- VANALOKA menyimpan banyak kekayaan tambang permata seperti berlian, batu akik dan sejenisnya.
- Tentu saja kondisi ini membuat banyak kerajaan lainnya iri dan ingin memilikinya dengan cara apapun yang berujung pada gangguan keamanan
Raja Vira Kunjara, penguasa Kerajaan Vanaloka, sudah berhasil mengatasi salah permasalahan keamanan internal kerajaan. Patih senior yang berkhianat dan menilep upeti kerajaan sudah dijebloskan ke penjara.
Patih Muda Rhabima selamat dari fitnah seniornya. Sang raja sudah tahu persis karakter Rhabima. Ia adalah seorang yang jujur dan punya integritas.
Rupanya badai kerajaan selalu ada dan datang menghadang satu per satu. Dari laporan telik sandi diperoleh keterangan bahwa akan ada serangan besar dan terencana rapi terhadap Kerajaan Vanaloka.
Menyikapi hal itu, Rhabima segera menghadap sang raja untuk menyiapkan diri dan mengantisipasi serangan tersebut.
“Ampun Baginda. Keterangan itu menyatakan kita akan diserang dan kita harus mengantisipasinya dengan baik,” kata Rhabima.
“Tentu, Paman. Pihak musuh memang dari dulu mengincar kekayaan alam kita. Itu lho, tambang permata seperti batu akik selalu menjadi rebutan. Berkali-kali serangan dilakukan, selama itu juga kita berhasil menghalau.”
“Tapi….Baginda. Kali ini kita harus lebih waspada karena serangannya bisa lebih berat dan mematikan.”
“Kita harus lebih cerdas.”
Betul…..Baginda. Nanti hamba siapkan rencana aksi kita, bila sudah beres hamba akan paparkan ke hadapan Baginda. Intinya, berikan hamba wewenang lebih besar. Nanti kami bentuk tim berlapis untuk mengatur strategi bertahan kita.”
“Pastilah Paman. Aku yakin paman mampu melakukan itu dengan baik.”
*******
Secara ringkas, beberapa anggota timnya akan berusaha masuk ke kubu musuh secara rahasia agar bisa mendapatkan keterangan tentang rencana pergerakan mereka.
********
Pada pagi hari menjelang siang yang cerah, sekelompok orang sibuk membongkar kuil kuno di pinggir pantai di bawah pohon nyiur yang melambai-lambai.
Anehnya, bangunan itu tidak dibongkar secara hati-hati. Malahan dilakukan dengan cara kasar sekali, sehingga banyak bagiannya yang nampak hancur dan mungkin tidak bisa disusun kembali.
Di tempat yang agak jauh, beberapa orang membakar rumput dan semak dan merobohkan gubuk-gubuk penduduk setempat. Asap yang membubung tinggi tentu saja kelihatan dengan jelas dari perairan laut di sekitarnya.
Melihat kegiatan itu, banyak nelayan di dekatnya menonton dari perahu mereka masing-masing dengan penuh tanya. Mengapa ya bangunan tua yang bersejarah itu kok justeru dihancurkan.
Dari kejauhan tampak sebuah perahu besar yang hendak mendekati pantai dan lewat di antara perahu-perahu kecil milik nelayan setempat. Ternyata benar, perahu tersebut berlabuh di dekat orang membongkar kuil kuno tersebut.
“Selamat siang tuan-tuan semua. Maaf! Ini ada kegiatan apa ya?” tanya salah seorang dari dua orang perahu yang turun ke pantai.
“Siang Ki Sanak. Ini kami sedang membongkar kuil kuno. Maaf, Ki Sanak ini dari mana ya?” tanya salah seorang pekerja di situ.
“Ha…ha. Kami orang kapal dari kerajaan Ramdidu. Kenapa kalian membongkar kuil antik ini?”
