- TIKUS merajalela merongrong padi di lumbung Pak De hingga membuatnya kesal dan mau membakar lumbungnya
- Untunglah datang Pak Kaling yang mencegahnya sehingga ia terhindar dari bahaya lebih besar
Pak De sangat geram dengan serangan tikus yang memakan padinya di lumbung. Selain gabah hasil panen musim yang lalu, di sana ia juga masih menyimpan stok padi lokal tempo dulu. Yang pasti bila digiling, berasnya sudah berwarna merah. Nasinya pasti enak walau hanya berlauk udang kecil goreng…..
Rasa kesalnya itu pun terus membara dalam seminggu ini dan hanya ditumpahkan kepada istrinya. Sayang sekali saran-sarannya tidak pernah mempan untuk meredakan amarah suaminya itu.
“Bu, coba Ibu pikir, siapa yang tidak kesal atau marah bila padinya dirusak tikus seperti di lumbung kita itu.”
“Semua orang pasti akan marah to Pak. Tapi carilah cara yang aman untuk meredakan serangan itu.”
“Cara apalagi yang harus dipakai? Hampir tidak ada celah pada dinding lumbung kita. Semuanya sudah Bapak perbaiki. Dengan begitu mestinya sudah aman. Tapi??? Aaahh…”
*********
Keesokan harinya, ia naik ke lumbung untuk memeriksa kembali keadaan padinya. Begitu ia membuka pintu lumbung, ia menyaksikan pemandangan yang tidak ingin dilihatnya. Bulir-bulir padinya berantakan.
“Kalau keadaannya seperti ini, saya harus segera cari jalan keluarnya. Paling tidak bisa meredakan serangan itu,” gumamnya.
“Bagaimana kalau kita pasangi racun tikus saja, Pak?” saran isterinya dari dapur karena ia melihat suaminya mondar-mandir di samping lumbung.
“Yaa, kita coba saja, siapa tahu manjur Bu.”
Saran tersebut pun dicoba oleh Pak De. Ia membeli racun tikus yang berbentuk kubus seperti gambir di warung terdekat. Racun tikus itu dipasang di setiap sudut lumbung, baik di dalam maupun di luar. Harapannya, pada keesokan harinya ia bisa menemukan cara tersebut bekerja efektif.
*********
Sebelum matahari terbit ia sudah bangun dan tidak sabar untuk melihat hasil kerjanya, apakah ada tikus yang mati di lumbungnya. Ia membawa lampu senter untuk memeriksa naik.
“Waaah…. di sini ada mati seekor. Nah, di sebelah sana ada lagi satu. Berarti ini sudah bekerja seperti yang saya harapkan.”
“Buu, ini dua tikus mati di lumbung kita. Itu lho…. berkat saran Ibu kemarin.”
“Ya, kan tidak ada salahnya mencoba Pak. Itu artinya kita dapat mengurangi dua tikus.”
“Bagaimana di lumbung sebelah Pak? Apa gak diperiksa juga sekarang?”
“Nanti saja Bu. Agak siangan sedikit.”
“Ya, terserah Bapak lah.”
***********
Pak De merasa penasaran. Setelah agak siang, ia memeriksa lumbung di sebelahnya lagi. Perlahan-lahan ia buka pintunya. Diamatinya dari sudut ke sudut.
“Waduuh…. di sini kok berantakan. Lagi-lagi bulir padinya berserakan seperti diacak-acak begini. Tak satupun kelihatan tikus mati di sini.”
Amarah Pak De semakin menjadi-jadi setelah melihat keadaan di dalam lumbung itu. Tadi paginya ia menemukan dua bangkai tikus, itu cukup mengobati kejengkelannya. Karena tadi masih agak gelap, hanya dibantu lampu senter saja, ia memeriksa kembali di lumbung itu.
“Tadi kok aku tidak lihat ya? Ternyata di sini juga berserakan bulir-bulir padinya!!! Kalau begini, ia harus dikasi pelajaran serius! Tidak boleh dibiarkan, sekalian tabuh genderang perang!!!” gumamnya.
“Bu, nanti petang kita siapkan orang untuk membakar tikus-tikus itu. Kita kasih umpan biar mereka masuk dulu. Kumpulkan tetangga untuk ikut serta.”
