- GASTRODIPLOMACY atau diplomasi kuliner adalah upaya suatu negara untuk meningkatkan reputasiny lewat promosi kuliner.
- Baru-baru ini, Kemenparekraf juga menyisipkan diplomasi serupa pada perhelatan ITB Berlin 2023
Gastrodiplomasi adalah praktek suatu negara yang berusaha meningkatkan reputasinya dengan memromosikan makanannya yang enak. Ini dapat berupa penyediaan makanan khas negara yang lezat pada jamuan makan malam kenegaraan, mendorong warga negara untuk membuka restoran asli etnis di luar negeri, atau mensubsidi pencetakan dan distribusi buku masak promosi.
Sejarah
Istilah gastrodiplomasi dan diplomasi kuliner sudah digunakan sejak awal tahun 2000-an yang dipopulerkan lewat karya sarjana diplomasi publik Paul Rockower dan Sam Chapple-Sokol.
Konsep awalnya dunyat pada artikel The Economist tahun 2002 tentang program Thai Kitchen of the World. Dalam sebuah artikel tahun 2011 yang diterbitkan di jurnal Taiwan Issues & Studies, Rockower menulis bahwa “Gastrodiplomasi didasarkan pada anggapan bahwa cara termudah untuk memenangkan hati dan pikiran adalah melalui perut.”
Chapple-Sokol dalam sebuah artikel yang terbit pada tahun 2013 di jurnal The Hague Journal of Diplomacy, diplomasi kuliner didefinisikan sebagai “penggunaan makanan dan masakan sebagai instrumen untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan meningkatkan interaksi dan kerja sama.
Diplomasi kuliner versus gastrodiplomasi
Kadang kedua istilah “diplomasi kuliner” dan “gastrodiplomasi” digunakan secara bergantian oleh banyak orang, kendatipun beberapa pakar membedakan istilah tersebut. Rockower, misalnya, mengklaim bahwa gastrodiplomasi mengacu pada alat diplomasi publik, sedangkan diplomasi kuliner berfungsi sebagai “sarana untuk memajukan protokol diplomatik melalui masakan”.
Contoh
Gastrodiplomasi atau diplomasi kuliner atau diplomasi pangan adalah jenis diplomasi budaya, sebagai bagian dari diplomasi publik. Ada adagium mengatakan bahwa “cara termudah untuk memenangkan hati dan pikiran adalah melalui perut.”
Program diplomasi kuliner resmi yang disponsori pemerintah sudah dilakukan oleh Taiwan, Singapura, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Indonesia.
Pemerintah Thailand, misalnya, memiliki program gastrodiplomasi yang sudah berlangsung lama, yang disebut Global Thai. Prakarsa ini diluncurkan pada tahun 2002, memberikan template dan pendanaan kepada orang Thailand yang ingin membuka restoran di luar negeri.
Setelah beberapa lama, prakarsa tersebut membuahkan hasil positif dimana restoran Thailand di luar negeri meningkat dari 5.500 pada tahun 2002 menjadi lebih dari 10.000 pada tahun 2011.
Seperti diharapkan, akhirnya prakarsa ini membuahkan hasil dimana orang asing mengasosiasikan Thailand terutama dengan makanan enak, daripada catatan hak asasi manusia yang kurang baik di negara tersebut.
Gastrodiplomasi
Terkait dengan Gastrodiplomasi ini, pada perhelatan ITB Berlin 2023 Kemenparekraf menginisiasi Indonesia Spice up the World dengan meluncurkan program “Indonesian Restaurant Fundraising (IndoStar),” yakni sebuah sebuah platform akses pembiayaan pertama bagi pengembangan bisnis restoran Indonesia di luar negeri (dikenal juga dengan diplomasi kuliner). Kehadiran program IndoStar diharapkan dapat meningkatkan kapasitas usaha bagi pengembangan bisnis restoran Indonesia di luar negeri, khususnya mengejar target berdirinya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri.
“Ini adalah pengembangan bisnis restoran di luar negeri yang akan menyentuh para diaspora, membuka dan mengelola 4.000 restoran baru dan juga restoran yang sudah beroperasi agar menjadi jejaring Indonesia Spice Up the World,” kata Sandiaga.
Sumber: Wikipedia, Siaran Pers Kemenparekraf