MATAHARI pagi di atas Kepulauan Xanadu memancarkan kehangatan yang menyenangkan. Di atas kapal pesiar kecil bernama “Penyihir Laut”, Pak Made, sang kapten yang selalu ceria, mengarahkan kemudinya dengan santai agar wisata memancing itu menyenangkan tamunya. Dua penumpangnya, Rina dan Rio, tampak khusyuk dengan joran pancing masing-masing. Rina, seorang fisikawan kuantum yang selalu penasaran, dan Rio, seorang ahli botani yang lebih tertarik pada ganggang laut eksotis, menikmati ketenangan pagi itu.
“Wah, ikannya besar sekali di sini, ya?” seru Rina tanpa mengalihkan pandangannya dari pelampung yang bergerak-gerak.
“Tentu saja, Nona Rina,” jawab Pak Made dengan logat Bali yang kental. “Perairan Xanadu ini kaya akan keajaiban laut. Ikan-ikan di sini bahkan ada yang bisa sedikit bercahaya dalam gelap, katanya.”
Tiba-tiba, dari kejauhan tampak sebuah perahu karet mendekat dengan kecepatan tinggi. Dua sosok dengan penutup mata dan bandana merah melambai-lambaikan parang tumpul ke udara.
“Bajak laut!” bisik Pak Made panik, meskipun suaranya terdengar lebih seperti gumaman tertahan. Dengan sigap, ia mematikan mesin perahu. “Aduh, gawat ini. Kita pura-pura saja mesinnya rusak ya.”
Rina dan Rio, yang terlalu asyik dengan kegiatan memancing mereka, hanya menoleh sekilas. “Ada apa, Pak Made? Dapat ikan besar?” tanya Rio tanpa nada khawatir.
“Bukan ikan, Tuan Rio. Tapi… eh… ‘tamu’ yang tidak diundang,” jawab Pak Made dengan wajah tegang sambil pura-pura mengutak-atik mesin di buritan.
Kedua bajak laut itu, yang ternyata bernama Jojo dan Gaga, dengan susah payah menaiki kapal “Penyihir Laut”. Jojo, yang bertubuh lebih pendek namun bersemangat, menunjuk-nunjuk Pak Made dengan parangnya.
“Hei, kalian! Ini perompakan! Serahkan semua harta kalian!” teriak Jojo dengan suara yang mencoba dibuat garang, namun malah terdengar sedikit serak.
Gaga, yang bertubuh tinggi kurus dan tampak lebih canggung, hanya mengangguk-angguk setuju sambil memegang jaring ikan yang bolong.
Rina menarik kembali jorannya dengan santai, seekor ikan kecil berkilauan tergantung di ujung kail. “Oh, maaf, kami tidak bawa harta karun. Kami hanya turis yang sedang memancing,” katanya dengan nada datar.
Rio bahkan tidak menoleh. Ia sedang sibuk mengamati seekor ubur-ubur berwarna ungu yang melintas di dekat perahu. “Lihat, Rina! Physalia utriculus! Sangat menarik!” serunya antusias.
Mendengar jawaban yang tidak sesuai harapan, Jojo mulai kehilangan kesabaran. “Hei! Kalian ini tuli atau pura-pura bodoh? Kami ini bajak laut! Cepat serahkan dompet, jam tangan, dan semua barang berharga kalian!” ancamnya lagi, kali ini dengan nada yang lebih tinggi.
Pak Made, yang sedari tadi berpura-pura memperbaiki mesin, mulai merasa tidak enak hati melihat kedua tamunya diancam. Namun, ia juga terlalu takut untuk melawan.
Setelah beberapa menit berlalu dengan ancaman-ancaman Jojo yang semakin tidak jelas dan Rio yang terus mengomentari biota laut, kesabaran Rina akhirnya habis. Ia meletakkan jorannya dengan hati-hati dan menatap kedua bajak laut itu dengan tatapan yang tiba-tiba berubah tajam.
“Begini ya, Tuan-tuan bajak laut yang budiman,” kata Rina dengan suara tenang namun menusuk. “Kami ini sedang menikmati liburan. Mengganggu orang yang sedang bersenang-senang itu tidak sopan, tahu?”
