ESCAPISM, atau dalam Bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai pelarian atau penghindaran, adalah tindakan mental atau fisik yang dilakukan seseorang untuk menjauhi realitas kehidupan sehari-hari yang sering kali terasa monoton, penuh tekanan, atau tidak menyenangkan. Secara umum, Escapism dipandang sebagai mekanisme untuk mengalihkan perhatian dari tugas, kewajiban, atau stres yang dihadapi.
Dalam konteks psikologis, Escapism atau escapisme bukanlah hal yang selalu negatif. Mekanisme ini dapat menjadi cara yang sehat untuk mengisi ulang energi mental, mengelola kejenuhan (burnout), dan mencegah dampak negatif dari stres berkepanjangan. Pelarian yang sehat memberikan ruang bagi pikiran untuk beristirahat sebelum kembali menghadapi tantangan.
Definisi dan Penjelasan Escapism
Escapism melibatkan pergeseran fokus dari dunia nyata ke pengalaman, lingkungan, atau aktivitas yang imersif (mendalam) dan sangat berbeda. Pelarian ini bisa dibagi menjadi dua bentuk utama:
- Pelarian Pasif (Passive Escapism)
Ini melibatkan konsumsi hiburan yang membutuhkan sedikit usaha mental, seperti menonton film, bermain game sederhana, atau membaca novel fantasi. Tujuannya adalah untuk mengganti realitas dengan narasi yang lebih menarik. Dalam pariwisata, ini mirip dengan hanya berbaring di pantai tanpa melakukan aktivitas apa pun.
- Pelarian Aktif (Active Escapism)
Ini melibatkan partisipasi aktif dalam kegiatan baru yang menantang atau membutuhkan konsentrasi penuh, seperti mendaki gunung, mempelajari bahasa baru, atau berwisata ke tempat yang benar-benar asing. Bentuk ini lebih konstruktif karena tidak hanya mengalihkan pikiran, tetapi juga menciptakan rasa pencapaian, memperluas wawasan, dan membangun keterampilan. Pariwisata masa kini sangat didominasi oleh bentuk pelarian aktif ini.
Inti dari Escapism adalah kebutuhan mendalam manusia untuk mengalami “dunia lain”—sebuah tempat di mana aturan sosial, rutinitas kerja, dan ekspektasi tidak berlaku, bahkan hanya untuk sementara.
Keterkaitan Escapism dengan Pariwisata Masa Kini
Pariwisata modern telah berevolusi menjadi bentuk Escapism yang paling mahal, kompleks, dan diakui secara sosial. Tren perjalanan saat ini menunjukkan bahwa wisatawan tidak lagi hanya ingin melihat-lihat, tetapi ingin benar-benar “keluar” dari kehidupan mereka.
- Pencarian Keaslian (Authenticity)
Wisatawan mencari pelarian yang autentik. Mereka ingin pengalaman yang tidak dapat direplikasi di rumah—berinteraksi dengan budaya lokal, mencoba makanan tradisional di pasar terpencil, atau tinggal di akomodasi yang unik. Keaslian ini memberikan kedalaman pada pelarian mereka, membuat realitas sehari-hari terasa jauh.
- Tren Wellness dan Detoks Digital
Kenaikan drastis dalam Wellness Tourism adalah bukti nyata Escapism. Tamu datang ke resor bukan hanya untuk bersantai, tetapi untuk melarikan diri dari toksisitas kehidupan modern (stres pekerjaan, koneksi digital 24/7). Resor menawarkan program detoks digital, yoga intensif, dan diet sehat—semua dirancang untuk melepaskan diri dari kebiasaan buruk dan rutinitas.
- Experience Economy (Ekonomi Pengalaman)
Pariwisata saat ini didorong oleh pengalaman (misalnya glamping, voluntourism, atau adventure travel) alih-alih hanya produk (kamar hotel atau kursi pesawat). Pengalaman yang mendalam dan berkesan ini memberikan pelarian aktif yang dicari oleh wisatawan, karena memaksa mereka untuk fokus pada saat ini dan meninggalkan kekhawatiran masa lalu atau masa depan.
- Peran Media Sosial
Ironisnya, media sosial juga memperkuat Escapism. Foto-foto indah destinasi wisata berfungsi sebagai visual cue yang memicu keinginan untuk melarikan diri pada audiens. Destinasi yang “Instagrammable” menawarkan pelarian visual yang instan dan menjadi bukti fisik bahwa seseorang telah berhasil “keluar” dari rutinitasnya.
Singkatnya, pariwisata adalah industri Escapism yang dilembagakan. Dalam masyarakat yang bergerak cepat dan penuh tuntutan, kebutuhan untuk melarikan diri tidak akan pernah hilang. Oleh karena itu, industri pariwisata terus berinovasi, menawarkan pelarian yang semakin unik, mendalam, dan transformatif untuk memenuhi dahaga manusia akan dunia yang berbeda dari miliknya. (*)