“Kami jengkel dengan raja kami. Kami disuruh memperbaiki kuil ini, padahal tidak ada yang rusak, Semua bagiannya masih utuh. Yaa………….kuil ini terpakasa kami bongkar. Terserah…apakah ini akan dibangun kembali atau tidak. Kami sudah jengkel!”
**) Ini adalah bagian dari serangkaian strategi Kerajaan Vanaloka untuk memancing musuh agar masuk ke dalam perangkap.
“Oh… begitu. Pantasan kalian kelihatan seperti orang gila karena berani merusak bangunan kuno seperti ini. Apa tidak takut?”
“Tidak Ki Sanak.”
“Kami kagum dengan jiwa pemberani kalian! Begini, kami ada sedikit makanan di atas kapal. Nanti kami ambilkan, sekadar untuk mengganjal perut setelah bekerja keras. Ata kalau tidak keberatan, kami mengundang tuan-tuan ini makan siang di atas kapal kami. Bagaimana?”
“Terima kasih Ki Sanak.”
*******
Sebelum matahari berada di atas kepala, beberapa orang pekerja yang membongkar kuil kuno itu pergi ke atas kapal untuk menerima tawaran makan siang.
“Terima kasih atas kehadiran tuan-tuanku yang baik. Begini, kami datang ke sini untuk menawarkan pekerjaan terbatas dari sang prabu kerajaan Ramdidu untuk kalian semua.”
“Apa itu?”
“Begini, raja kami ada rencana mencuri ke gudang tambang permata kalian yang berada di sebelah selatan kerajaan ini. Konon, tambang itu menghasilkan berkarung-karung permata setiap hari.”
“Lalu, apa yang bisa kami lakukan?”
“Sangat gampang dan sederhana.”
“Apa maksudnya Ki Sanak?”
“Kalian tinggal memberi sedikit keterangan yang kami butuhkan.”
“Baiklah. Lalu apa keuntungan yang akan kami dapatkan?”
“Bila kami berhasil menguasai atau mencuri hasil tambang permata itu, kalian akan mendapatkan beberapa karung per bulan. Lalu bila kami berhasil menguasai wilayah ini, kami akan angkat kalian menjadi punggawa kerajaan sebagai perwakilan kerajaan Ramdidu.”
******
Tampaknya mereka sangat berminat dengan tawaran pekerjaan sebagai informan pihak musuh itu. Imbalannya pun lumayan. Di samping itu, ia tidak harus meninggalkan pekerjaan sebagai abdi kerajaan Vanaloka.
Selain sebagai informan untuk Kerajaan Ramdidu, mereka juga diharapkan membantu pengambilalihan tambang di selatan kerajaan. Permintaan itu pun disanggupi oleh mereka karena bertepatan dengan perluasan alur pelabuhan nelayan.
Patih Rhabima sudah mendapat laporan dari anak buahnya itu. Permintaan dari pihak musuh itu kemudian diintegrasikan dengan rencana pengembangan pelabuhan nelayan yang digabungkan dengan pelabuhan tambang serata dan strategi perang pasukan kerajaan.
*******
“Tuan, tolong berikan kami keterangan tentang kondisi kesehatan sang raja secara rutin seminggu sekali.”
“Baik. Ki Sanak, tinggal datang ke proyek perluasan pelabuhan nelayan ini.”
“Kalau boleh tahu, ini untuk apa ya kira-kira?”
Ya…nantinya akan memudahkan pengaturan rencana serangan.”
“Baik.”
“O ya, kami akan datang setiap saat ke sini. Jadi kalau ada keterangan penting tentang kerajaan atau raja Vanaloka, kabari saja kami di sini.”
*******
Permintaan rahasia dari agen kerajaan Ramdidu segera disampaikan oleh telik sandi kerajaan Vanaloka yang menyamar kepada Patih Rhabima agar segera bisa ditindaklanjuti.
Singkat cerita, setelah kira-kira 10 bulan, proyek perluasan alur pelabuhan nelayan sudah selesai. Dengan demikian, alur pelabuhan tersebut sudah bisa digunakan dan bisa menampung lebih banyak kapal atau perahu berukuran besar.
