SAVANA yang luas, di mana matahari selalu bersinar terang dan rumput-rumput bergoyang mengikuti irama angin, menjadi area bermain seekor singa muda bernama Simbaru. Simbaru adalah singa yang pemberani, ia memiliki surai berwarna cokelat keemasan yang berkilau, dan sorot matanya yang tajam selalu memancarkan rasa ingin tahu. Namun, ada satu hal yang membedakan Simbaru dari singa-singa lain di kawanan: ia sangat penasaran dengan makhluk-makhluk lain di savana, terutama mereka yang sering menjadi santapan.
Suatu pagi, saat Simbaru sedang berjalan-jalan menyusuri tepi sungai yang tenang, ia melihat sesuatu yang tak biasa. Di sana, di bawah pohon akasia yang rindang, seekor zebra muda sedang berusaha memanjat dahan rendah. Zebra itu memiliki garis-garis hitam putih dan coklat yang sangat rapi, dan matanya bulat besar memancarkan keceriaan.
“Wah, wah, wah, apa yang sedang kau lakukan di sana, Belang?” seru Simbaru, sedikit terkejut dengan tingkah laku zebra itu.
Zebra itu, yang ternyata bernama Belang, hampir saja terjatuh dari dahan. Ia menoleh ke arah Simbaru dengan mata terbelalak. “Astaga! Kau mengejutkanku, Singa! Aku… aku sedang mencoba mengambil buah beri itu. Lihat, dia sangat menggoda!” Belang menunjuk ke arah buah beri merah yang menggantung di dahan yang sedikit lebih tinggi.
Simbaru tertawa. “Mana mungkin kau bisa memanjat pohon, Belang? Kaki zebra itu untuk berlari, bukan untuk memanjat!”
Belang sedikit cemberut. “Aku tahu! Tapi aku penasaran sekali rasanya seperti apa. Kau tahu, aku belum pernah makan buah beri.”
Melihat Belang yang begitu penasaran, hati Simbaru tergerak. “Baiklah, aku akan membantumu. Tapi dengan satu syarat.”
“Apa itu?” tanya Belang, matanya berbinar.
“Kau harus berjanji tidak akan lari saat melihatku. Dan kita akan minum air bersama di sungai ini.”
Belang sedikit ragu, namun keinginan untuk mencicipi buah beri jauh lebih besar. “Baiklah! Aku janji!”
Dengan sigap, Simbaru melompat dan dengan cakarnya yang kuat, ia berhasil menjatuhkan beberapa buah beri ke tanah. Belang segera melahapnya dengan gembira. “Enak sekali! Terima kasih, Simbaru!”
Sejak hari itu, Simbaru dan Belang menjadi sahabat. Persahabatan mereka memang tak biasa. Seekor singa dan seekor zebra bersahabat? Itu adalah hal yang sangat langka di savana! Namun, mereka membuktikan bahwa perbedaan tidak menghalangi persahabatan.
Mereka sering bertemu di tepi sungai, tempat favorit mereka untuk minum air bersama. Simbaru akan mengaum pelan, memberi tanda bahwa ia datang, dan Belang akan menjawab dengan ringkikan ceria.
Suatu sore, saat mereka sedang asyik bermain kejar-kejaran di padang rumput, Belang tiba-tiba tersandung akar pohon dan jatuh. Kakinya terkilir.
“Aduh! Sakit sekali!” rintih Belang, matanya berkaca-kaca.
Simbaru segera menghampirinya. “Ada apa, Belang? Kau baik-baik saja?”
“Kakiku… aku tidak bisa berjalan,” ucap Belang lirih.
Simbaru tahu ini adalah masalah besar. Seekor zebra yang tidak bisa berlari adalah sasaran empuk bagi hewan buas lainnya. “Jangan khawatir, Belang. Aku akan menjagamu.”
Namun, hari semakin gelap dan Simbaru tahu ia tidak bisa membawa Belang kembali ke kawanannya sendirian. Ia harus mencari bantuan. Tapi bagaimana?
Tiba-tiba, Simbaru teringat sesuatu yang diceritakan oleh ibunya. Ada sebuah desa kecil di pinggir hutan, di mana manusia hidup. Mungkin mereka bisa membantu.
“Belang, aku akan pergi mencari bantuan. Kau tetaplah di sini, aku akan kembali secepatnya,” kata Simbaru.
“Tapi… bagaimana jika ada hewan buas lain datang?” tanya Belang cemas.
Simbaru mengaum pelan, menunjukkan keberaniannya. “Aku akan kembali secepat kilat. Percayalah padaku.”
Dengan tekad bulat, Simbaru berlari menuju pinggir hutan. Ia harus berhati-hati, karena manusia seringkali takut pada singa. Ia melihat sebuah perkampungan kecil dengan cahaya obor yang berkedip-kedip.
Dengan hati-hati, Simbaru mendekat. Ia melihat beberapa orang sedang berkumpul di dekat api unggun. Simbaru tahu ia harus menarik perhatian mereka, tapi tidak boleh menakuti. Ia pun mengaum pelan, tidak terlalu keras, namun cukup untuk menarik perhatian.
Seorang pria tua dengan janggut panjang dan bijaksana, yang bernama Pak Jagir, mendengar auman itu. Ia adalah seorang penjaga hutan yang memahami bahasa hewan. Ia melihat Simbaru berdiri di kejauhan, dengan tatapan memohon.
“Ada apa, Singa muda?” tanya Pak Jagir dengan suara lembut.
Simbaru menatap Pak Jagir, lalu ia menoleh ke arah padang rumput, seolah-olah ingin menunjukkan sesuatu. Pak Jagir, yang berpengalaman, mengerti bahwa Simbaru ingin ia mengikutinya.
“Baiklah, aku akan ikut,” kata Pak Jagir, lalu ia memanggil beberapa pemuda untuk ikut dengannya.
Mereka mengikuti Simbaru hingga sampai di tempat Belang terbaring lemah. Melihat Belang, Pak Jagir segera tahu apa yang harus dilakukan. Dengan hati-hati, ia memeriksa kaki Belang dan membalutnya dengan daun-daun obat.
“Kau beruntung punya sahabat sepertinya, Belang,” kata Pak Jagir sambil tersenyum.
Belang mengangguk lemah, namun hatinya dipenuhi rasa syukur. “Simbaru memang sahabat terbaikku.”
Setelah beberapa hari dirawat, kaki Belang akhirnya pulih. Simbaru selalu setia menemaninya, membawakan buah-buahan dan menjaga dari hewan buas lain.
Persahabatan Simbaru dan Belang menjadi legenda di savana. Mereka mengajarkan semua penghuni hutan bahwa persahabatan sejati tidak mengenal batas dan perbedaan. Bahwa dengan keberanian, kecerdikan, dan rasa peduli, kita bisa melewati segala rintangan. Dan tentu saja, bahwa minum air bersama di sungai bisa menjadi awal dari sebuah kisah persahabatan yang luar biasa. (*)








