Kenangan Kucing Oranye di Senja Pantai Kuta

Penjual chip
Ilustrasi penjual chip memori yang menawarkan produknya kepada seorang tamu. (Image: GwAI/Nusaweek)
banner 468x60

PANTAI Kuta, Bali, Tahun 2077. Teknologi neural-link memungkinkan wisatawan merekam dan memutar ulang pengalaman mereka melalui chip memori yang ditanamkan sementara. Pedagang asongan telah berevolusi menjadi entitas holographic pop-up, menawarkan berbagai suvenir digital dan pengalaman imersif instan.

Barney berdiri di tepi Pantai Kuta, matanya terpukau oleh gradasi warna oranye dan ungu yang melukis langit senja. Deburan ombak yang lembut dan semilir angin tropis menciptakan suasana magis. Tiba-tiba, sesosok pria muda berwujud hologram muncul di sampingnya, berkilauan lembut dengan pakaian serba chrome dan senyum menawan.

“Selamat menikmati senja yang luar biasa ini, Tuan!” sapa hologram itu dengan suara yang terdengar smooth seperti iklan parfum mahal. “Saya Jax, menawarkan kenangan abadi dari momen ini. Perkenalkan, ‘Chip Kenangan Sunset Kuta Platinum Edition’!”

Jax menampilkan sebuah chip kecil berkilauan di telapak tangan holografiknya. “Dengan chip ini, Anda tidak hanya melihat, mendengar, dan merasakan momen ini, tetapi juga menyimpannya dalam format digital super-realistis. Bisa diputar ulang kapan saja, di mana saja, bahkan diintegrasikan ke dalam dream weaver Anda untuk pengalaman nostalgia yang mendalam!”

Barney, yang baru pertama kali mencoba teknologi chip kenangan, terkesan. “Wah, kedengarannya fantastis! Berapa harganya?”

“Untuk kenangan seindah ini, Tuan, biasanya kami menawarkan dengan harga 500 krypto-rupiah,” jawab Jax, memasang ekspresi sedikit menyesal. “Tapi khusus untuk Anda, turis yang beruntung menyaksikan senja yang sempurna ini, saya berikan harga spesial… hanya 400 krypto-rupiah!”

Barney berpikir sejenak. Itu memang agak mahal, tapi gagasan untuk mengabadikan momen seindah ini secara sempurna sangat menggoda. “Baiklah, saya ambil!”

Jax tersenyum lebar dan mentransfer chip tersebut ke telapak tangan Barney. “Investasi yang sangat cerdas, Tuan! Anda tidak akan menyesalinya. Nikmati kenangan abadi Anda!” Hologram Jax kemudian menghilang dalam sekejap cahaya.

Dengan antusias, Barney segera memasang chip tersebut ke neural-port di belakang telinganya. Ia memejamkan mata, bersiap untuk merasakan kembali keindahan senja Kuta dalam format digital yang sempurna.

Namun, alih-alih merasakan kehangatan matahari di kulitnya, mendengar deburan ombak, dan melihat gradasi warna langit, Barney justru disuguhi pemandangan seekor kucing kampung berwarna oranye sedang asyik menggali pasir. Kucing itu tampak sangat fokus dengan aktivitasnya, sesekali menggaruk telinganya dengan kaki belakang.

“Lho? Ini… bukan senja?” gumam Barney bingung. Ia mencoba memutar ulang kenangan itu, berharap ada kesalahan teknis. Namun, yang muncul tetaplah kucing oranye dan pasir. Kemudian, tiba-tiba, layar visual di benaknya dipenuhi gambar deterjen dengan slogan berbahasa Bali kuno yang sama sekali tidak ia mengerti.

Merasa tertipu, Barney dengan marah mencari keberadaan pedagang hologram tadi. Namun, Jax sudah menghilang tanpa jejak. Dengan kesal, Barney memutuskan untuk melaporkan penipuan berteknologi tinggi ini ke kantor polisi.

Kantor Polisi Siber-Crime terlihat futuristik dengan layar-layar besar menampilkan lalu lintas data dan aktivitas metaverse. Namun, Kompol Ayu, kepala unit tersebut, tampak lebih tertarik dengan avatar lumba-lumbanya yang sedang berselancar di gelombang digital daripada mendengarkan keluhan Barney.