*******
“Kami sangat senang, pekerjaan ini bisa diselesaikan tepat waktu. Itu berarti upaya penyerangan kami kelak akan bisa lebih mudah dan terkendali.”
“Ya Ki Sanak, kami selalu siap membantu kapanpun dibutuhkan.”
“Pasukan kerajaan kami bersiaga selalu. Bila situasi sudah memungkinkan, siap untuk dikerahkan. O ya, ini kami ada sedikit oleh-oleh, terimalah. Kalian sudah bekerjasama dengan baik.”
“Terima kasih, Ki Sanak baik sekali.”
Mereka sangat senang mendapat bingkisan dari kerajaan Ramdidu yang mana masing-masing menerima 15 keping emas. Kendati pun demikian, mereka tetap mengemban tugas negara dengan penuh kesetiaan.
*******
Pada suatu hari, paman Rhabima mengumumkan bahwa sang Prabu tiba-tiba jatuh sakit karena mendadak kena serangan jantung.
Pengumuman kerajaan ini pun cepat tersebar ke seluruh pelosok kerajaan. Anak buah Rhabima pun menyampaikan berita ini kepada agen kerajaan Ramdidu seperti permintaan mereka sebelumnya.
********
Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Raja Ramdidu untuk menyerang Vanaloka karena ingin menguasai daerah pertambangan permata di selatan kerajaan. Bila tak mampu menguasai, paling tidak ia bisa mencuri hasil tambang permata itu.
********
Berita jatuh sakitnya sang raja Vanaloka dimanfaatkan betul oleh Ramdidu. Menindaklanjuti keterangan agen bayarannya di Vanaloka, Ramdidu segera menyiapkan pasukan ke Vanaloka.
Sesuai rencana aksinya, penyerangan dilakukan pada dini hari. Akan diusahakan tidak ada yang tahu sehingga operasi ini harus dilakukan pada suasana sepi atau dini hari secara diam-diam.
********
Waktu yang ditentukan pun tiba. Dua kapal besar disiagakan untuk berangkat menuju Vanaloka. Karena sudah biasa melakukan operasi malam hari, tidak ada halangan berarti yang dihadapi para prajurit kerajaan Ramdidu.
Singkat cerita, mereka sudah sampai di pelabuhan nelayan yang baru dibangun oleh kerajaan Vanaloka. Suasana pelabuhan nampak sepi dan tak ada penjagaan. Ini akan mempermudah aksi pencurian mereka.
“Wahai semua prajuritku, tugas kali ini akan kami bagi dua. Sebagian besar turun dari kapal dan berangkat ke gudang tambang di belakan pelabuhan ini. Sementara, beberapa orang harus berjaga-jaga di masing-masing kapal,” kata panglima perang Ramdidu yang bernama Bhumisura.
“Baiklah, kami akan berjaga-jaga di sini bersama lima prajurit di masing-masing kapal,” jawab seorang prajurit yang memang selalu bertugas di salah satu dari kapal tersebut.
“Aku minta, usahakan jangan menimbulkan banyak suara saat beraksi agar tidak ada kecurigaan di mata penjaga,” tambah Bhumisura.
“Tentu Tuan, kami akan selalu berhati-hati.”
******
Seperti rencana Ramdidu, semuanya berjalan dengan baik dan tertib, sementara hari masih cukup gelap dan turun sedikit gerimis. Tidak diduga sebelumnya, sepertinya tidak ada petugas yang berjaga-jaga di pelabuhan maupun di jalur menuju gudang tambang.
Di pihak lain, Rhabima secara diam-diam sudah menggerakkan pasukan khususnya, termasuk pasukan menyelam. Mereka diperintahkan bertindak setelah melihat para prajurit Ramdidu bergerak menuju gudang tambang. Syukurlah, mereka tidak terlihat oleh prajurit Ramdidu.
