- KETIKA nelayan lainnya sibuk mengambil ikan yang tersangkut di jala bersama pasangan melautnya, seorang nelayan tunggal sibuk mengumpat.
- Karena rasa jengkel tidak mendapat ikan, ia pun berdoa dan memohon ikan paling besar
Hari itu cuaca di laut selatan Bali memang cukup cerah. Burung-burung camar beterbangan ke sana kemari dan sesekali menyambar ikan. Ini pertanda baik karena ada banyak ikan di area penangkapan ikan tersebut. Perahu nelayan yang melaut bergerombol dan mereka merasa senang sekali memanfaatkan momen ini.
Ada yang bergerombol dan ada juga yang melaut sendirian. Artinya dia membawa perahu sendiri serta memasang jala juga sendiri. Hal ini tidak menjadi masalah karena kadang ada yang memang cukup berangkat sendirian dan karena memang sudah terlatih melakukannya.
Mereka yang mujur pada hari itu sudah beberapa kali mendarat atau turun ke pantai karena keranjang ikannya sudah penuh. Dan di darat istri mereka masing-masing sudah siap menunggu ikan hasil tangkapan mereka. Ada juga yang istirahat sebentar untuk makan siang.
Melihat kawan-kawannya kelihatan sibuk karena mendapat banyak ikan, seorang nelayan pantai dengan perahu tunggal, sebut saja namanya Si Brewok, semakin gelisah karena tidak semujur kawan-kawannya. Maksud hati melaut sendirian agar hasil tangkapannya tidak dibagi dengan pasangannya, ia pun tidak semujur yang ia bayangkan.
Ia berpikir bagaimana caranya agar dalam waktu singkat bisa mendapatkan ikan banyak atau beberapa ikan besar. Jadinya ia bisa mengejar jumlah perolehan ikan-ikan kawannya.
Sudah beberapa kali ia berpindah lokasi penangkapan dengan mengayuh jukungnya (perahu) karena tidak memakai mesin tempel seperti beberapa kawannya. Ia sudah melempar jala ikan beberapa kali menjelang tengah hari. Namun tidak ada juga ikan yang kelihatan tersangkut di jalanya. Kemudian ia berdoa agar memperoleh ikan besar dan bisa menyalip peroleh ikan kawan-kawannya.
“Ya Tuhan, hari ini hamba tidak seberuntung kawan-kawan nelayan yang lain. Walau demikian hamba tidak apa-apa. Tetapi bila Engkau berkenan, berikan hamba beberapa ikan besar. Hamba akan sangat bersyukur.”
Setelah berdoa demikian, ia pun mencoba lagi berpindah lokasi penangkapan ikan dan melempar jala beberapa kali. Namun pada lemparan kelima, ia tersentak karena begitu ia menarik jala, seolah-olah ada perlawanan dari bawah air sana.
“Waduuh! Ikan apaan ini tarikannya kuat sekali, ya. Semoga saja ini adalah jawaban Tuhan atas doaku barusan untuk memohon beberapa ikan besar.”
Si Brewok pun bersiaga menghadapi kemungkinan bila itu benar-benar ikan besar yang tersangkut di jalanya. Perlahan-lahan ia menarik jalanya yang sedalam empat meteran. Semakin lama tarikan ikan di jalanya kok terasa semakin kuat dan seperti menggeser posisi jukungnya.
Nah benar saja, begitu menarik barang semeter, jukungnya sudah bergerak karena tarikan ikan di jalanya. Ia pun dibuat panik.
“Tolong-tolong! Tolong pak jukungku ditarik ikan besar.”
Dengan lantang, ia terus berteriak minta tolong tiada henti. Sementara jukungnya sudah meninggalkan lokasi semula. Beberapa kawannya yang membawa jukung bermesin tempel sudah merespons dengan mendekati jukung Si Brewok. Laju jukung Si Brewok semakin kencang.
“Tenang, tenangkan dirimu, Si Brewok. Usahakan cari pemutus tali jala,” teriak seorang kawannya.
“Kalau tidak ada pisau, pakai saja batu-batu pemberat bila ada. Atau apa saja,” teriak yang satunya lagi sambil terus mengepung jukung Si Brewok.
Barang sudah ada tujuh jukung yang sudah mengepung dan mengelilingin Si Brewok. Seru sekali! Tidak ubahnya seperti petugas keamanan yang sedang mengejar penjahat di tengah laut. Kawan-kawan nelayannya sangat sigap memberikan bantuan.
Tok…tok….tok…. plass. Tali jala Si Brewok berhasil diputus dengan memakai batu pemberat yang ada di jukunngya walaupun dalam keadaan panik. Nah, berkat bantuan kawan-kawannya itu, ia bisa keluar dan selamat dari malapetaka tarikan ikan besar tersebut.
Ikannya sih belum kelihatan, namun dari kekuatan daya tariknya, bisa dibayangkan, ikan itu sebesar jukungnya. Atau malahan mungkin lebih besar lagi.
“Terima kasih kawan-kawan atas bantuannya.”
“Mungkin ‘redaksi’ doaku tadi semestinya diubah. Tidak memohon ikan besar-besar. Cukup ikan-ikan kecil atau sedang seperti yang kawan-kawan tangkap,” kata Si Brewok kepada kawan-kawannya.
“Setelah kejadian ini aku tidak lagi melaut. Aku trauma dan mendingan cari pekerjaan yang lainnya saja,” kata Si Brewok mengakhiri percakapannya.
Memang redaksi doa juga perlu dibuat yang masuk akal dan tidak berisiko. Kalau keberatan nanti bisa tidak terkendali. Dan suasana hati juga harus tenang dan tidak terbawa emosi karena mungkin iri melihat yang lain mendapatkan banyak ikan.
Dan menurut kepercayaan lokal, kita tidak boleh berbicara sembarangan (tidak sopan) di tengah laut. Bila suasana hati lagi galau atau setelah bertengkar, misalnya, hendaknya tidak usah melaut karena bisa mendatangkan bahaya.