DALAM keheningan sebuah gerbong kereta yang melaju lembut melintasi pedesaan Eropa, Dr. Arya Wijaya, seorang ilmuwan Indonesia dengan mimpi yang melampaui batas realitas, termenung. Di luar jendela, hamparan perbukitan hijau bergulir di bawah langit yang bersih, namun pikirannya jauh melampaui apa yang kasatmata. Perjalanan ini bukan sekadar menuju Zurich—di mana ia akan mengungkapkan penelitiannya tentang teori dimensi paralel—melainkan perjalanan menuju jawaban yang selama ini terpendam: benarkah alam semesta kita hanya satu dari sekian banyak realitas yang tak terlihat?
Bagian 1: Perjalanan yang Biasa
Dr. Arya Wijaya, seorang ilmuwan asal Indonesia, sedang dalam perjalanan kereta api melintasi pedesaan Eropa yang indah. Tujuannya adalah menghadiri konferensi ilmiah di Zurich, di mana ia akan mempresentasikan penelitiannya tentang teori dimensi paralel. Arya telah menghabiskan bertahun-tahun mengembangkan hipotesis bahwa alam semesta kita bukanlah satu-satunya realitas—ada dimensi lain yang eksis bersebelahan dengan kita, tetapi tidak bisa kita jangkau.
Sambil menikmati pemandangan pegunungan Alpen yang megah, Arya duduk di kursi dekat jendela kereta yang bergerak dengan tenang. Di tangannya terdapat sebuah buku catatan penuh rumus dan sketsa tentang cara membuka portal menuju dimensi lain. Dia tidak pernah benar-benar yakin apakah teorinya bisa diterapkan di dunia nyata, tapi sekarang pikirannya terus dipenuhi ide-ide baru.
Kereta yang ia tumpangi tiba-tiba memasuki sebuah terowongan panjang. Lampu-lampu di dalam kereta berkedip-kedip, dan udara di sekitar Arya mendadak terasa lebih dingin. Jantungnya mulai berdegup kencang ketika dia merasakan getaran aneh di tubuhnya, seolah-olah ada sesuatu yang menarik dirinya ke arah yang berbeda.
Tiba-tiba, cahaya di ujung terowongan tampak berpendar lebih terang dari biasanya. Arya memegang erat pegangan kursinya, saat sensasi yang tak dapat dijelaskan menyapu seluruh tubuhnya—seperti disedot ke dalam pusaran energi.
Bagian 2: Dunia yang Berbeda
Ketika kereta keluar dari terowongan, pemandangan di luar jendela membuat Arya tertegun. Segalanya tampak… salah. Pegunungan yang seharusnya ia lihat telah berubah. Bukannya diselimuti salju putih, mereka dipenuhi dengan vegetasi merah pekat dan pepohonan yang tampak seperti kristal. Kereta masih berjalan dengan tenang, tetapi suasana di dalam terasa aneh. Penumpang di sekelilingnya tidak lagi terlihat seperti manusia biasa. Kulit mereka pucat, mata mereka bercahaya samar, dan pakaian mereka tampak asing, seolah-olah berasal dari masa depan yang jauh.
Dengan hati-hati, Arya menurunkan bukunya dan memandangi orang-orang di sekitarnya. Ketika ia mencoba berbicara kepada seorang penumpang di depannya, orang itu hanya menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun ekspresi. Bahasa yang keluar dari mulutnya terdengar asing, seperti desis-desis yang nyaris tak bisa dimengerti. Ini bukan bahasa apa pun yang pernah dipelajari Arya.
Jantungnya berdegup kencang. Ia sadar bahwa entah bagaimana, ia telah melintasi dimensi. Apa yang tadinya hanyalah teori kini menjadi kenyataan yang tak terelakkan.
BAB 3: Menyusuri Dimensi Paralel
Arya mencoba untuk tidak panik. Ia adalah ilmuwan, dan bagian dari pekerjaannya adalah mencari tahu dan mengatasi hal-hal yang tak terduga. Dia mencoba mengamati lebih banyak hal di sekitarnya. Meskipun kereta itu tampak seperti kereta api yang ia naiki, terdapat teknologi yang lebih canggih di dalamnya—panel kontrol transparan yang melayang di udara, peta holografik, dan perangkat komunikasi yang tampak di setiap kursi penumpang.
Dia berjalan menuju gerbong depan, berharap menemukan seseorang yang dapat memberikan jawaban. Sepanjang perjalanan, dia mengamati lingkungan baru yang mirip tapi berbeda: bangunan-bangunan tinggi yang terbuat dari bahan kristal yang tampak hampir hidup, jalanan yang dipenuhi kendaraan melayang, dan langit yang berpendar dalam nuansa oranye dengan dua matahari yang menggantung di langit.
Ketika Arya tiba di depan, ia disambut oleh seorang kondektur kereta yang berbeda dari apa yang ia harapkan. Tubuhnya tinggi, ramping, dengan kulit yang memantulkan cahaya dan mata yang tampak menembus jiwa Arya. “Anda adalah Anomali,” kata kondektur itu dalam bahasa yang entah bagaimana bisa dimengerti Arya.
