- PARIWISATA Ubud sudah diperkenalkan sejak tahun 1930an oleh seorang tokoh yang ramah dan dermawan dari Puri Ubud, yaitu Tjokorda Gde Agung Sukawati
- Kini Ubud sudah terkenal dan generasi sekarang tinggal mengembangkan dan memeliharanya. Untuk mengenang sosok beliau, sebuah patung didirikan di Pasar Tematik Ubud
Wakil Gubernur Bali, Prof.Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), bersama tokoh senior Puri Ubud Tjokorda Gde Putra Sukawati dan Bupati Gianyar I Made Mahayastra menyaksikan prosesi penaikan dan pemasangan Patung Tjokorda Gde Agung Sukawati di halaman terbuka Pasar Tematik Ubud, Gianyar.
Prosesi penaikan patung yang merupakan perwujudan mendiang ayahanda Wagub Cok Ace itu dilaksanakan pada Kamis lalu (30 Maret). Kegiatan menaikkan patung tersebut juga disaksikan oleh Tjokorda Gde Raka Sukawati yang merupakan adik dari Wagub Cok Ace. Keberadaan patung ini dimaksudkan untuk mengenang perjuangan Tjokorda Gde Agung Sukawati dalam merintis pariwisata berbasis budaya di Ubud.
Patung Tjokorda Gde Agung Sukawati tersebut adalah mahakarya seniman patung I Gede Sarantika. Dengan melibatkan 5 pekerja, patung setinggi 3,2 meter dan berbahan perunggu tersebut dapat dirampungkan dalam waktu satu bulan.
Dalam menyelesaikan patung tersebut, secara teknis ia tidak mengalami kendala berarti. Hanya saja, ia harus ekstra teliti dan berhati-hati karena patung yang dibuat merupakan perwujudan tokoh sentral Puri Ubud yang dikenal oleh banyak orang.
“Ada putra-putra beliau yang sudah pasti mengingat secara detail wajah serta pembawaan Ida Tjokorda. Untuk itu, saya sangat berhati-hati dan mengonsultasikan setiap detail sebelum patung dicetak,” jelasnya. Setelah konsepnya final, barulah dicetak dan akhirnya patung yang beratnya sekitar 700 kg itu berhasil dirampungkan.
Kini, Patung Tjokorda Gde Agung Sukawati berdiri tegak tepat di seberang Puri Ubud. Patung tersebut menggambarkan sosok Tjokorda Gde Agung Sukawati yang mengenakan busana khas berupa kampuh lengkap dengan udeng. Patung juga dibuatkan aksesori berupa kompek (semacam tas zaman dulu) yang berbahan anyaman dan biasa dibawa Ida Tjokorda. Selain itu, patung yang menoleh ke arah Puri Ubud itu mengenakan cincin dan sandal khas beliau.
Wagub Bali Cok Ace yang ditemui awak media usai menyaksikan prosesi penaikan patung tersebut menuturkan bawha keberadaan patung ayahandanya bisa menjadi refleksi perenungan tentang cikal bakal pariwisata Bali dan perkembangannya.
“Ini bisa menjadi refleksi, bagaimana pariwisata Bali yang berbasis budaya dan ekonomi kreatif mulai dirintis dan kemudian berkembang seperti sekarang,” ujarnya.
Menurutnya, pembangunan sektor pariwisata Bali sudah melewati proses yang sangat panjang dan tidak mudah. Ia berharap, penempatan patung Tjokorda Gde Agung Sukawati di pusat Ubud dapat memantik semangat generasi muda di berbagai bidang pembangunan, baik seni, pariwisata ataupun ekonomi kreatif.
Sementara itu, Bupati Gianyar, I Made Mahayastra, yang memimpin prosesi penaikan patung Tjokorda Gde Agung Sukawati mengaku bersyukur karena turut menyaksikan kegiatan tersebut. Hal ini mengingat, beliau merupakan tokoh sentral dalam pengembangan Ubud dan beliau dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan dan penuh semangat.
“Saya bersyukur bisa ikut menaikkan patung Ida Tjokorda Gde Agung Sukawati. Beliau merupakan tokoh yang luar biasa dan sangat dermawan. Bagaimana beliau membangkitkan seni kreatif, UMKM, pendidikan, kesehatan dan kesusastraan, sehingga kita tempatkan beliau di tempat terhormat,” cetusnya.
Mahayastra menambahkan, ide pembuatan patung sejatinya sudah ada jauh sebelumnya. Namun baru terealisasi setelah penataan Pasar Ubud rampung. “Mungkin beliau yang menginginkan tempatnya di sini,” kata Mahayastra.
Senada dengan Wagub Cok Ace, ia juga berharap penempatan patung Tjokorda Gde Agung Sukawati di pusat Ubud dapat menyemangati generasi muda untuk berkarya. Beliau lantas menceritakan bagaimana dahulu sebelum kemerdekaan, Tjokorda Gde Agung Sukawati sudah mampu memperkenalkan Ubud sebagai destinasi wisata budaya.
“Dulu beliau di era yang sulit, saat Bali belum terkenal seperti sekarang sekitar tahun 1930-an, sebelum kita merdeka, beliau mampu merintis pariwisata di Ubud. Kenapa di era sekarang kita kita tidak mampu,” urainya.
Menurut Mahayastra, hal yang paling penting dilakukan saat ini adalah menjaga, bukan memperkenalkan. “Ubud sudah terkenal, yang penting menjaga fondasi-fondasi yang dirintis oleh beliau, karena menjaga akan lebih berat. Kini tugas generasi muda ialah menjaga apa yang sudah diwariskan,” pungkasnya. (Sumber: baliprov.go.id)