Sebelum Jojo dan Gaga sempat mencerna perkataan Rina, Rio dengan gerakan cepat namun anggun, melayangkan tendangan berputar yang mengenai tepat di perut Jojo. Bajak laut pendek itu terhuyung ke belakang dengan mulut menganga.
Melihat rekannya diserang, Gaga mencoba menyerang Rina dengan jaring bolongnya. Rina dengan mudah menghindari serangan itu dan dengan satu gerakan siku yang lincah, ia membuat Gaga kehilangan keseimbangan dan terjatuh menimpa Jojo yang masih berusaha bangkit.
Dalam sekejap mata, kedua bajak laut malang itu sudah terlempar kembali ke perahu karet mereka yang kini terombang-ambing di dekat “Penyihir Laut”. Rina dan Rio kembali memasang wajah cuek seolah tidak terjadi apa-apa.
“Pak Made, bisa tolong hidupkan mesinnya lagi? Sepertinya ikannya mulai menjauh,” kata Rio sambil melirik ke arah perahu karet yang semakin menjauh.
Pak Made, yang masih terpukau dengan kecepatan dan keahlian bela diri kedua penumpangnya, hanya bisa mengangguk linglung dan segera menghidupkan mesin.
“Emm… Nona Rina, Tuan Rio… kalian ini… eh… atlet bela diri ya?” tanya Pak Made dengan nada hati-hati.
Rina tersenyum tipis. “Hanya sedikit latihan kung fu untuk mengisi waktu luang, Pak Made.”
Rio mengangguk setuju. “Dan sedikit meditasi yang melatih fokus dan keseimbangan.”
Pak Made menggeleng-gelengkan kepalanya takjub. Sementara itu, mereka melihat Jojo dan Gaga di perahu karet mereka tampak kesulitan mendayung. Mereka terlihat panik dan melambai-lambaikan tangan ke arah “Penyihir Laut”.
“Sepertinya mereka kesulitan,” komentar Rio sambil menunjuk ke arah kedua bajak laut yang terlihat kelelahan.
“Kasihan juga ya,” timpal Rina. “Pak Made, bagaimana kalau kita derek saja perahu karet mereka sebentar? Kasihan kalau mereka hanyut.”
Pak Made, yang kini merasa lebih berani karena kehadiran dua “turis” yang ternyata jagoan, mengangguk setuju. Mereka melemparkan tali dan menderek perahu karet Jojo dan Gaga.
Beberapa saat kemudian, mereka melihat kedua bajak laut itu semakin panik. Mereka berteriak-teriak tidak jelas sambil berusaha tetap berada di atas perahu karet yang mulai kemasukan air.
“Lho, kenapa mereka teriak-teriak begitu?” tanya Rina heran.
Pak Made mengamati kedua bajak laut itu dengan seksama, lalu tertawa terbahak-bahak. “Astaga! Saya baru ingat! Jojo dan Gaga itu ternyata tidak bisa berenang! Mereka selalu beraksi di perairan dangkal!”
Mendengar itu, Rina dan Rio saling bertukar pandang, lalu ikut tertawa terpingkal-pingkal. Pemandangan dua bajak laut yang ketakutan setengah mati di atas perahu karet yang bocor sambil ditarik oleh kapal pesiar pemancing benar-benar menggelikan.
Akhirnya, dengan susah payah, mereka menarik kedua bajak laut yang sudah lemas itu ke tepi pantai berpasir putih. Jojo dan Gaga terbatuk-batuk dan meratapi nasib mereka yang gagal menjadi perompak di lautan Xanadu yang indah namun berbahaya.
Sementara itu, Rina, Rio, dan Pak Made melanjutkan perjalanan memancing mereka dengan cerita lucu yang tak akan pernah mereka lupakan. Hari itu, mereka tidak hanya mendapatkan ikan, tetapi juga pelajaran berharga tentang keberanian, ketenangan, dan betapa pentingnya bisa berenang, terutama jika bercita-cita menjadi bajak laut.