“Perhatikan, kalian bersepuluh harus membagi diri menjadi dua regu. Masing-masing melumpuhkan penjaga dan menyelam untuk membocorkan lambung kapal. Buat suasana sedemikian rupa agar semakin cepat laju kapal nantinya, air deras masuk menerjang penutup lubang yang dibuat sehingga kapal tenggelam lebih cepat ketika sudah berada jauh dari pelabuhan.”
“Siap Tuan,” jawab seorang prajurit.
******
Dini hari yang dingin mencekam dan diselingi hujan gerimis membuat dua petugas jagadi gudang kerajaan Vanaloka masuk ke dalam pos karena tak kuat berada di luar.
Ketika beberapa prajurit pembuka akses dari kerajaa Ramdidu datang dan mendekati gudang kedua prajurit tersebut dilumpuhkan. Tangan dan kaki mereka diikat, lalu mulut mereka disumpal dengan kain.
“Nah, sekarang mereka sudah tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa. Tugas kita menjadi lebih ringan. Ayo, ambil peti-peti di gudang sebelah sana. Cepat!!!” perintah Bhumisura.
Satu per satu prajurit Ramdidu mengangkut peti-peti permata itu dari gudang untuk dibawa ke atas kedua kapal Ramdidu. Dalam kurun waktu sekitar satu jam, hampir bisa dipastikan bahwa semua sudah diangkut ke kapal.
“ Ternyata, aksi kita kali ini jauh lebih mudah daripada yang kita perkirakan. Bahkan dalam simulasi kemarin, kita membuat beberapa rintangan karena ingin mengantisipasi segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi di lapangan,” kata Bhumisura.
Semua peti hasil jarahan atau curian itu sudah disusun rapi di geladak kedua kapal, sementara Bhumisura memerintahkan nakhoda kapal untuk segera berangkat. Langkah ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang bisa terjadi.
******
Setela berlayar barang selama setengah jam, Bhumisura baru ingat untuk mengecek para penjaga di kapal itu. Akhirnya, beberapa orang ditugaskan untuk mencaritahu keberadaan mereka sebab sedari tadi mereka tak nampak.
“Coba periksa di ruang kemudi, siapa tahu ia duduk-duduk di sana,” kata Bhumisura.
“Baik Tuan,” kata seorang prajurit Ramdidu.
“Waduuuh, sepertinya ada yang tak beres ini. Penjaga kita yang satu ini tewas, tapi sengaja didudukkan dengan hati-hati di ruang kemudi agar kelihatan seperti orang normal dan hidup.”
“Oh ya……, tolong segera periksa peti-peti yang kita bawa dari gudang permata itu. Apa saja isinya?”
“Maaf….Tuan. Peti-peti ini semuanya berisi batu sungai dimana seluruh permukaannya halus karena bergesekan atau bertumbukan dengan batu yang lain di sungai dan pantai.”
“Kita.. ini sudah dikibuli orang-orang Vanaloka. Maunya kita jarah batu permata mereka tapi yang kita dapatkan apa? Hanyalah kesialan, semua peti itu ternyata berisi batu kali yang halus.”
“Tuan….tuan, ada air mulai masuk ke kapal kita ini sehingga oleng-oleng. Apa yang harus kita lakukan?” kata seorang prajurit Ramdidu.
“Tidak perlu lakukan apa-apa. Kita terima saja nasib kita di sini. Mungkin kita ditakdirkan sampai di sini saja,” kata salah seorang prajurit yang kelihatan sudah pasrah menghadapi keadaan.
******
Benar saja, kedua kapal itu tenggelam tanpa sempat meminta bantuan ke darat atau pihak-pihak berwenang lainnya.
Terbukti, Vanaloka memiliki prajurit yang tangguh dan tahan banting di segala medan. Mereka memiliki integritas yang tinggi. Kendatipun disuap untuk merugikan kerajaan, mereka tetap setia walaupun juga mengambil uang suap yang diberikan oleh pihak musuh. *)