GADIS manis dan rajin–Di sebuah rumah kecil yang lucu, tidak jauh dari pantai berpasir putih, hiduplah seorang gadis kecil bernama Luh Ayu. Luh Ayu punya mata yang jernih seperti air laut dan senyum sehangat matahari pagi. Ia sangat suka bermain di pantai. Setiap sore, ia akan berlarian di pasir, mengumpulkan kerang-kerangan yang cantik, dan mendengarkan suara ombak yang menenangkan.
Setiap pagi, sebelum pergi ke sekolah, Luh Ayu selalu membantu ibunya. Mereka berdua akan duduk di teras, menyiapkan sesajen kecil yang disebut canang sari. Canang sari ini dibuat dari anyaman janur kelapa, diisi dengan bunga kamboja putih yang harum, sedikit dupa yang wangi, dan beberapa potong makanan kecil.
“Untuk siapa canang sari ini, Bu?” tanya Luh Ayu suatu pagi, tangannya sibuk menata bunga.
Ibunya tersenyum. “Ini untuk para Dewa dan alam semesta, Nak. Agar kita selalu diberkahi kebaikan dan kedamaian.”
Luh Ayu mengangguk. Ia suka sekali aroma kamboja putih yang menenangkan.
Penemuan Gelang Ajaib
Suatu hari, saat Luh Ayu sedang menata bunga kamboja putih di atas canang sari, jari-jarinya menyentuh sesuatu yang keras di antara kelopak bunga. Ia mengambilnya. Itu adalah sebuah gelang kecil yang terbuat dari rangkaian bunga kamboja putih yang sudah kering. Gelang itu terlihat sangat tua, tapi anehnya, masih mengeluarkan aroma harum yang lembut.
“Gelang siapa ini, Bu?” tanya Luh Ayu, matanya penasaran.
Ibunya menoleh, lalu tersenyum hangat saat melihat gelang di tangan Luh Ayu. “Oh, itu! Itu gelang warisan dari nenekmu, sayang,” kata Ibu. “Nenekmu selalu memakainya.”
“Gelang ini sudah tua sekali,” kata Luh Ayu.
“Iya, tapi nenekmu percaya, gelang ini punya rahasia,” kata Ibu. “Nenek bilang, jika kamu selalu berbuat baik dan bersyukur atas apa yang kamu miliki, rahasia gelang ini akan terungkap dengan sendirinya.”
Luh Ayu sangat penasaran dengan rahasia itu. Ia segera memakai gelang kamboja putih itu di pergelangan tangannya. Gelang itu terasa pas, seolah memang dibuat untuknya. Sejak hari itu, gelang itu selalu melingkar di tangannya.
Kebaikan yang Menghangatkan Hati
Luh Ayu mulai berusaha untuk selalu berbuat baik. Ia ingin tahu rahasia gelang itu.
Di sekolah, jika ada teman yang terjatuh saat bermain, Luh Ayu akan segera berlari menolongnya. “Kamu tidak apa-apa?” tanyanya lembut, membantu temannya berdiri.
Saat istirahat, jika ada teman yang lupa membawa bekal, Luh Ayu tidak ragu membagi makanannya. “Ini, makan saja punyaku,” tawarnya sambil tersenyum.
Ia juga selalu menyapa orang-orang di desanya dengan senyum cerah dan sapaan yang ramah. “Om Swastiastu,” katanya kepada Pak Made penjual buah.
“Selamat pagi, Bu Wayan,” sapanya kepada Ibu Guru.
Setiap kali Luh Ayu berbuat baik, ia merasa gelang kamboja itu sedikit menghangat di pergelangan tangannya. Rasanya seperti ada energi lembut yang mengalir dari gelang itu ke hatinya. Ia jadi semakin semangat untuk berbuat baik.
“Bu, gelang ini hangat sekali setiap kali aku menolong orang,” kata Luh Ayu pada ibunya suatu malam.