“Apa maksudmu?” tanya Arya, masih bingung dengan situasinya.
“Kamu berasal dari dimensi yang berbeda. Kamu tidak seharusnya ada di sini.”
Bagian 4: Pencarian Jalan Pulang
Kondektur itu menjelaskan bahwa Arya tidak sengaja menembus ke dalam dimensi lain melalui portal yang terbentuk di terowongan tadi. Dimensi ini, meskipun mirip dengan dunianya, berada di aliran waktu yang berbeda, di mana evolusi dan teknologi telah berkembang jauh lebih cepat. Orang-orang di sini hidup dalam simbiosis dengan alam semesta yang bertenaga kristal, dan mereka menyadari keberadaan dimensi-dimensi paralel lain, meskipun tidak semua orang bisa melintasi batas-batas tersebut.
“Kamu tidak bisa tinggal di sini. Kehadiranmu bisa merusak keseimbangan di antara dunia kami dan duniamu,” jelas kondektur itu sambil menunjukkan peta holografik yang menggambarkan berbagai dimensi dan jalur lintasan antar dimensi. “Namun, untuk kembali, kamu harus menemukan titik portal yang sama di duniamu.”
Arya merasa terpukul. Ia terjebak di dunia yang asing dengan sedikit pengetahuan tentang bagaimana cara kembali. Namun, ia tahu bahwa sebagai ilmuwan, dia harus menggunakan akalnya. Dia meminta kondektur untuk membantunya memahami cara kerja dimensi dan portal, dan bagaimana ia bisa menemukan jalan kembali ke dunianya.
Bagian 5: Tantangan di Dunia Asing
Dengan bantuan kondektur dan beberapa penduduk lokal yang mengerti situasinya, Arya mulai menjelajahi dunia ini, mempelajari teknologi dan struktur alam yang sangat berbeda dari dunia aslinya. Dalam perjalanan ini, ia menemukan bahwa dunia ini meskipun tampak lebih maju, juga memiliki kelemahan. Mereka bergantung sepenuhnya pada kristal energi, yang jika terganggu, bisa menyebabkan kehancuran seluruh peradaban.
Namun, saat Arya semakin dalam dalam pencariannya, dia mulai merasakan kehadiran sesuatu yang lebih besar. Ada kekuatan di balik dimensi ini yang seolah-olah mengawasi setiap gerak-geriknya. Ia merasakan tekanan waktu yang semakin mendesak—jika ia tidak kembali segera, bukan hanya dirinya yang akan terjebak, tetapi keseimbangan di seluruh multiverse bisa terancam.
Bagian 6: Pertarungan Terakhir
Akhirnya, Arya berhasil menemukan titik portal di dunia tersebut, terletak di puncak sebuah gunung yang dikelilingi oleh badai kristal yang mematikan. Untuk bisa membuka portal dan kembali ke dunianya, Arya harus mengorbankan sesuatu yang penting—sepotong teknologi dari dimensi ini yang berfungsi sebagai kunci untuk membuka jalur pulang.
Namun, saat ia bersiap untuk membuka portal, ia dihadang oleh sosok misterius yang selama ini mengawasinya. Ternyata, dunia paralel ini dipimpin oleh entitas kuat yang menyadari keberadaan portal antar dimensi dan berusaha menguasai jalur-jalur tersebut. Entitas ini tidak ingin Arya kembali karena itu akan membuka jalur bagi manusia dari dunia asalnya untuk mengeksplorasi dimensi lain, yang bisa mengganggu keseimbangan seluruh alam semesta.
Dalam pertarungan sengit di puncak gunung, Arya menggunakan seluruh pengetahuan yang ia peroleh dari dunia ini untuk melawan entitas tersebut. Dengan kecerdasannya, ia berhasil mengaktifkan portal tepat pada waktunya, sebelum badai kristal menghancurkan semuanya.
Bagian 7: Kembali ke Dunia Asli
Saat Arya melintasi portal, ia merasakan tubuhnya ditarik kembali dengan kecepatan yang tak terbayangkan. Ketika ia membuka matanya, ia berada kembali di dalam kereta api yang bergerak tenang. Pemandangan di luar jendela adalah pegunungan Alpen yang ia kenal, salju putih berkilauan di bawah sinar matahari.
Namun, sesuatu dalam dirinya berubah. Ia kini memahami bahwa dunia kita hanya satu dari banyak dimensi yang ada. Dan meskipun ia berhasil kembali, pengalaman melintasi dimensi lain telah memberinya pandangan baru tentang realitas. Apa yang tadinya hanyalah teori ilmiah, kini menjadi kebenaran yang ia alami sendiri.
Arya duduk diam, menyadari bahwa dunianya kini jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Di balik batas realitas, terdapat dimensi lain yang menunggu untuk dijelajahi—tetapi ia tahu bahwa itu juga membawa risiko besar yang tak bisa dianggap enteng. (*)