- HAMPIR 22 tahun sudah Kama-san tidak bisa tidur secara normal. Hanya bisa sekitar dua jam semalam
- Seorang sahabat mengajaknya konsultasi ke orang pintar dan akhirnya mendapat ‘kesembuhan’
Ombak di pantai yang berpasir putih siang itu cukup tinggi, bergulung-gulung dan saling kejar. Langitnya cerah dan angin berkecepatan sedang. Sementara sang mentari bersinar tidak terlalu panas karena diselimuti sedikit awan yang silih berganti. Ini adalah kesempatan yang baik untuk aktivitas berselancar.
Kama adalah seorang warga Jepang, peselancar berpengalaman yang sudah lama menetap di Bali dan fasih berbahasa Indonesia. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera ia mengambil papan selancarnya agar dapat mencicipi ketinggian dan kedahsyatan ombak pada hari itu. Padahal hari itu, ia sebenarnya libur.
Kebetulan siang itu ia ingin buru-buru pulang karena sudah minta izin dan sore harinya ingin pergi ke rumah Jro Balian (orang pintar). Ia perlu berkonsultasi tentang kondisi kesehatannya dan ditemani oleh seorang sahabat, Ketut Doe.
*******
Oh ya, Jero Balian itu hanya buka praktek pada sore hari, sedangkan pada siang harinya ia bekerja sebagai teknisi AC. Ini adalah buah kesepakatannya dengan ‘sesuhunan niskala’ atau alam gaib agar ia juga dapat menjalankan profesinya untuk menafkahi keluarga. Sedangkan ‘profesi’ sebagai penyembuh adalah panggilan niskala untuk melayani orang lain.
Konon, pasiennya tidak terlalu banyak. Namun, menurut pengakuan beberapa pasien yang sudah pernah datang ke sana, hal itu terjadi karena setelah kunjungan kedua, biasanya mereka sudah sembuh.
Ketut Doe mengantar Kama-san (Pak Kama) ke rumah Jro Balian dengan berpakaian adat Bali madya, yang terdiri dari kemeja, kain dan selendang sebagai ikat pinggang.
“Swastyastu!” kata Ketut Doe bersama Kama-san.
“Swastyastu! Mari silakan masuk. Maaf, tempatnya agak berantakan ini,” kata Jro Balian.
“Maaf Jro, ini canangnya.”
“Baik.”
Setelah menaruh canangnya di tempat suci, Jro Balian memercikkan air suci pembersihan kepada Kama-san dan Ketut Doe.
“Maaf, kalau boleh tahu, siapa yang ingin berobat ke sini,” tanya Jro Balian.
“Ini Jro, teman saya, namanya Pak Kama.”
“Oh begitu. Mari kita berdoa bersama agar apa yang menjadi tujuan kita tercapai sesuai harapan.”
“Kama-san, silakan berdoa sesuai keyakinan kamu,” bisik Ketut Doe pada Kama-san.
“Okay…okay,” jawab Kama-san.
“Nah, sekarang sudah selesai,” kata Jro Balian sambil memercikkan air suci dan membagikan bija (beras) pada akhir persembahyangan.
“Kama-san, silakan duduk dekat sini. Apa keluhannya?”
“Begini Jro, sudah lama saya tidak bisa tidur malam secara normal. Paling-paling hanya bisa tidur 2 jam semalam.”
“Sudah berapa lama keadaan ini berlangsung?”
“Kira-kira sudah 20an tahun Jro.”
“Wahh…. lama sekali, ya. Apa ada bagian tubuh yang merasa sakit atau pikiran yang terganggu mungkin?”
“Tidak ada Jro. Tidak ada sakit ataupun gangguan pikiran. Beberapa kali saya sudah cek medis di negara saya, katanya sih tidak ada masalah ya.”
“Begini saja, saya coba kasih minyak ini untuk dibalurkan di sekujur tubuh agar bisa memberi efek ketenangan. Kalau tidak ada perubahan, silakan datang ke sini dua atau tiga hari lagi.”
“Terima kasih Jro.”
******
Minyak urut tersebut digunakan oleh Kama-san. Ia berharap akan ada perubahan karena sudah lama sekali menderita tidak bisa tidur secara normal, seperti orang kebanyakan.
Selama dua hari penggunaan minyak urut tersebut, ia merasa belum ada perubahan. Sekali lagi ia meminta bantuan Ketut Doe untuk mengantarnya kembali ke Jro Balian.
