Misteri Wayang Kayu Ajaib dari Kakek Dalang

Wayang Dewi Sri
Ilustrasi wayang Dewi Sri. (Image: GwAI/Nusaweek)
banner 468x60

SUNYI—Di sebuah desa yang damai, tersembunyi di kaki gunung yang hijau, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Made. Rambutnya hitam legam, matanya selalu berbinar cerah, terutama saat malam tiba. Kenapa? Karena Made sangat, sangat menyukai wayang tiga dimensi atau wayang kayu!

Setiap malam, Made akan duduk manis di depan layar putih besar. Di balik layar itu, kakeknya, seorang Dalang yang sangat terkenal, akan mulai bercerita. Tangan kakek lincah sekali, menggerakkan wayang-wayang dari kayu yang diukir indah. Ada wayang raksasa besar dengan suara menggelegar, ada wayang putri cantik dengan suara lembut seperti angin. Made selalu terpesona. Ia membayangkan wayang-wayang itu hidup dan menari di alam mimpi.

“Kakek, ceritakan lagi tentang Arjuna yang gagah berani!” pinta Made suatu malam, matanya tak lepas dari bayangan wayang.

Kakek Dalang tersenyum hangat. “Tentu, cucuku. Tapi malam ini, kakek punya cerita lain. Sebuah rahasia.”

Wayang Penolong Misterius

Mata Made langsung membulat. “Rahasia apa, Kek?” tanyanya tak sabar.

Kakek Dalang meletakkan wayang yang sedang dipegangnya. Ia mengambil sebuah kotak kayu tua yang diukir dengan gambar-gambar cantik. Kotak itu tampak sangat istimewa. Perlahan, kakek membukanya. Dari dalam kotak, ia mengeluarkan sebuah wayang kecil. Wayang itu terbuat dari kayu bentawas, warnanya sedikit pudar, tak secerah wayang lainnya. Tapi ukirannya sangat detail, terlihat tua namun penuh makna.

“Ini adalah Wayang Penolong, Made,” bisik Kakek Dalang, suaranya pelan dan penuh rahasia.

Made mendekat, penasaran. “Wayang Penolong? Apa itu, Kek? Kenapa warnanya pudar sekali?”

Kakek Dalang tersenyum. “Konon, wayang ini bukan sekadar wayang biasa. Jika kamu menceritakan kisah yang baik dengan hati yang tulus, Wayang Penolong ini akan membantumu dalam kesulitan.”

Made memegang Wayang Penolong. Permukaan badannya terasa halus dan hangat. “Benarkah, Kek?”

“Rahasia kekuatannya bukan pada wayangnya, Nak. Tapi pada hati yang bercerita,” jelas Kakek Dalang. “Hanya kebaikan yang bisa membuat keajaiban.”

Kekuatan Cerita Kebaikan

Made sangat senang. Sejak saat itu, setiap sore Made rajin berlatih. Ia tidak hanya memainkan wayang biasa, tapi juga Wayang Penolong. Ia mulai menceritakan berbagai kisah kebaikan yang ia dengar atau ia lihat sendiri.

Ia bercerita tentang Kura-kura Bijak yang menolong Ikan Kecil yang terjebak di jaring. “Kura-kura itu pelan, tapi sangat sabar. Ia menggigit jaring sampai putus, lalu Ikan Kecil bisa berenang bebas lagi!” cerita Made, menggerakkan wayang kura-kura dengan hati-hati.

Ia juga bercerita tentang Burung Pipit Ramah yang membagi makanannya dengan teman-temannya yang kelaparan. “Burung Pipit itu hanya punya sedikit biji-bijian, tapi ia membaginya. Kata Bu Guru, berbagi itu indah,” kata Made, sambil membuat wayang burung pipit seolah menaburkan makanan.

Made juga bercerita tentang seorang anak kecil yang berani menolong temannya yang terjatuh dari sepeda, lalu mengobati lutut temannya. “Dia bilang, teman harus saling tolong,” ujar Made, matanya berbinar.

Semakin sering Made bercerita dengan hati gembira, semakin sering ia memikirkan tentang kebaikan. Dan anehnya, Wayang Penolong itu seolah-olah mengerti. Perlahan, warna pudar di wayang itu mulai berubah. Ada kilauan kecil yang muncul, seolah ada cahaya di dalamnya. Kakek Dalang hanya tersenyum melihatnya.

Kekeringan Melanda

Suatu hari, suasana desa berubah. Matahari bersinar sangat terik selama berminggu-minggu. Langit biru tanpa awan sedikit pun. Sawah-sawah yang biasanya hijau dan subur, kini mulai mengering. Tanah retak-retak, dan tanaman layu. Sumur-sumur pun mulai berkurang airnya.

