Ini Strategi Pelestarian Kain Geringsing Khas Tenganan

Tenun Geringsing
Ketua Dekranasda Bali, Ny. Putri Suastini Koster, mengunjungi penenun kain tradisional geringsing di Desa Tenganan, Manggis, Karangasem. (Image: baliprov.go.id)
banner 468x60

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali, Ny. Putri Suastini Koster, bersama jajaran pengurusnya beberapa waktu lalu sempat meninjau dan mengunjungi penenun Gringsing di Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem.

Dalam tatap muka dengan para penenun di wantilan Desa Tenganan, Putri Koster menyampaikan bahwa beliau ingin melihat dari dekat perkembangan tenun gringsing, jenis kain langka yang menjadi kebanggaan masyarakat Bali.

Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan tugas dan tanggung jawab dirinya sebagai Ketua Dekranasda Bali. “Sesuai namanya, dewan kerajinan mempunyai tugas pengawasan terhadap karya kerajinan. Melalui pengawasan dan pembinaan, kita harapkan keberadaannya akan tetap lestari, kualitasnya meningkat dan menyejahterakan perajin, hingga masyarakat luas,” ucapnya.

Tantangan

Dekranasda Bali sudah melaksanakan pembinaan secara intensif karena sejumlah kain tenun tradisional menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestariannya. Misalnya, perilaku yang menjauhkan diri dari upaya pelestarian harus segera dihentikan. Ada pula ancaman nyata pada keberadaan kain endek dan songket karena endek banyak ditenun di luar Bali sehingga Bali mengalami dua kerugian yaitu penjiplakan motif dan kerugian ekonomi.

Selain endek, songket juga tergerus oleh kemunculan kain bordir yang menjiplak motif songket. Ia mengatakan bahwa pembuat motif mencurahkan pikiran untuk menciptakan motif yang bagus, namun begitu jadi langsung dijiplak untuk motif bordir. Ini tentu sangat merugikan.

Strategi pelestarian

Belajar dari pengalaman tersebut, beliau berharap kain gringsing bisa tetap lestari.  Untunglah, para tetua Desa Tenganan sudah mengantisipasinya dengan mengatur penggunaan kain tenun geringsing dalam aturan adat. Warga Tenganan diwajibkan mengenakan kain gringsing pada upacara keagamaan tertentu.

Kain gringsing adalah sebuah mahakarya dan menjadi satu-satunya tenun double ikat di Indonesia. “Di dunia hanya ada tiga yaitu di India, Jepang dan Indonesia. Kita harus bangga, karena ada di Tenganan,” imbuhnya. Oleh sebab itu, beliau mengajak masyarakat untuk menghargai dan memuliakan kain gringsing agar tetap lestari.

Beliau juga mengingatkan pentingnya regenerasi dalam pembuatan tenun gringsing. Generasi muda Tenganan diharapkan mau belajar menenun demi kelestarian kain tersebut. Lebih dari itu, beliau juga ingin generasi penerus tenun gringsing menciptakan motif baru. “Motif yang sudah ada, warisan dari para tetua, tetap dilestarikan. Selain itu, alangkah baiknya kalau ada yang mampu menciptakan motif baru,” harapnya.

Pada kesempatan itu, beliau menginformasikan bahwa gringsing sudah memiliki Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis. Itu artinya kain gringsing sudah terlindungi secara hukum. “Dengan indikasi geografis, Desa Tenganan punya hak mutlak atas gringsing. Kain ini tak boleh ditenun di luar Tenganan,” tandasnya sembari mengingatkannya jangan ada pihak yang mencoba membuat atau meniru kain tenun ini karena dapat berimplikasi pada masalah hukum.

Filosofi geringsing

Dalam konteks menghargai dan memuliakan gringsing, beliau mengingatkan semua pihak agar jangan sembarang menggunakan produk geringsing sebagai bahan baku kerajinan seperti tas atau sandal. Dilihat dari namanya, gringsing mempunyai filosofi yang sangat luhur. Secara etimologis, dalam Bahasa Bali gering artinya ‘sakit,’ sedangkan sing berarti tidak. Jadi secara keseluruhan artinya, orang yang memakai kain ini diharapkan tidak sakit. Ini makna yang sangat mulia dan cenderung sakral.

Sumberbaliprov.go.id

banner 300x250

Related posts