******
Sore itu, Kama-san mendapat antrian nomor dua. Dengan sabar ia menunggu giliran tersebut dan sangat asyik berbincang-bincang dengan Ketut Doe tentang suka dan dukanya dalam aktivitas wisata selancar.
Nampaknya, pasien di depan Kama-san sudah selesai. Dan kini tiba gilirannya dipanggil Jro Balian. Ketut Doe menyodorkan canang yang dibawanya kepada Jro Balian.
Seperti biasa, terapi diawali dengan persembahyangan bersama. Setelah itu mereka diperciki air suci dan diberikan bija.
“Gimana Kama-san, apakah sudah ada perubahan?” tanya Jro Balian.
“Maaf, belum ada Jro. Kondisinya masih sama.”
“Oh begitu ya. Baiklah, kita coba pendekatan yang berbeda. Ehemm…..apakah Kama-san pernah mengalami kecelakaan atau peristiwa besar di masa lalu yang hingga mengguncang pikiran?”
“Hmmm,…….. ya pernah Jro.”
“Apa itu, tolong diceritakan!”
“Begini, pada waktu itu saya baru datang di pulau ini. Saya berselancar di pantai dekat tebing itu. Karena namanya orang baru dan tak tahu persis mengenai medan, motor trail saya nyelonong dan jatuh ke jurang, tidak sih terlalu dalam.”
“Lalu apa yang terjadi pada Kama-san?”
“Saya tak sadarkan diri. Ketika sadar, saya sudah mendapati diri terbading di rumah sakit. Di sana dirawat selama 10 hari. Ada lecet-lecet dan patah tulang pada kaki sebelah.”
“Apakah ada peristiwa lainnya?”
“Saya rasa tidak ada. Itu saja Jro.”
“Baiklah, nanti saya akan buatkan ritual kecil namanya ‘ngulapin’ agar membantu pemulihan jiwa akibat syok karena peristiwa itu apalagi badan fisik sampai cedera dan dirawat di rumah sakit.”
“Silakan Jro, terima kasih. Apakah saya perlu datang ke lokasi kejadian pada waktu itu?”
“Tidak. Tidak. Kita cukup lakukan dari depan pintu masuk ke rumah ini saja.”
Sesajen pun disiapkan untuk ritual ngulapin tersebut. Mengingat kejadian sudah sangat lama, Jro Balian meminta salah satu barang (jaket parasut) sebagai representasi Kama-san, sang korban, untuk dibawa ke lokasi ritual, dalam hal ini dari depan rumah Jro Balian.
Setelah ritual selesai, Kama-san diberikan air suci dan minyak urut seperti biasanya untuk dipakai sebagai sarana penyembuhan fisik.
Seperti dianjurkan, Kama-san pun menggunakan minyak urut tersebut di rumahnya dengan harapan itu bisa membantu kesembuhannya.
*******
Keesokan harinya, ia merasa tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik kepada Jro Balian. Rasanya ada sesuatu yang tak terbendung di dalam pikirannya. Seperti biasa, pada sore hari itu Kama-san diantar kembali oleh Ketut Doe, sahabatnya.
“Swastyastu Jro!” sapa Kama-san ketika memasuki halaman rumah Jro Balian dengan begitu bersemangat.
“Swastyastu. Apa kabar Kama-san?” jawab Jro Balian.
“Saya ada kabar baik, Jro.”
“Gimana? Silakan duduk dulu, sini.”
“Saya saya sudah merasa mendingan Jro. Tadi malam saya bisa tidur 4 jam.”
“Ya, baguslah kalau begitu. Berarti sudah ada perubahan untuk Kama-san.”
“Saya juga merasa senang Jro. Tadi pagi-pagi ia sudah menelpon saya. Minta diantar ke sini. Sepertinya sudah tidak sabaran!” kata Ketut Doe.
“Ya, itu anugerah Tuhan berkat usaha Kama-san dan kesabarannya yang akhirnya berbuah manis.”
“Saya tetap berterima kasih kepada Jro yang sudah membantu saya, mengakhiri penderitaan saya yang sudah berlangsung selama 20an tahun ini.”
“Sama-sama Kama-san. Semoga tidak kambuh lagi ya.”
Diantar oleh Ketut Doe seperti biasanya, Kama-san mohon diri dan wajahnya tampak berbinar-binar karena kesehatannya sudah berangsur-angsur pulih, walaupun belum sepenuhnya.
*******