ANGIN berhembus sejuk. Di tengah pesona kota tua Denpasar yang penuh sejarah, dua jiwa yang tak saling kenal—Anna Baena dan Liem Castore–bertemu secara tak terduga. Sebuah buku kuno yang tersembunyi di perpustakaan tua mempertemukan mereka dengan kisah cinta masa lalu yang terlupakan—namun, di balik catatan-catatan kuno itu, mereka mulai merajut kisah mereka sendiri.
Apakah cinta yang terjalin di kota tua ini akan berakhir seperti jejak sejarah, atau justru menjadi awal dari sesuatu yang abadi? Temukan jawabannya dalam Merajut“Jejak Cinta Lama di Kota Tua.
Bagian 1: Pertemuan Tak Terduga
Hujan tipis turun menyelimuti seluruh kota tua Denpasar sehingga memberikan nuansa sendu pada sore itu. Anna, seorang arkeolog muda dari Jerman yang sedang mengambil cuti panjang, memandang bangunan-bangunan bersejarah di sekitarnya dengan takjub. Setiap sudut kota ini menyimpan cerita masa lalu, sepanjang Jalan Gajah Mada hinff Lapangan Puputan Badung dan itulah yang membuatnya memilih Denpasar sebagai destinasi pelariannya dari rutinitas.
Dengan kamera di tangan dan payung di sisi lain, ia berjalan menyusuri lorong-lorong sempit kota tua, menikmati keindahan arsitektur kuno dan kehidupan yang berlangsung di bawahnya.
Di sisi lain kota, Liem, seorang penulis dari Inggris yang sedang mengalami kebuntuan ide, juga sedang berjalan-jalan mencari inspirasi. Kota ini, dengan sejarahnya yang kental dan atmosfer misterius, selalu menjadi sumber inspirasi bagi banyak seniman, dan ia berharap Denpasar bisa membantunya menemukan jalan keluar dari kebuntuan kreatifnya.
Mereka berdua tidak saling mengenal, tetapi nasib memiliki rencana lain. Di sebuah kafe kecil di sudut jalan, ketika Anna sedang memesan kopi, ia tanpa sengaja menjatuhkan beberapa buku catatannya. Liem yang kebetulan duduk di dekat pintu masuk, dengan cepat membantunya mengumpulkan buku-buku tersebut.
“Terima kasih,” ucap Anna dengan senyum malu-malu, sementara Liem membalas dengan senyum ramah. “Sama-sama,” jawabnya.
Percakapan singkat dimulai dari hal-hal sederhana—tentang cuaca, perjalanan, dan kecintaan mereka pada sejarah. Tidak ada yang istimewa pada awalnya, hanya percakapan ringan yang terasa akrab. Namun, ada sesuatu di antara mereka yang tidak dapat mereka pahami sepenuhnya—seperti magnet tak kasatmata yang perlahan mendekatkan mereka.
Bagian 2: Perpustakaan Tua dan Catatan yang Terlupakan
Keesokan harinya, saat cuaca mulai cerah, mereka tanpa sengaja bertemu lagi di perpustakaan tua kota. Anna sedang meneliti beberapa arsip lama tentang arsitektur dan sejarah, sedangkan Liem sedang mencari inspirasi untuk novelnya. Tempat itu, dengan rak-rak tinggi berisi ribuan buku kuno dan pencahayaan redup dari jendela-jendela besar, seolah membawa mereka ke masa lalu.
Saat mereka kembali berbincang, seorang pustakawan tua mendekati mereka dan menunjukkan sebuah buku kuno berdebu.
“Anda berdua terlihat tertarik dengan sejarah. Mungkin Anda ingin melihat ini,” katanya sambil meletakkan buku tersebut di meja mereka.
Buku itu terlihat usang, dengan sampul kulit yang sudah retak-retak, dan di dalamnya terdapat catatan-catatan tangan yang sepertinya ditulis oleh sepasang kekasih yang hidup pada abad ke-19
Mereka mulai membaca bersama, dan cerita yang mereka temukan di dalamnya mengalir begitu saja. Buku itu mengisahkan kisah cinta rahasia antara seorang bangsawan muda dan seorang gadis sederhana. Mereka berdua jatuh cinta meski dunia mereka sangat berbeda. Namun, karena tekanan dari keluarga dan status sosial, mereka tidak bisa bersama, dan perasaan mereka hanya bisa diungkapkan melalui surat-surat rahasia yang mereka sembunyikan di dalam perpustakaan yang sama.
Setiap halaman membawa Anna dan Liem semakin jauh ke dalam cerita itu. Surat-surat tersebut dipenuhi dengan kata-kata penuh cinta, harapan, dan kerinduan, tetapi juga berakhir dengan kepedihan dan keputusasaan karena cinta mereka tak pernah tercapai.
