SEKILAS suasana kantor travel itu nampak biasa-biasa saja. Namun di balik kesibukan gemerlap industri pariwisata, ada rahasia yang terpendam. Kantor travel yang tampak sempurna di mata wisatawan ternyata menyembunyikan permainan licik—data handling pax diubah sehingga bonus karyawan menjadi berkurang.
Namun, ketika kebenaran mulai terkuak, layaknya puzzle yang akhirnya menemukan potongan terakhirnya, satu pertanyaan muncul: seberapa jauh seseorang rela mengorbankan kepercayaan demi ambisi pribadi? Inilah kisah tentang ambisi, pengkhianatan, dan keadilan yang tak terelakkan…”
****
Di sebuah perusahaan biro perjalanan wisata terkemuka bernama AstraTours, suasana biasanya riuh dengan tawa para karyawan yang sibuk menindak lanjuti pemesanan kamar, menyiapkan voucher hotel dan itinerary untuk kedatagan keesokan harinya. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, ada yang tidak beres. Laporan bulanan yang biasa menunjukkan jumlah handling pax (jumlah tamu yang ditangani) mendadak turun drastis, padahal jumlah pemesanan kamar dan optional tours meningkat.
Pada tiga bulan sebelumnya, handling pax tercatat lebih rendah dari yang seharusnya, yang berarti bonus tahunan karyawan yang biasanya menggembirakan kali ini mengecewakan. Berdasarkan booking-an final yang ditangani toga bulan terkahir cenderung terus naik. Bahkan, karyawan harus lembur karena volume pekerjaan yang banyak.
Anehnya, angka-angka jumlah handling pax itu seakan dimanipulasi, tetapi tak ada yang mengaku saat rapat manajemen dan serikat pekerja. Semua karyawan beralibi kuat, tak ada yang tampak mencurigakan. Namun, manajemen kelihatan gelisah—penurunan angka ini terasa janggal dan misterius.
Di tengah hiruk-pikuk kecurigaan, Adito, kepala divisi EDP (Electronic Data Processing) yang pendiam namun sangat cermat, mulai melakukan penyelidikan kecil-kecilan. Ia tahu bahwa data digital selalu meninggalkan jejak, dan itulah yang akan ia kejar.
Di ruang rapat, suasana terasa tegang. Bos besar, Pak Arman, tampak gelisah. Matanya menyapu seluruh ruangan, mencari jawaban yang tampaknya tersembunyi dari wajah-wajah para karyawan.
“Ada yang bisa menjelaskan kenapa jumlah handling pax turun drastis, padahal bookingan tamu jumlahnya terus naik?” tanya Pak Arman dengan nada menuntut.
Semua terdiam. Beberapa karyawan saling melirik, berharap ada yang bisa memberikan penjelasan. Rina, keponakan Pak Arman yang baru saja bergabung sebagai staf magang, duduk tenang di sudut, tidak menunjukkan tanda-tanda kecemasan.
“Tidak ada yang mengaku?” suara Pak Arman terdengar semakin berat.
Doni, staf IT baru, mengangkat tangan ragu. “Pak, dari sisi teknis, saya sudah cek sistem kami. Tidak ada kerusakan atau bug yang bisa menyebabkan laporan ini salah.”
Pak Arman mengangguk pelan, tapi keningnya tetap berkerut. “Baik, kita lanjutkan penyelidikan. Saya ingin tahu siapa yang bertanggung jawab.”
Setelah rapat bubar, Adito diam-diam menyusun rencananya. Ia tidak percaya masalah ini terjadi secara kebetulan. Ada sesuatu yang tidak beres, dan ia berniat menemukannya.
Hari pertama penyelidikan:
Adito memulai penelitiannya dengan memeriksa data di server perusahaan. Dia mencari tahu kapan perubahan data pada laporan handling pax terjadi. Ia mencocokkan data yang di-recovered terakhir. Dalam keheningan kantornya, hanya terdengar bunyi klik-klik keyboard. Mata Adito terpaku pada layar.
“Ah, ini dia,” gumamnya sendiri. “Tanggal 12, jam 02:14 dini hari. Siapa yang kerja tengah malam?”
Dengan cepat, Adito mencatat waktu kejadian itu dan workstation yang digunakan. “Workstation ini… sepertinya di ruangan IT,” lanjutnya.
