ADA seorang tokoh kampung yang bernama Johan Doe yang terkenal baik hati dan dermawan di kampungya. Selain kedua sifat tersebut, ia juga dikenal suka pamer barang-barang bermerek terkenal dan suka ikut lomba. Walaupun tak selalu menang, paling tidak ada bahan cerita untuk kawan-kawannya.
Suatu hari, Pak Doe memutuskan untuk ikut perhelatan wisata olah raga di kawasan wisata pantai berupa lomba triatlon kreatif yang terdiri dari tiga etape: yaitu berjalan cepat, berenang, dan berlari. Walaupun usianya sudah bisa dikatakan tidak muda lagi, sekitar 50an, Pak Doe merasa yakin bisa menang, walaupun bukan di posisi teratas.
Etape Pertama: Berjalan Cepat
Di etape pertama yang dimulai pagi hari, Pak Doe gagal meraih juara, dan tidak masuk lima besar. Walaupun sudah dengan semangat 45 dan tekad yang kuat, dia tak berhasil mengalahkan peserta lainnya dengan mudah. Memang ada persyaratan bahwa semua peserta wajib memungut sampah pantai di depan kafe-kafe seafood yang dilewati, baik itu sampah plastik maupun ranting-ranting kayu. Kemudian menaruh sampah yang dipungut itu di sebuah truk dump yang ada di garis finish berjalan cepat.
Pak Doe mengambil banyak sampah hingga kantongnya penuh akibatnya ia pun susah bisa berjalan cepat. Ia beranggapan jumlah sampah yang dipungut turut menentukan nilai. Sementara yang lain hanya mengisi seperempat atau maksimal sepertiga kantong sehingga bisa berjalan cepat. Memang sih tak ada persyaratan yang mewajibkan untuk mengisi kantong itu hingga penuh. Nah, klausul inilah yang mungkin dimanfaatkan oleh peserta lainnya, selain Pak Doe.
Etape Kedua: Berenang
Saat rehat sejenak sambil minum air mineral dalam kemasan sebelum tahap kedua, Pak Doe mulai merasa ragu. Dia memegang perutnya dan bertanya-tanya dalam hati apakah dia bisa bersaing dalam etape berenang tersebut. Apalagi ia tak bisa berenang dengan baik. Di tengah keraguan itu, tiba-tiba seorang jin muncul di hadapannya, dan hanya bisa dilihat oleh Pak Doe.
Jin itu berkata, “Kalau kamu merasa tak kuat dan ragu-ragu, mintalah bantuan padaku. Ajukan tiga permintaan dan semuanya akan aku kabulkan.”
Pak Doe, yang awalnya ragu, akhirnya terbujuk oleh rayuan manis sang jin. “Om Jin, beri aku ‘kemampuan’ dan kekuatan agar bisa berenang cepat dan menang dalam lomba ini,” pintanya.
“Tentu saja. Tapi ada syaratnya.”
“Apa syaratnya, cepetan Om. Ini sudah akan mulai!”
“Lima belas keping koin emas.”
“Baiklah. Aku setuju.”
Menurut perhitungan Pak Doe, sekalipun ia mendapat juara harapan, ia masih untung bila dikurangi dengan biasa yang harus dibayarkan kepada Om Jin itu. Pak Doe pun akhirnya sepakat untuk mengambil ‘paket bisa berenang cepat’ dengan bantuan Om Jin itu. Sebenarnya, ia tak begitu fasih berenang, apalagi berenang cepat dalam lomba. Tapi karena merasa malu bila kalah, namanya juga tokoh kampung, ia berusaha dengan berbagai cara untuk bisa menang. Termasuk dengan mencari bantuan Om Jin.
Dengan segera Pak Doe merasa tubuhnya menjadi lebih ringan dan kuat. Ketika lomba renang dimulai, Pak Doe melesat seperti ikan lumba-lumba dan menang dengan mudah, jauh meninggalkan para peserta lainnya.
Etape Ketiga: Berlari
Pada etape terakhir, yaitu berlari, Pak Doe merasa lebih percaya diri setelah menang pada etape renang. Dia kembali menemui Om Jin dan berkata, “Om Jin, aku membutuhkan bantuan kedua. Kali ini, beri aku ‘kemampuan’ agar aku bisa berlari super kencang.”
“Tentu, permintaan mu terkabul.”
“Makasih Om Jin.”
Om Jin mengangguk lagi dan memberikan ‘kekuatan super’ sesuai permintaan Pak Doe. Ketika lomba akan dimulai, Pak Doe mengencangkan sabuknya lalu berlari secepat angin. Dalam hitungan detik ia sudah jauh melesat, hanya jejak debunya yang kelihatan beterbangan.
Namun di luar perkiraannya, Pak Doe ternyata harus melewati beberapa tikungan tajam dan tanjakan. Karena ia berlari terlalu kencang, saat memasuki tikungan pertama ia kehilangan kendali, atau tidak bisa membelok. Ia pun terjun bebas ke jurang yang dalam. Masih untungnya dia nyangkut di akar pepohonan dekat sungai kecil di bawah jurang itu.
Karena terjatuh dengan keras, kepalanya terbentur di pepohonan yang membuatnya tak sadarkan diri beberapa saat dan kaki kanannya patah. Tidak berselang lama, ia sadar dari pingsannya dan masih tersangkut di atas akar. Sekujur badannya terasa remuk
“Adduuuuhhh ….. kakiku sakit sekali. Di mana aku ini?” rintihnya.