Ibunya tersenyum. “Itu artinya hatimu juga hangat, Nak. Kebaikan itu menular, dan membuat semua orang merasa nyaman.”
Anak Kucing di Selokan
Suatu sore, setelah pulang sekolah, Luh Ayu berjalan santai di jalan desa. Ia bersenandung kecil sambil memandangi kupu-kupu yang beterbangan. Tiba-tiba, ia mendengar suara mengeong yang sangat pelan dari sebuah selokan di pinggir jalan.
“Meong… meong…”
Luh Ayu berhenti. Ia melihat ke dalam selokan yang agak gelap dan penuh dedaunan kering. Di sana, seekor anak kucing kecil dengan bulu abu-abu kotor sedang terjebak. Kucing itu tampak ketakutan dan basah.
Tanpa ragu sedikit pun, Luh Ayu segera menyingkirkan dedaunan di sekitar selokan. Ia menjulurkan tangannya perlahan, meraih anak kucing itu dengan hati-hati sekali. Anak kucing itu menggigil kedinginan.
“Kasihan sekali kamu,” bisik Luh Ayu.
Ia mengangkat anak kucing itu keluar dari selokan. Tubuhnya kotor, bulunya kusut. Luh Ayu lalu menggendong anak kucing itu pulang ke rumah.
Cahaya Kebaikan Hati
Sesampainya di rumah, Luh Ayu langsung membersihkan anak kucing itu dengan handuk basah yang hangat. Ia lalu mengambil piring kecil dan menuangkan sedikit susu untuk si kucing. Anak kucing itu minum dengan lahap, seolah sudah sangat haus.
Saat Luh Ayu sedang memegang anak kucing itu dengan penuh kasih sayang, sesuatu yang ajaib terjadi!
Gelang kamboja putih di tangannya tiba-tiba bersinar terang! Cahaya itu sangat indah, seperti bintang-bintang kecil yang menari di sekeliling gelang. Cahaya itu memancar lembut, tidak menyilaukan, justru terasa hangat dan damai.
Luh Ayu sangat terkejut, sekaligus bahagia luar biasa. Ia menatap gelang di tangannya, lalu menatap anak kucing yang kini sudah tenang di pelukannya. Ia merasakan kehangatan yang luar biasa di dalam hatinya.
“Bu, lihat!” seru Luh Ayu, menunjukkan gelangnya.
Ibunya datang, matanya ikut berbinar melihat cahaya dari gelang itu. “Rahasia nenek sudah terungkap, Nak,” kata Ibu lembut.
Luh Ayu tersenyum. Ia tahu, ia sudah menemukan rahasia gelang kamboja putih itu. Rahasianya adalah bahwa kebaikan hati akan selalu bersinar dan membawa kebahagiaan. Bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua makhluk hidup.
Teman Baru dan Pelajaran Berharga
Anak kucing itu kemudian menjadi teman baru Luh Ayu. Ia menamainya Si Manis. Setiap hari, Si Manis akan mengeong riang saat Luh Ayu pulang sekolah.
Luh Ayu belajar sebuah pelajaran yang sangat berharga. Ia belajar bahwa kebahagiaan terbesar bukan datang dari mendapatkan sesuatu, seperti mainan baru atau makanan enak. Kebahagiaan terbesar justru datang dari memberikan kebaikan kepada orang lain dan semua makhluk hidup, bahkan kepada seekor anak kucing kecil yang terjebak di selokan.
Gelang kamboja putih itu selalu melingkar di pergelangan tangan Luh Ayu, menjadi pengingat yang indah. Pengingat untuk terus menyebarkan kebaikan, seperti harumnya bunga kamboja yang menenangkan hati siapa saja yang menciumnya. Dan setiap kali ia melakukan perbuatan baik, gelang itu akan menghangat, mengingatkannya bahwa hatinya sedang memancarkan kebaikan. (*)