Keesokan harinya, Adito memutuskan untuk menggali lebih dalam. Ia memeriksa rekaman CCTV di sekitar ruangan IT pada tanggal dan waktu tersebut
Hari kedua penyelidikan:
Adito menatap layar komputer di ruang EDP. Rekaman CCTV menunjukkan Doni masuk ke ruangan IT pada tengah malam. Tapi ada sesuatu yang tidak sesuai.
“Doni… kenapa kau keluar hanya setelah beberapa menit?” bisiknya sambil memutar ulang rekaman.
Namun, saat ia mempercepat rekaman, ada sosok lain yang masuk setelah Doni pergi. Sosok yang mengenakan hoodie. Adito memperlambat tayangan saat sosok itu mendekati workstation yang terdeteksi sebelumnya. Sosok itu melepas hoodie-nya, memperlihatkan wajah yang tak asing lagi: Rina.
Adito terhenyak. “Keponakan bos?!”
Hari ketiga penyelidikan:
Setelah mendapat bukti dari CCTV, Adito langsung mengecek log akses pintu kantor malam itu. Seperti yang diduga, akses menggunakan kartu milik Doni, tetapi waktu keluar tak sesuai dengan waktu masuk yang sebenarnya.
“Kartu Doni… dipakai lebih lama dari yang terlihat di CCTV,” pikirnya.
Dengan semakin yakin bahwa Rina telah memanipulasi data dan menggunakan akses orang lain, Adito kembali ke laporan keuangan untuk memeriksa lebih lanjut. Dia menemukan bahwa uang bonus yang seharusnya dialokasikan untuk karyawan hilang secara besar-besaran pada tanggal yang sama
Hari penyelesaian:
Adito memutuskan untuk mengumpulkan seluruh bukti dan membawa temuan ini ke manajemen. Di ruang rapat yang lebih kecil dan privat, Adito mempresentasikan temuannya kepada Pak Arman dan beberapa manajer senior.
“Saya telah memeriksa server dan menemukan bahwa perubahan data handling pax dilakukan pada tanggal 12, jam 02:14 dini hari, dari workstation di ruangan IT,” kata Adito membuka presentasi.
Pak Arman mengernyitkan dahi. “Tengah malam? Siapa yang bekerja saat itu?”
“Doni memang berada di ruangan itu,” lanjut Adito sambil menunjukkan rekaman CCTV, “tapi dia keluar beberapa menit kemudian. Orang yang melanjutkan pekerjaan setelahnya adalah seseorang yang menggunakan aksesnya.”
Adito memutar rekaman CCTV di layar besar. Semua mata tertuju pada layar saat sosok dengan hoodie muncul dan melepas penutup kepalanya. Pak Arman langsung terdiam, wajahnya memucat.
“Itu… Rina?” gumamnya.
Adito melanjutkan, “Saya juga menemukan penarikan uang besar-besaran yang tidak tercatat dalam laporan resmi. Melihat jumlah handling pax yang menurun drastis dari yang seharusnya akan berdampak langsung pada bonus yang diterima karyawan pada akhir tahun. Dari rekaman, jelas bahwa Rina-lah yang melakukan manipulasi data tersebut.”
Ruangan seketika sunyi. Pak Arman menunduk, tidak percaya bahwa keponakannya sendiri telah melakukan penggelapan. Rasa kecewa yang dalam tampak di wajahnya.
Setelah beberapa saat hening, Pak Arman berkata dengan suara berat, “Terima kasih, Adito. Aku akan menangani ini secara pribadi.”
Keesokan harinya, Rina dipanggil ke kantor pusat. Awalnya ia mencoba menyangkal, namun bukti yang ditampilkan oleh Adito terlalu kuat untuk diabaikan. Akhirnya, ia mengaku bahwa dialah yang memanipulasi data tersebut. Setelah diusut lebih lanjut di ruangan terpisah, ternyata Rina melakukan tindakan itu atas perintah manajer akunting, lalu dibantu oleh staf IT yang bernama Doni.
Sementara itu, Adito yang tak ikut meeting dengan Rina kembali ke ruangannya dan merasa lega namun tidak bangga. Baginya, ini hanyalah bagian dari pekerjaannya sebagai penjaga integritas data perusahaan. Dunia digital, dengan segala kecanggihannya, selalu menyimpan kebenaran yang bisa diungkap oleh mereka yang tahu cara melihatnya. (*)