“Ya…terserah Bapak lah. Habis upaya kita sudah maksimal, tapi hasilnya mana?”
Sebelum sore tiba, Pak De sudah menyiapkan ‘alat perang’ berupa beberapa obor untuk membakar tikus-tikus itu. Tetangga dekat sudah semua diberitahu untuk membantu.
Nah, begitu waktunya tiba mereka sudah berdatangan. Mereka menunggu aba-aba untuk bergerak dari Pak De. Entah apa yang akan diperintahkan olehnya.
“Maaf Pak De, nanti rencananya kita akan berburu tikus dimana?” tanya salah seorang tetangga.
“Di sini Pak, di dalam lumbung.”
“Rencananya, nanti kita berburu pakai apa?”
“Bapak sudah siapkan beberapa obor.”
“Lho? Pakai obor to? Itu kan berbahaya Pak De. Nanti lumbung Bapak bisa terbakar!”
“Gak apa-apa, aku sudah terlanjur jengkel begini. Kalau sampai terbakar, nanti dibangun lagi. Kepalang basah aku!”
“Ya, sudahlah kalau begitu maunya Pak De.”
Semua obor sudah dinyalakan dan dibagikan kepada masing-masing tetangga yang ikut. Bak pasukan akan bertempur ke medan perang, mereka sudah siaga dengan obor masing-masing. Tiba-tiba ada seseorang yang datang sambil berlarian ……………..
“Berhenti, berhenti!! Ada apa ini kok bawa obor segala kan parade ogoh-ogohnya sudah lewat?” tanya Pak Kaling (Kepala Lingkungan).
“Ini Pak De mau berburu tikus di lumbungnya. Tikus-tikus merajalela di situ dengan mengobrak-abrik padinya,” jawab salah seorang tetangga.
“Mana Pak De-nya?”
“Oh, ini dia datang Pak Kaling!”
“Pak De, ini apa-apaan pakai obor segala? Benar mau berburu tikus di lumbung?”
“Benar Pak Kaling.”
“Begini Pak De, saya sebagai aparat penangungjawab lingkungan di sini, mohon dihentikan aksi berburu ini. Terlalu berbahaya!”
“Lho? Kok dihentikan Pak Kaling, saya terlanjur marah ini dengan tikus-tikus yang sudah mengobrak-abrik lumbung saya.”
“Saya turut perihatin Pak De dengan kejadian ini. Tapi kan masih ada cara-cara lain yang lebih aman untuk mengatasinya. Selain potensi kebakaran pada lumbung Pak De sendiri, bahaya ini juga mengancam rumah tetangga di sebelah, Apalagi ada banyak vila beratap alang-alang. Memangnya Bapak mau bertanggung jawab bila itu terjadi?”
“Tidak….tidak Pak Kaling!”
“Maka dari itu, kita harus memikirkan dengan matang-matang setiap tindakan yang akan diambil untuk menyelesaikan sebuah masalah. Tidak boleh emosional. Coba bayangkan Pak De, mengapa harus sampai membakar lumbung sendiri hanya karena berurusan dengan tikus-tikus itu.”
“Terus menurut Pak Kaling, apa yang harus saya lakukan?”
“Begini Pak De. Ketika mengambil suatu tindakan, padi dan lumbung Pak De sebagai aset itu harus tetap dalam kondisi aman. Lalu penanganan fokuskan pada tikusnya saja.”
“Maksud Pak Kaling?”
“Untuk membasmi tikus-tikus itu, Pak De bisa memasang racun, memasang jebakan, memasang lem atau berburu bersama beberapa kucing.”
“Saran-sarannya sih kedengaran bagus, tapi prakteknya susah Pak Kaling.”
“Tidak susah kok. Nanti, saya dengan beberapa warga siap membantu Pak De membereskan tikus-tikus itu.”
“Nah, kalau yang ini saya baru senang mendengarnya Pak!”
“Pasti Pak. Kalau Bapak ada masalah, mari kita duduk bersama dan diskusikan. Niscaya kita akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik dan aman.”
“Baik Pak, untung Pak Kaling tadi datang, kalau tidak mungkin lumbung saya sudah terbakar sedangkan tikusnya belum tentu ketangkap. Terima kasih Pak Kaling.”
“Sama-sama Pak, kan itu memang tugas saya untuk melindungi dan mengayomi warga semua.”