Bumbung Kepyak: Harmoni Bambu, Drama dan Tari dari Jembrana

Bumbung kepyak
Bumbung Kepyak dalam Parade Pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025 di depan Monumen Bajra Sandi, Renon, Denpasar. (Image: Nusaweek)
banner 468x60

UJUNG barat Pulau Bali, yaitu Kabupaten Jembrana, menyimpan sebuah permata budaya yang kerap luput dari hiruk-pikuk pariwisata massal: Bumbung Kepyak. Kesenian tradisional khas Jembrana ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan sebuah warisan budaya yang memukau, secara apik menggabungkan elemen musik, drama, dan tarian dalam satu kesatuan yang harmonis.

Bumbung Kepyak adalah cerminan dari kekayaan seni masyarakat Jembrana, menawarkan pengalaman otentik yang jauh berbeda dari gemerlap pantai selatan Bali.

Read More

Secara harfiah, nama Bumbung Kepyak sangat deskriptif. “Bumbung” berarti ruas bambu, material utama yang membentuk instrumen musik ini. Sementara itu, “Kepyak” adalah sebuah onomatopia, meniru bunyi khas yang dihasilkan ketika ruas bambu tersebut ditumbukkan pada sebilah pedestal atau alas padat. Bunyi yang dihasilkan ini dipadukan dengan alat musik tradisional lainnya seperti seruling, kendang, kempur dan tawa-tawa dengan sekitar 20 penabuh. Dari kesederhanaan bahan dan bunyi inilah, lahir sebuah orkestrasi yang ritmis dan kompleks, menjadi tulang punggung pertunjukan Bumbung Kepyak.

Inti dari kesenian Bumbung Kepyak terletak pada interaksi dinamis antara pemusik, penari, dan pencerita. Ruas-ruas bambu dengan ukuran bervariasi ditabuh oleh para pemain, menciptakan melodi dan ritme yang bervariasi. Bunyi “kepyak” yang dihasilkan bukan sekadar ketukan, melainkan menghasilkan timbre yang unik dan menenangkan, membawa pendengar pada suasana pedesaan yang asri.

Kemudian irama yang tercipta dari tabuhan bambu ini menjadi panduan bagi gerakan tari yang luwes dan penuh ekspresi, serta narasi drama yang seringkali mengangkat kisah-kisah rakyat, legenda lokal, atau cerminan kehidupan sehari-hari masyarakat Jembrana.

Warisan budaya Bumbung Kepyak tak hanya terletak pada bentuk pertunjukannya, melainkan juga pada filosofi di baliknya. Kesenian ini seringkali dipentaskan dalam berbagai upacara adat, perayaan desa, atau sebagai sarana hiburan komunal. Ia merepresentasikan semangat gotong royong, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam – terlihat dari penggunaan bambu sebagai elemen utama. Generasi muda di Jembrana terus diajak untuk melestarikan Bumbung Kepyak melalui pelatihan dan sanggar seni, memastikan bahwa gema “kepyak” dari bambu akan terus bergema di masa depan.

Bagi wisatawan yang mencari pengalaman budaya yang mendalam dan berbeda, Bumbung Kepyak menawarkan daya tarik yang signifikan. Berbeda dengan pertunjukan tari atau musik yang mungkin ditemui di destinasi lain, Bumbung Kepyak menyajikan keaslian yang tak tertandingi. Menyaksikan Bumbung Kepyak bukan hanya tentang menonton pertunjukan, tetapi juga merasakan denyut nadi kehidupan budaya Jembrana. Penonton akan diajak untuk memahami narasi yang disampaikan melalui drama, mengagumi keanggunan gerakan tari, dan terhanyut dalam simfoni bambu yang menawan.

Lebih dari sekadar tontonan, Bumbung Kepyak berpotensi besar menjadi daya tarik utama pariwisata budaya di Bali Barat. Pemerintah daerah dan komunitas lokal perlu berinvestasi dalam promosi yang lebih luas, menawarkan paket wisata yang memungkinkan pengunjung tidak hanya menonton, tetapi juga berinteraksi langsung dengan para seniman, belajar memainkan bumbung, atau bahkan mencoba gerakan dasar tarian.

Dengan demikian, Bumbung Kepyak tidak hanya akan terus hidup sebagai warisan budaya yang tak ternilai, tetapi juga akan menjadi jembatan bagi wisatawan untuk merasakan keindahan dan kedalaman budaya Bali yang otentik, jauh dari keramaian dan hiruk pikuk pariwisata modern. Mengunjungi Jembrana dan merasakan langsung pesona Bumbung Kepyak adalah sebuah perjalanan menuju esensi sejati dari seni dan budaya Bali. (*)

 

 

banner 300x250

Related posts