Karena mengalami musibah dan kalah dalam lomba, Pak Doe berpikir dia tak usah lagi membayar jasa atau paket Om Jin dengan koin emas sebanyak yang dijanjikan sebelumnya.
“Wahh…ini berarti aku tak usah bayar Om Jin karena aku mengalami musibah dan kalah dalam lomba ini. Apalagi dia tak tahu jika aku ada di sini,” batinnya.
Saat dia pelan-pelan mau memulihkan badannya dengan mencoba merentangkan tangannya sambil satu tangan bergelayut di atas akar besar, tiba-tiba terdengar suara berisik di balik pepohonan dekat Pak Doe.
“Hai… sahabatku Pak Doe. Gimana kau bisa ada di sini sambil ongkang-ongkang kaki lagi?”
“Diam kamu Om Jin, tak tahu orang lagi kena musibah. Aku jatuh dan tak jadi ikut lomba!”
“Memangnya apa yang terjadi?”
“Tadi aku jatuh ke jurang ini, tak bisa membelok karena kecepatan terlalu tinggi. Om Jin sih….. gak ngasih tahu caranya!!”
“Lha…aku kan sudah kasih kamu kekuatan, yang ngaturnya kan kamu. Kurangi dong kecepatan larimu.”
“Itu yang aku tak bisa Om Jin.”
“Teruus sekarang gimana?”
“Ya…aku gak usah bayar kamu Om Jin! “
“Wah….gak bisa gitu!”
“Lha…. Aku sekarang ini kan sudah kena musibah dan juga kalah. Masak aku harus bayar. Dimana letak keadilannya Om?”
“Ini bukan masalah keadilan! Ini kan kesepakatan di antara kita berdua. Transaski sudah dibuat dan kamu sudah memakai jasa Om Jin. Nah, sekarang tinggal menindak lanjutinya dengan melunasi pembayarannya.”
“Om Jin…aku ini kan lagi sakit. Nanti setelah sembuh deh kubayar…ya?”
“Baiklah kalau begitu. O ya, kamu ingin cepat sembuh nggak? Kamu kan masih bisa mengajukan satu permintaan lagi. Tapi okelah…. kalau mau menderita lebih lama gitu, ya sudah Om Jin pergi.”
“Oh…. Jangan Om! Aku ingin sembuh. Tolong bantu aku, sembuhkan semua memar, lembam dan patah tulangkau.”
“Nah… begitu baru namanya sahabat oh …. Klien …. yang baik. Ini aku kasih bunga wangi dan rendam di dalam air. Lalu balurkan di sekujur tubuhmu. Nanti pasti segera sembuh.”
Melihat keadaan Pak Doe seperti itu, Om Jin membantu mengambil air dengan daun lebar lalu direndami bunga wangi itu tersebut. Setelah air rendaman itu balurkan di sekujur tubuhnya dengan merata, semua keluhan sakitnya perlahan-lahan mereda dan akhirnya hilang. Ia pun merasa sehat kembali.
“Gimana sekarang? Sudah mendingan kah?” tanya Om Jin.
“Wah…. Manjur sekali ramuan Om Jin ini. Aku merasa baikan sekarang, bahkan tidak terasa sakit lagi.”
“Kamu sudah merasa sehat kembali Pak Doe?”
“Sudah Om Jin.”
“Kalau begitu, sekarang giliranmu membayar jasa Om Jin, sebanyak 15 keping koin emas.”
“Waalahh….Om Jin, Om Jin. Kalau urusan duit, cepat sekali Om Jin ini.”
“Bukan begitu Pak Doe. Namanya orang jual jasa, aku kan berhak dapat imbalan setelah bekerja. Benar gak?”
“Gak…tahu Om Jin! Maunya cari untung malah buntung yang didapat. Aku kalah dan harus bayar uang jasa Om Jin lagi.”
“Coba kamu bayangkan! Sendainya peserta lainnya tadi lebih bodoh dari kamu, lebih lambat renangnya dan larinya dari kamu, pasti Pak Doe lah yang menang! Betul gak?”
“Nanti Om Jin akan bilang, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda! Begitu khan?”
“Gak gitu Pak Doe. Kamu kan harus introspeksi diri juga dimana kelemahan dan kekuatan kamu. Coba lagi lain kali. Siapa tahu pada lomba berikutnya kamu bisa menang.”
“Ahhh…semoga menang lain kali, yang tetap untung khan Om Jin karena jual jasa, gak usah berlomba tetap dapat untung.”
“Kalau gitu, sini tukeran, aku jadi manusia dan kamu jadi jin!”
“Gak bisa Om. Aku kan gak sakti!!?”
“Makanya kamu tetap jadi manusia saja. Gak usah pula nyalahin orang lain. Terima takdir mu. Kalau memang kamu ditakdirkan menang, kamu akan menang, tak ada yang bisa menghalangi.”
“Okelah Om Jin aku pasrah, aku kalah dan harus bayar upah untuk Om Jin.”
“Terima kasih.”
Walaupun perdebatannya cukup panjang dengan Om Jin, akhirnya Pak Doe bisa menerima kekalahannya. Ia mengoreksi dirinya, berlatih fisik agar bisa ikut berlomba pada perhelatan lari wisata berikutnya. (*)