Kodok dan Pipit yang Bersahabat

Kodok hijau
Ilustrasi kodok hijau dan burung pipit. (Image: Dibuat dengan AI/Nusaweek)
banner 468x60

DI PINGGIR sebuah kolam yang tenang, di antara rerumputan hijau dan bunga-bunga teratai, hiduplah seekor Kodok bernama Koko. Koko bangga dengan lompatannya yang lincah dan suaranya yang paling nyaring. Di dahan pohon jambu air yang menjulang di tepi kolam, bersaranglah seekor Burung Pipit bernama Pipi. Pipi terkenal dengan kicauannya yang merdu dan kelincahannya terbang.

Koko dan Pipi awalnya adalah musuh bebuyutan.

Read More

Suatu pagi, saat Pipi sedang asyik berkicau, Koko meloncat tepat di bawahnya dan berteriak, “Kuaaak! Berisik sekali! Bisakah kau diam? Suaramu itu cempreng, tidak semerdu suaraku!”

Pipi menukik sedikit ke bawah dengan marah. “Apa katamu, si lompat-lompat hijau? Suaraku merdu, aku menyanyikan melodi alam. Suaramu itu hanya teriakan jelek yang mengganggu tidurku!”

“Teriakan jelek? Setidaknya aku tidak perlu terbang tinggi-tinggi untuk merasa penting!” balas Koko sambil menyipratkan air.

“Aku terbang untuk melihat dunia, kau hanya melihat lumpur dan lumut! Dasar katak kolam!” Pipi mencicit, lalu terbang menjauh.

Permusuhan itu berlangsung terus-menerus. Koko akan menertawakan Pipi jika ia gagal menangkap serangga, dan Pipi akan mengejek Koko yang terkejut saat bayangan burung elang melintas.

*****

Kesulitan Mempertemukan

Sampai suatu sore yang gelap, badai tiba-tiba datang. Angin menderu, dan hujan turun deras. Kolam Koko meluap, membuat sarangnya di bawah akar pohon terendam. Pipi, yang sedang mencari makan, tak sempat kembali ke sarangnya. Ia berteduh di lubang pohon yang licin dan tinggi.

“Aduh, dingin sekali,” gumam Pipi, menggigil. Ia mencoba melompat ke dahan lain, tapi cengkeramannya lemah karena basah. Ia terpeleset dan hampir jatuh.

Koko, yang berjuang menjaga kepalanya tetap di atas air, melihat Pipi dalam bahaya. “Hei, Pipit!” teriak Koko di tengah gemuruh hujan. “Jangan gerak! Tempatmu licin!”

Pipi mendongak. “Aku… aku tidak bisa kembali ke sarangku! Jalanannya tertutup air!”

Koko tahu, ia tak bisa terbang untuk menolong. Pipi tahu, ia tak bisa berenang atau melompat sejauh Koko. Ada jarak yang memisahkan mereka, bukan hanya jarak fisik, tetapi juga rasa gengsi.

“Koko, airnya naik!” Pipi mulai panik. Ia melihat sebuah daun talas besar yang mengambang mendekat. “Koko, lompat ke daun talas itu! Aku akan mencoba terbang dan menarik ujungnya ke arah pohon!”

Koko ragu. Itu ide Pipit. Tapi ia harus bertahan. “Baiklah! Tapi jangan coba-coba menjatuhkanku!”

“Aku tidak akan!” balas Pipi.

Koko melompat dengan sekuat tenaga dan mendarat di daun talas yang bergoyang. Saat itu juga, Pipi memberanikan diri terbang rendah, mencengkeram tangkai daun dengan paruhnya, dan menariknya sedikit demi sedikit ke arah dahan pohon yang aman.

Dengan susah payah, akhirnya Koko berhasil berpegangan pada akar pohon yang lebih tinggi, dan Pipi berhasil mendarat dengan aman di dahan.

******

Tumbuhnya Persahabatan Sejati

Badai mereda, menyisakan keheningan. Koko dan Pipi saling berpandangan.

“Terima kasih, Koko,” kata Pipi pelan. “Lompatanmu hebat.”

“Sama-sama, Pipi,” balas Koko. “Paruhmu kuat sekali. Kau mempertaruhkan diri untukku.”

Pipi tersenyum. “Kau menyelamatkanku dari air yang dingin. Aku senang kau melompat cepat.”

Sejak hari itu, permusuhan mereka sirna. Koko sering menasihati Pipi tentang serangga mana yang harus dihindari di bawah air, dan Pipi akan memberitahu Koko jika ada bahaya dari langit.

Suatu hari, Pipi jatuh sakit. Koko yang khawatir, tidak bisa memberinya makanan. Ia teringat cerita Pipi tentang madu dari sarang lebah di hutan. Koko tahu, ia tak bisa pergi ke hutan. Tapi ia bisa meminta bantuan teman-teman kodoknya yang lain untuk menyampaikan pesan ke hewan-hewan lain yang bisa terbang ke sana.

Tak lama kemudian, Pipi dikejutkan oleh kedatangan burung kolibri yang membawakan tetesan madu manis. “Koko memintaku membawakan ini untukmu,” kata kolibri itu. “Dia bilang kau membutuhkannya untuk suaramu yang merdu.”

Pipi menatap Koko, yang tersenyum lega dari tepi kolam. “Kau benar-benar sahabat terbaik,” cicit Pipi penuh haru.

Koko tersenyum tulus. “Kau juga. Sekarang, mari kita dengarkan kicauanmu yang merdu itu!”

*****

Pesan Moral: Perbedaan dan permusuhan hanyalah penghalang yang bisa kita singkirkan. Persahabatan sejati dan rasa saling membantu akan tumbuh saat kita mau mengakui kekuatan orang lain dan melupakan perbedaan demi kebaikan bersama. Setiap makhluk, sekecil atau seaneh apapun, memiliki peran penting yang dapat menyelamatkan kita di saat kita kesulitan. (*)

banner 300x250

Related posts