- PAKAIAN adat nusantara tidak hanya enak dipandang, tapi ia membuat bangga karena mewakili identitas kebinekaan bangsa kita
- Karena itu kita harus seringa menggunakan pada momen-momen kebangsaan seperti perayaan 17 Agustusan, serta turut melestarikan agar tidak diklaim bangsa lain
Momen perayaan HUT Proklamasi RI yang ke-77 tidak hanya diisi dengan upacara seremonial. Namun ada juga hal menarik yang ditampilkan dalam beberapa tahun belakangan ini, yaitu penggunaan pakaian adat nusantara. Tentu saja ini membuat suasana menjadi lebih meriah.
Mengapa meriah? Karena dengan jelas tampak elemen perekat kebangsaan di muka publik dalam acara yang sangat spesial. Jarang ada kesempatan semacam ini. Ragam pakaian adat itu mencerminkan kebinekaan dalam wujud nyata, yang dapat kita lihat dengan mata telanjang.
Aneka pakaian adat dari Sabang sampai Merauke memberi warna-warni yang indah. Keindahan ini tidak hanya membuat kita bangga dan bahagia namun juga menarik wisatawan untuk melihat dari dekat dan mengaguminya.
Kemenparekraf
Pada perayaan HUT Proklamasi Kemerdekaan, Menparekraf Sandiaga Uno mengenakan busana khas dari Suku Kaili, Palu, Sulawesi Tengah. Terdiri dari kemeja atau yang disebut Baju Koje dan sarung yang dalam pembuatannya melalui proses tenun tradisional.
Menteri Sandiaga mengenakan Baju Koje berwarna hijau dan sarung warna kuning dilengkapi dengan Siga sebagai aksesori kepala yang menggambarkan kebesaran masyarakat Kaili.
Siga adalah aksesori kepala yang digunakan oleh pria Suku Kaili. Warna warni dari sebuah aksesoris kepala pria merupakan salah satu simbol kebesaran masyarakat kaili di Kota Palu Sulawesi Tengah.
Masing-masing bagian dari pakaian adat tersebut memiliki makna. Ikat kepala yang khusus dikenakan oleh kaum laki-laki ini memiliki makna berkaitan dengan status sosial.
Kuning adalah warna tertinggi yang hanya dapat dikenakan oleh para raja (magau) dan bangsawan, warna biru menunjukkan strata sosial pemakainya yang memangku sebagai gubernur, wali kota, dan bupati atau perangkat pemerintah lainnya.
Lalu warna merah dapat dipakai oleh siapa saja tanpa membedakan kelas sosial. Namun kini di kota Palu siapapun dapat memakai ikat kepala Siga yang menjadi kebanggaan masyarakat Kaili tanpa melihat kasta si pemakai.
Sementara Wamenparekraf/Wakabaparekraf, Angela Tanoesoedibjo, mengenakan pakaian adat Rote, Nusa Tenggara Timur. Kain tenun warna hitam digunakan di seluruh tubuh sehingga membentuk seperti baju terusan dengan motif seperti burung merpati yang dipercaya sebagai simbol cinta, perdamaian, dan burung si pembawa kabar baik.
Kain tenun Rote Ndao cenderung berwarna gelap seperti warna hitam yang melambangkan kesetiaan, putih melambangkan kejujuran dan merah melambangkan kesatuan.
Wamen juga mengenakan aksesori seperti bula molik yang dipakai pada kepala, tepatnya pada dahi. Selain itu, ada selempang, sarung, serta ikat pinggang yang terbuat dari perak atau emas bernama pendi.
Referensi: wonderfulimage.id