Bagian 3: Menghidupkan Kembali Masa Lalu
Seiring mereka membaca, Anna dan Liem mulai merasa terhubung dengan kisah itu. Mereka membayangkan bagaimana rasanya jatuh cinta pada seseorang tetapi tidak bisa bersama karena keadaan. Tanpa mereka sadari, diskusi mereka tentang cinta dan sejarah dalam buku itu mulai menyentuh perasaan mereka sendiri. Ada percikan di antara mereka—sesuatu yang tumbuh dari persamaan minat dan waktu yang mereka habiskan bersama di perpustakaan tua itu.
Suatu sore, mereka mengikuti petunjuk dari surat-surat kuno tersebut yang membawa mereka ke sebuah taman rahasia di balik benteng tua kota. Tempat itu, seperti yang tertulis dalam buku, adalah tempat pertemuan terakhir pasangan dalam cerita. Berdiri di tengah taman, di bawah pohon-pohon tua yang rindang, Anna dan Liam merasa seolah-olah mereka melanjutkan kisah cinta yang terhenti ratusan tahun lalu.
Di tempat itu, Anna menatap Liem, merasa aneh bahwa pria yang baru dikenalnya beberapa hari ini kini begitu dekat di hatinya. Liem pun merasakan hal yang sama—sesuatu yang mendalam dan tak terjelaskan. Kota ini, buku itu, dan semua yang mereka lalui seolah telah menyatukan mereka tanpa mereka sadari.
Bagian 4: Keputusan Sulit
Namun, tidak semuanya berjalan mulus. Anna harus kembali ke Jerman dalam waktu seminggu, dan Liem memiliki kontrak penerbitan di London yang menuntutnya segera kembali. Kenyataan bahwa mereka berasal dari dua negara berbeda, dengan kehidupan yang sama sekali berbeda, mulai menghantui pikiran mereka. Meskipun mereka telah menemukan cinta dalam keheningan kota tua, dunia nyata menunggu di luar sana dengan segala tuntutannya.
Mereka kembali ke perpustakaan untuk mencari akhir dari kisah cinta yang tertulis dalam buku. Namun, alih-alih menemukan penutupan yang bahagia, mereka menemukan surat terakhir dari sang gadis, yang memutuskan untuk meninggalkan kekasihnya demi melindungi keluarga dan kehormatannya. Surat itu ditinggalkan di perpustakaan, tidak pernah terkirim, dan menjadi saksi bisu dari cinta yang tidak pernah tercapai.
Anna dan Liem terdiam setelah membaca surat itu. Mereka sadar bahwa masa lalu memiliki caranya sendiri untuk menghancurkan cinta, tetapi apakah mereka akan membiarkan hal yang sama terjadi pada mereka?
Bagian 5: Surat Terakhir
Pada malam terakhir sebelum Anna kembali ke Jerman, Liem mengajaknya berjalan-jalan di sepanjang Tukad (sungai) Badung dekat Pasar Badung. Lampu-lampu kota memantul di air sungai, menciptakan suasana magis. Liem memberanikan diri untuk berbicara,
“Aku tahu ini mungkin terdengar gila, tetapi… aku tidak ingin kehilanganmu begitu saja. Kita baru bertemu, tapi aku merasa sudah mengenalmu sejak lama.”
Anna, yang hatinya juga dipenuhi perasaan serupa, mengangguk perlahan. “Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi kita tidak bisa mengabaikan kenyataan… kita punya kehidupan yang berbeda.”
Setelah hening sejenak, Liem mengeluarkan secarik kertas dari sakunya—sebuah surat. “Aku menulis ini untukmu, seperti surat-surat yang ada di buku itu. Ini mungkin satu-satunya cara aku bisa mengekspresikan perasaanku.” Liem menyerahkan surat itu kepada Anna, dan dengan senyum tipis, ia berkata, “Jangan membacanya sekarang. Bacalah ketika kamu sampai di rumah.”
Bagian 6: Awal Baru
Seminggu setelah kembali ke Jerman, Anna duduk di balkon apartemennya, memandang langit senja yang berwarna keemasan. Di tangannya, surat dari Liem yang belum sempat ia baca. Dengan tangan gemetar, ia membuka surat itu dan mulai membacanya.
Surat itu dipenuhi dengan kata-kata indah tentang perasaan Liam terhadap Anna, tentang bagaimana pertemuan mereka terasa seperti takdir yang membawa mereka bersama. Di akhir surat, Liem menuliskan sebuah kalimat yang membuat Anna tersenyum lebar:
“Jika kisah cinta kita adalah bagian dari sejarah, aku berharap kita bisa menulisnya ulang dengan akhir yang bahagia.”
Anna menatap surat itu dengan mata berkaca-kaca, dan tanpa ragu, ia mengambil ponselnya. Di layar, pesan dari Liem menunggu. Mereka telah memutuskan untuk mencoba menjalani kisah mereka, tidak peduli seberapa jauh jarak memisahkan. Karena di kota tua Denpasar, di antara jejak-jejak sejarah, mereka telah menemukan sesuatu yang abadi—sebuah cinta yang baru saja dimulai.—TAMAT