Setelah mendaratkan Jojo dan Gaga yang lemas di pantai, Pak Made dengan hati-hati melepaskan tali derek. Kedua bajak laut amatir itu terbaring di pasir basah, terengah-engah seperti ikan yang baru saja diangkat dari air. Penutup mata mereka miring, dan bandana merah mereka tampak lusuh dan penuh air laut.
Rina menghampiri mereka dengan senyum geli. “Lain kali, sebelum memutuskan untuk menjadi bajak laut, pastikan kalian bisa berenang, ya,” ujarnya dengan nada bercanda.
Rio menambahkan sambil memeriksa denyut nadi Jojo yang masih lemah, “Dan mungkin, investasikan pada perahu yang tidak mudah bocor. Perahu karet sepertinya bukan pilihan yang tepat untuk perompakan di laut lepas.”
Jojo dan Gaga hanya bisa merintih pelan, terlalu lelah untuk menjawab. Mereka tampak seperti dua anak kecil yang baru saja dihukum karena kenakalan mereka.
Pak Made menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. “Saya tidak pernah menyangka ada bajak laut yang takut air. Ini benar-benar kejadian langka di perairan Xanadu.”
Tiba-tiba, dari balik rimbun pepohonan di tepi pantai, muncul seorang pria paruh baya dengan seragam penjaga pantai yang sedikit kebesaran. Wajahnya tampak bingung melihat pemandangan tiga orang wisatawan berdiri di dekat dua orang yang terkapar di pasir.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi?” tanya penjaga pantai itu dengan nada curiga.
Pak Made dengan sigap menjelaskan kejadian yang baru saja mereka alami, lengkap dengan aksi heroik Rina dan Rio serta kelemahan air yang menggelikan dari kedua bajak laut tersebut.
Awalnya, penjaga pantai itu tampak tidak percaya. Namun, melihat kondisi Jojo dan Gaga yang masih lemas dan perahu karet mereka yang bocor tergeletak di dekatnya, ia mulai mengerti. Ia bahkan tidak bisa menahan senyumnya mendengar cerita tentang bajak laut yang tidak bisa berenang.
“Kalian ini… benar-benar bajak laut?” tanya penjaga pantai itu sambil menatap Jojo dan Gaga yang kini mulai duduk dengan wajah memelas.
Gaga dengan suara serak menjawab, “Kami… kami hanya mencoba peruntungan…”
Jojo menambahkan dengan nada menyesal, “Tapi sepertinya… peruntungan kami sedang tidak baik hari ini.”
Penjaga pantai itu menghela napas. “Perbuatan kalian tetap salah. Kalian telah mencoba melakukan perompakan. Kalian harus ikut saya ke kantor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.”
Dengan bantuan Pak Made, Rina, dan Rio, penjaga pantai itu membantu Jojo dan Gaga berdiri. Kedua bajak laut yang gagal itu berjalan tertatih-tatih mengikuti penjaga pantai menuju kantor yang ternyata tidak jauh dari pantai. Mereka tampak sangat menyesali perbuatan bodoh mereka.
Setelah memastikan semuanya beres, Pak Made kembali ke kapalnya bersama Rina dan Rio. Suasana di atas “Penyihir Laut” kembali ceria.
“Wah, petualangan yang tak terduga,” komentar Rina sambil mengemasi jorannya. “Siapa sangka liburan memancing kita akan diwarnai aksi baku hantam dengan bajak laut.”
Rio tertawa. “Dan siapa sangka juga bajak lautnya ternyata fobia air. Dunia ini memang penuh kejutan.”
Pak Made menyalakan kembali mesin perahunya. “Semoga saja setelah ini tidak ada lagi ‘tamu tak diundang’ yang datang. Saya lebih suka menangkap ikan daripada menangkap bajak laut.”
Mereka melanjutkan perjalanan memancing mereka dengan perasaan lega dan terhibur. Sesekali, mereka masih tertawa mengingat ekspresi panik Jojo dan Gaga saat perahu karet mereka mulai kemasukan air. Pengalaman hari itu pasti akan menjadi cerita lucu yang akan mereka kenang selamanya tentang liburan mereka di Kepulauan Xanadu. Dan mungkin, di lain waktu, Jojo dan Gaga akan lebih memilih kursus renang daripada mencoba menjadi bajak laut lagi. (*)