BILA kebetulan lewat di jalan pintas dari Celuk ke Batuan, tidak jauh dari lampu pengatur lalu lintas di pertigaan Batuan, Anda mungkin akan melihat banyak tamu menyeberang dari wantilan ke pura yang dibantu pecalang atau petugas keamanan desa adat. Inilah Pura Puseh Batuan yang hampir tidak pernah sepi pengunjung.
Untuk mengunjungi pura ini, setiap pengunjung diwajibkan untuk menggunakan kain yang sudah disediakan oleh petugas pengelola obyek di wantilan. Bila tidak bisa mengenakannya, petugas akan membantu dengan senang hati. Sejauh ini, obyek Pura Puseh Batuan masih menggunakan sistem donasi, dan belum menerapkan karcis masuk.
Dari segi artistik, pura yang bersejarah ini memiliki ornamen bangunan yang sangat kental dengan ukiran khas Bali dan dibuat dari batu bata merah dipadukan dengan batu padas (paras aon) berwarna abu-abu untuk pintu gerbang dan candi bentar menuju bagian dalam pura. Pura yang merupakan salah satu pura tertua di Bali ini dibangun pada tahun Caka 944 atau 1022 Masehi.
Pembangunan ini dilakukan pada zaman pemerintahan Raja Paduka Aji Sri Dharmawangsa Wardhana dari Dinasti Warmadewa. Hingga kini, peninggalan purbakala, yang memiliki nilai artistik yang tinggi serta getaran aura magis yang sangat terasa bagi orang-orang yang menekuni dunia spiritual, dapat kita jumpai di sebuah bangunan yang terletak paling belakang di areal pura.
Barangkali hal inilah salah satu alasan yang membuat Pura Puseh Batuan menjadi destinasi spesial bagi para wisatawan, sehingga dijadikan objek wisata yang cukup diminati dan sering mereka dikunjungi ketika berwisata di Bali.
Kendati sudah berumur tua, bangunan fisik pura ini masih kelihatan tegar dan menjadi saksi bisu sejarah. Seperti namanya, pura ini sendiri adalah bagian dari Kahyangan Tiga (tiga pura utama) yang lazim dimiliki masing-masing desa adat di Bali.
Secara garis besarnya, di halaman tengah ada Bale Agung, Bale Kulkul dan sebuah kori agung atau pintu utama. Inilah pintu yang digunakan untuk keluar dan masuk bagi para dewa, seperti pratima yaitu benda sakral berupa patung kecil sebagai simbol Dewa sesuhunan di sini. Pintu ini diapit beberapa patung raksasa sebagai perlambang penjaga. Sementara di samping kiri dan kanan pintu utama ini terdapat 2 pintu kecil sebagai tempat keluar masuknya umat untuk sembahyang di halaman utama pura.
Di halaman utama pura ini terdapat berbagai pelinggih seperti meru dan padmasana, yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan.
Sebagai informasi tambahan, destinasi wisata Pura Puseh Batuan ini dilengkapi fasilitas pendukung seperti toilet dan tempat parkir yang luas. Pura ini kira-kira berjarak 18 kilometer sebelah timur laut atau sekitar setengah jam perjalanan dari Kota Denpasar.