Banyak penduduk desa yang mulai sedih dan khawatir. “Bagaimana kita akan menanam padi jika tidak ada air?” keluh para petani. Anak-anak berhenti bermain di sungai kecil yang kini nyaris kering.

Melihat keadaan itu, Made teringat Wayang Penolongnya. Ia ingat kata-kata kakeknya: “Jika kamu menceritakan kisah yang baik dengan hati tulus, Wayang Penolong ini akan membantumu dalam kesulitan.”

Made tidak berpikir panjang. Ia berlari ke pura dadia atau pura keluarga besar, tempat di mana semua penduduk berkumpul untuk berdoa dan mencari solusi. Dengan hati berdebar, Made menggenggam Wayang Penolongnya.

Cerita Sang Penolong

Ketika Made tiba di pura, semua mata tertuju padanya. Ia merasa sedikit gugup, tapi ia menarik napas dalam-dalam. Kakek Dalang tersenyum memberi semangat.

Made lalu menata layar putih kecil yang biasa ia gunakan untuk berlatih. Dengan suara yang mantap, ia mulai memainkan Wayang Penolong. Ia bercerita tentang Dewi Sri, dewi kemakmuran yang sangat dihormati di Bali, yang sedang berjalan di bumi.

“Pada suatu masa, Dewi Sri yang cantik dan baik hati sedang mengelilingi sawah-sawahnya,” Made memulai kisahnya, menggerakkan Wayang Penolong dengan lembut. “Ia melihat sawah-sawahnya haus, tanahnya retak, dan bunga-bunga layu. Dewi Sri sangat sedih.”

“Dewi Sri lalu pergi mencari air. Perjalanannya jauh sekali. Ia bertemu dengan seorang petani tua yang sedang duduk kelelahan di pinggir jalan. Petani itu hanya punya sedikit air di kendi kecilnya, itu adalah air minum terakhirnya.”

Made membuat Wayang Penolong seolah berbicara. “Petani itu melihat Dewi Sri terlihat sangat haus dan lelah. Dengan hati yang tulus, petani itu berkata, ‘Dewi Sri, ambillah air minumku ini. Aku tidak apa-apa jika haus, asalkan Dewi bisa melanjutkan perjalanan.'”

Para penduduk terdiam, mendengarkan dengan seksama. Mereka terhanyut dalam cerita Made.

“Dewi Sri sangat tersentuh dengan kebaikan petani itu. Ia minum air itu sampai habis. Lalu, Dewi Sri tersenyum kepada petani. ‘Wahai petani baik hati, karena kebaikan hatimu yang tulus, aku akan memberimu hadiah,’ kata Dewi Sri,” Made melanjutkan.

“Lalu, apa yang terjadi, Made?” tanya seorang anak kecil di antara kerumunan.

Made tersenyum. “Dewi Sri mengangkat tangannya. Tiba-tiba, dari tanah di samping petani, muncul sebuah mata air yang jernih! Air itu terus mengalir, tak pernah kering, membawa kesegaran ke seluruh sawah dan desa. Petani itu sangat bahagia, dan ia tidak pernah lagi kekurangan air.”

Keajaiban Kebaikan

Begitu Made menyelesaikan ceritanya, suasana hening sejenak. Semua orang masih terhanyut dalam kisahnya. Tiba-tiba, dari arah gunung, terdengar suara gemuruh pelan. Langit yang tadinya cerah, perlahan mulai tertutup awan mendung yang gelap.

Tak lama kemudian, setetes, lalu dua tetes, dan akhirnya hujan turun dengan derasnya! Air hujan membasahi tanah yang haus, mengisi sawah-sawah yang kering, dan membasahi setiap wajah yang tadinya sedih.

“Hujan! Hujan turun!” seru anak-anak riang.

Penduduk desa bersorak gembira. Mereka berlarian keluar, merasakan rintikan air yang sejuk membasahi kulit mereka. Desa kembali hidup, sawah-sawah terisi air, dan wajah-wajah sedih kini berseri-seri penuh senyum bahagia.

Kakek Dalang mendekati Made, memeluknya erat. “Kau lihat, Made?” bisik Kakek Dalang, matanya berkaca-kaca bangga. “Bukan Wayang Penolong itu sendiri yang ajaib, tapi ceritamu yang tulus dan kebaikan hatimu yang membawa keajaiban.”

Made tersenyum lebar. Ia memandang Wayang Penolong di tangannya. Wayang itu kini bersinar lebih terang dari sebelumnya, seolah memancarkan cahaya kebaikan. Made tahu, ia akan terus bercerita. Karena ia sudah mengerti, setiap cerita punya kekuatan untuk membawa harapan dan kebaikan, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk orang lain dan seluruh alam. Dan itu adalah keajaiban yang paling nyata. (*)

banner 300x250

Related posts