarah berupa jembatan Kampung Tinggi yang membentang di atas Sungai Buleleng. Dibangun sekitar abad ke-18, jembatan ini dibuat dari konstruksi beton dan berwarna khas putih, oleh pemerintah kolonial Belanda dengan gaya Eropa dan menggunakan desain lengkung isometris. Saat ini, jembatan ini hanya digunakan untuk penyeberangan manusia, sedangkan di sebelahnya sudah ada jembatan moderen yang fungsinya disesuaikan dengan beban dan kebutuhan lalu lintas saat ini.
Monumen Yuda Mandala Tama
Ini adalah sebuah monumen berupa patung pemuda bertelanjang dada yang menunjuk ke arah laut dan dibangun untuk mengenang perjuangan laskar rakyat Buleleng ketika melawan tentara NICA. Secara filosofis, pemuda ini ingin mengabarkan bahwa ada kapal Belanda yang akan berlabuh karena pada saat itu Pelabuhan Buleleng ini masih aktif.
Klenteng
Kelenteng Ling Yuan Gong yang berada di bekas Pelabuhan Buleleng ini adalah tempat ibadat umat Tridharma dan didirikan pada tahun 1873 Masehi. Dalam bahasa Hokkian, nama Ling Gwan Kiong berarti Istana Sumber Sakti. Perayaan yang diadakan di Kelenteng Ling Gwan Kiong ini adalah Hari Raya Rebutan (Zhong Yuan Jie) dari agama Tao dan Buddha yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 15 bulan 7. Dalam agama Buddha, hari raya ini disebut Ulambana, sedangkan agama Tao menyebutnya Zhong Yuan.
Kawasan kelenteng yang ditata dengan pertamanan yang rapi dan gapura memperindah lingkungan dan pemandangan eks-Pelabuhan Buleleng. Kini, selain menjadi tempat ibadat, Kelenteng ini juga menjadi salah satu obyek wisata penting di Kabupaten Buleleng, yang dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara.
Kantor pabean
Pada zaman Hindia Belanda hingga tahun 1958, Kota Singaraja dijadikan ibukota Sunda Kecil yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas kota, termasuk Pelabuhan Buleleng yang menjadi pintu masuk utama Pulau Bali. Fasilitas lainnya seperti dermaga, gedung, terminal, jembatan, kantor pabean dan lain-lain.
Kemudian, pada tahun 1980-an Pemda Buleleng merevitalisasi kawasan Pelabuhan Buleleng menjadi destinasi wisata. Program ini mencakup perbaikan tepian pantai untuk mencegah abrasi dan pembuatan restoran apung yang memanfaatkan dermaga pelabuhan.
Setelah direnovasi, bangunan bersejarah berupa bekas kantor pabean yang masih ada kini dimanfaatkan menjadi kantor Kelurahan Kampung Bugis.
Taman pinggir pantai
Tepian sungai dan pantai dihiasi dengan taman dengan tanaman seperti kelapa hibrida dan ketapang yang sekaligus juga difungsikan sebagai peneduh. Kawasan ini cocok untuk nangkring atau bersantai pada siang dan sore hari sambil menikmati kesegaran semilir angin pantai.
Restoran apung
Bila sudah lelah berkeliling menikmati suasana khas destinasi eks-Pelabuhan Buleleng, di tengah laut sana ada restoran apung yang sudah siap menunggu dan menyajikan sederetan menu makan siang atau makan malam yang menggoda selera Anda. Berada di tengah laut, tentu Anda pun bisa menikmati suasana berbeda dan eksotis atau romantis bersama yang tercinta.
Pura Segara yang klasik
O ya, di sebelah barat ada Pura Segara yang memiliki desain gerbang ke area dalam (Jeroan) amat unik dan klasik. Pintu masuknya ada tiga dengan daun pintu kayu berukir dan berprada. Badan gerbang bermotif batu dengan nat dan dicat warna hitam dan putih. Tidak seperti kori pada umumnya, atap pintu masuk bagian tengahnya mirip desain sebuah pelinggih meru bersusun tiga.