“Jadi, Anda bilang Anda membeli… chip kenangan palsu?” tanya Kompol Ayu tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Lumba-lumba digitalnya melakukan kickflip (trik berbalik) yang impresif.

“Benar sekali!” seru Barney frustrasi. “Saya dijanjikan kenangan senja yang indah, tapi yang saya dapatkan hanya video kucing dan iklan deterjen kuno! Ini penipuan teknologi tinggi!”

Bripda Wayan, anggota unit yang lebih muda dan tampak lebih kompeten, mencoba menengahi. “Bisa Anda tunjukkan chipnya, Tuan?”

Barney menyerahkan chip kecil berkilauan itu. Wayan memasangnya ke data-reader (pembaca data) di mejanya. Layar kecil di sampingnya menampilkan video kucing dan iklan deterjen yang sama.

“Hmm, ini memang tidak sesuai deskripsi,” ujar Wayan sambil menghela napas. “Pedagang hologram memang sering kali sulit dilacak. Mereka bisa muncul dan menghilang sesuka hati.”

“Tapi ini penipuan! Harus ada yang dilakukan!” desak Barney.

Kompol Ayu akhirnya mengalihkan pandangannya dari virtual surfing. “Baiklah, baiklah. Wayan, coba lacak jejak transaksi krypto-rupiah ini. Mungkin kita bisa menemukan identitas digital si penipu.”

Wayan mulai mengetik dengan cepat di keyboard virtualnya. Setelah beberapa saat, ia menggelengkan kepala. “Transaksi dilakukan melalui dark crypto-wallet anonim, Komandan. Sulit dilacak.”

“Lihat kan?” kata Kompol Ayu sambil kembali melirik layar metaverse-nya. “Penipuan digital memang rumit. Mungkin lain kali Anda harus lebih berhati-hati, Tuan.”

Barney merasa putus asa. Ia datang jauh-jauh dari London untuk menikmati keindahan Bali, malah menjadi korban penipuan teknologi yang bahkan tidak ditanggapi serius oleh polisi siber.

Tiba-tiba, Bripda Wayan tersenyum kecil. “Tapi, Tuan Barney, ada satu hal yang menarik. Iklan deterjen ini… ini menggunakan dialek Bali kuno yang sangat spesifik. Hanya ada satu komunitas online yang masih aktif menggunakan dialek ini.”

“Benarkah?” tanya Barney penuh harap.

“Ya,” jawab Wayan. “Komunitas penggemar kucing dan deterjen antik Bali. Kita mungkin bisa menemukan petunjuk di sana.”

Kompol Ayu mendengus. “Baiklah, Wayan. Coba lacak komunitas aneh itu. Tapi jangan sampai lupa jam surfing virtual saya.”

Dengan bantuan Bripda Wayan yang tech-savvy (melek teknologi) dan sedikit keberuntungan, mereka berhasil melacak identitas digital di balik hologram Jax. Ternyata, ia adalah seorang programmer iseng yang mencoba menghasilkan uang cepat dengan menjual “kenangan” palsu.

Beberapa hari kemudian, Barney kembali ke kantor polisi. Kali ini, Jax dalam wujud hologram tertangkap sedang diinterogasi oleh Bripda Wayan.

“Saya hanya bercanda, Pak Polisi!” kilah Jax. “Itu hanya prank digital! Saya tidak menyangka ada turis yang benar-benar membelinya!”

“Penipuan tetap penipuan, meskipun dalam format digital,” kata Wayan tegas. “Anda akan dikenakan denda dan semua chip palsu Anda akan disita.”

Barney merasa sedikit lega keadilan akhirnya ditegakkan, meskipun untuk kenangan senja Kuta yang sebenarnya, ia harus mengandalkan ingatannya sendiri. Ia meninggalkan kantor polisi dengan senyum tipis.

Setidaknya, ia punya cerita lucu (dan sedikit menyebalkan) untuk diceritakan kepada teman-temannya di London tentang liburannya di Bali yang penuh kejutan teknologi. Dan mungkin, lain kali, ia akan lebih memilih kartu pos bergambar senja daripada janji kenangan digital abadi. (*)

banner 300x250

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *