KEINDAHAN sudut Hutan Ceria yang rimbun menjadi rumah bagi dua sahabat yang sangat berbeda: Simba, seekor singa kecil dengan surai cokelat keemasan yang masih tipis, dan Kiki, kelinci abu-abu bersih dengan telinga panjang yang selalu siaga. Simba, meskipun calon raja hutan, sebenarnya penakut dan seringkali kikuk. Sementara Kiki, meski kecil, lincah, cerdik, dan sangat jujur. Mereka bertemu saat Simba tersangkut di semak berduri dan Kiki dengan sabar membantunya keluar. Sejak itu, mereka menjadi sahabat tak terpisahkan.
Suatu pagi yang cerah, saat burung-burung berkicau merdu, Simba terlihat murung.
“Kiki, aku bosan! Kita selalu main di sekitar sini saja,” keluhnya, menggaruk telinganya dengan cakar yang masih tumpul.
Kiki melompat-lompat riang. “Ayo kita cari petualangan baru! Bagaimana kalau kita pergi ke Lembah Pelangi? Kata Tupai Tua, di sana ada sungai dengan ikan-ikan yang warnanya seperti pelangi!”
Mata Simba berbinar, lalu redup. “Tapi… tapi itu jauh sekali. Bagaimana kalau kita tersesat?”
Kiki memutar matanya. “Jangan cengeng, Simba! Ada aku. Kita kan sahabat. Lagipula, kita harus janji, apa pun yang terjadi, kita harus jujur satu sama lain. Ya?”
Simba mengangguk mantap. “Janji!”
Perjalanan dan Kebohongan Manis
Perjalanan menuju Lembah Pelangi tidak mudah. Mereka harus melewati semak-semak lebat, melompati akar pohon raksasa, dan menyeberangi sungai kecil. Simba sering tersandung, dan Kiki selalu menertawakannya.
“Aduh, Simba! Kakimu seperti gajah menari!” ledek Kiki sambil tertawa.
“Diam, Kiki! Ini bukan menari, ini namanya ‘melatih keseimbangan calon raja hutan’!” sahut Simba, wajahnya cemberut.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah pohon jambu air yang lebat buahnya. Perut Simba keroncongan. “Kiki, aku lapar sekali! Boleh aku ambil jambu ini?”
“Jangan, Simba! Itu pohon milik Beruang Madu,” jawab Kiki. “Kita harus minta izin dulu.”
Simba tampak berpikir keras. “Bagaimana kalau… kita ambil satu saja? Kan Beruang Madu tidak akan tahu. Kecil kok!”
Kiki menatapnya tajam. “Simba! Kita sudah janji jujur! Kalau kita ambil tanpa izin, itu namanya mencuri.”
Simba menghela napas. “Baiklah, baiklah. Kau memang kelinci cerewet. Tapi perutku ini sudah bernyanyi lagu sedih!”
Tiba-tiba, dari balik semak, muncul seekor kura-kura tua yang berjalan pelan. “Kalian mencari buah jambu?” tanyanya lembut. “Ambil saja. Beruang Madu sudah pindah ke sarang baru di bukit sana.”
Simba langsung melesat dan memakan jambu dengan lahap. Kiki tersenyum. “Tuh kan, Simba. Jujur itu memang yang terbaik.”
Misteri Gua Gelap dan Kejujuran yang Diuji
Mereka melanjutkan perjalanan. Sore hari, mereka menemukan sebuah gua gelap. “Aku tidak mau masuk,” kata Simba, bulu kuduknya merinding. “Terlalu gelap dan menyeramkan.”
“Ayolah, Simba! Mungkin ada harta karun di dalamnya!” bujuk Kiki, mencoba berani.
Dengan jantung berdebar, Simba mengikuti Kiki masuk ke dalam gua. Di tengah kegelapan, Simba tersandung sesuatu. KLONTANG! Suara itu bergema. Mereka menyalakan kunang-kunang yang mereka tangkap dan melihat sebuah kotak kayu tua.
“Lihat, Simba! Harta karun!” seru Kiki girang.
Mereka berhasil membuka kotak itu. Isinya bukan emas atau berlian, melainkan tumpukan daun kering yang harum dan sebuah peta usang.
“Ini… peta herbal! Dan daun-daun ini sepertinya ramuan,” gumam Kiki. “Ini pasti milik Penyihir Baik Hati yang sering membantu hewan sakit.”
Simba merengut. “Bukan harta karun yang mengkilap. Aku kecewa.”
Kiki memegang pundak Simba. “Leo, kita harus mengembalikan ini. Ini bukan milik kita. Ini mungkin penting untuk Penyihir Baik Hati.”
“Tapi… tapi dia tidak akan tahu kalau kita ambil. Kan ini harta karun yang kita temukan!” kilah Simba.
“Tapi kita tahu, Simba. Dan kita sudah janji untuk jujur!” Kiki mengingatkan.
Hadiah Kejujuran dan Persahabatan Abadi
Dengan berat hati, Simba setuju. Mereka mencari Penyihir Baik Hati dan menemukan rumahnya di tepi sungai. Mereka mengetuk pintu.
“Penyihir Baik Hati,” kata Kiki, menyerahkan kotak itu. “Kami menemukan ini di dalam gua. Kami pikir ini milik Anda.”
Penyihir Baik Hati, seekor burung hantu tua bijaksana, tersenyum. “Oh, terima kasih banyak, anak-anak! Ini ramuan spesial untuk menyembuhkan Batuk Beruang Tua. Aku kira sudah hilang selamanya!” Ia menatap Simba dan Kiki dengan mata berbinar. “Karena kejujuran kalian, aku akan memberikan hadiah spesial.”
Penyihir Baik Hati memberikan mereka masing-masing sebuah kalung kecil. Kalung Simba berbentuk singa yang gagah, dan kalung Kiki berbentuk kelinci yang lincah. “Kalung ini akan mengingatkan kalian bahwa kejujuran adalah harta paling berharga. Dan persahabatan kalian akan selalu kuat seperti rantai kalung ini.”
Simba memandangi kalungnya, lalu menatap Kiki. “Aku bangga punya sahabat sepertimu, Kiki. Terima kasih sudah mengingatkanku untuk selalu jujur.”
Kiki tersenyum, “Sama-sama, Simba! Kan kita sahabat sejati!”
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan ke Lembah Pelangi dan melihat ikan-ikan berwarna-warni yang indah. Simba tidak lagi takut tersesat atau sendirian. Ia tahu, dengan Kiki di sisinya, dan janji kejujuran yang mereka pegang erat, setiap petualangan akan selalu menyenangkan. Dan Simba tidak lagi kikuk, karena ia punya Kiki yang selalu siap menertawakan (dan menolong) dia. Hutan Ceria pun kembali dipenuhi tawa ceria mereka. (*)








