- SEJUK dan menyegarkan adalah kesan pertama ketika melihat sederatan pancuran di Pura Tirta Empul, Tampaksiring.
- Beberapa tamu lokal dan mancanegara ikut bergabung melakukan penyucian diri di air pancuran dan ada juga yang mengamati keindahan area di sekelilingnya
Ada mitologi tentang Raja Mayadenawa dari Bedahulu, seorang raja yang sakti, namun memiliki sifat jahat dan mengaku dirinya sebagai seorang dewa. Karena itu, ia bertindak semena-mena. Masyarakat tidak diizinkan melakukan upacara keagamaan untuk melakukan pemujaan dan memohon keselamatan kepada para dewa.
Nah, mitologi ini berkaitan dengan keberadaan Pura Tirta Empul yang didirikan di dekat mata air pada tahun 962 Masehi oleh Raja Sri Candrabhayasingha Warmadewa (dari abad ke-10 hingga ke-14) yang termasuk dinasti Warmadewa.
Perbuatan Mayadenawa tersebut kemudian diketahui oleh para dewa. Sebagai akibatnya, Dewa Indra lalu memimpin para dewa untuk menyerang Mayadenawa. Dalam pertempuran tersebut, Mayadenawa kalah dan melarikan diri ke arah utara desa Tampaksiring. Untuk menghilangkan jejak, Mayadenawa berjalan dengan memiringkan kaki ke tengah hutan. Berkat kesaktiannya, ia juga menciptakan mata air beracun yang mengakibatkan bala tentara Dewa Indra yang mengejarnya keracunan setelah meminum air tersebut.
Melihat kejadian itu, Dewa Indra segera menancapkan tombaknya dan “air keluar dari dalam tanah” (Tirta Empul). Air suci ini kemudian digunakan sebagai penawar racun bagi pasukan para dewa agar mereka dapat pulih kembali seperti sedia kala.
Kemudian, hutan yang digunakan Mayadenawa untuk melarikan diri dengan posisi kaki miring kini menjadi kawasan wisata Tampaksiring. Sedangkan di dekat mata air tersebut, tepatnya di Desa Manukaya, kemudian dibangun Pura Tirta Empul.
Ruang Pura Tirta Empul Tampaksiring ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Jaba Sisi (halaman paling luar), Jaba Tengah (halaman tengah) dan Jeroan (halaman paling dalam). Jaba Tengah memiliki dua buah kolam dengan beberapa pancuran yang diberi nama seperti pancuran penglukatan, pancuran sudamala dan pancuran beracun.
Selama berabad-abad, masyarakat Hindu di Bali meyakini mata air yang mengalir ke kolam Pura Tirta Empul Bali memiliki khasiat penyembuhan. Hingga sekarang, kepercayaan ini berlanjut dimana banyak orang Bali dan wisatawan mancanegara kemudian mandi dan berdoa untuk memohon ketenangan dan penyucian diri. Biasanya kunjungan ramai terjadi pada hari bulan purnama, Banyupinaruh dan hari-hari baik lainnya berdasarkan penanggalan kalender Bali.
Melukat atau penyucian diri tersebut dilakukan di pancuran suci secara bergiliran. Para tamu sudah disediakan kain dan selendang dengan sistem donasi. Sementara itu, untuk mencari gambar atau foto, ada banyak spot menarik seperti deretan pancuran, pintu gerbang, batu prasasti Pura Tirta Empul dan beberapa sudut lainnya.
O ya, bila berminat membeli cenderamata sebagai kenang-kenangan sudah mengunjungi objek wisata ini, di dekat area parkir ada banyak toko seni yang menjajakan aneka produk kerajinan lokal.