Subak Sudah Ada di Bali Sekitar 1000 Tahun Lalu

Pura sawah
Ilustrasi lansekap persawahan dan pura. (Image: Nusaweek)
banner 468x60

Organisasi pengairan di Bali yang dikenal dengan nama subak diperkenalkan sejak abad ke-11 oleh Empu Kuturan dan kini sudah berusia kurang lebih 1000 tahun. Ini berarti organisasi ini masih relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat Bali hingga kini.

Pembentukan organisasi yang menghasilkan pangan ini tentu saja didorong oleh tujuan bersama anggota petani pengguna air atau subak untuk memudahkan pengelolaan air. Mereka juga berhadap agar lembaga tradisional ini sebagai warisan budaya bisa berlanjut terus dari generasi ke generasi di masa mendatang.

Lontar

Salah satu sumber sastra dari organisasi subak ini adalah lontar Darma Pemaculan atau Sri Tattwa yang ditulis oleh Mpu Kuturan. Selain masalah subak secara teknis seperti pembuatan bendungan, terowongan, salurah irigasi hingga ke hilir, lontar ini juga memuat cara menyemai benih serta penanganan hama tikus atau burung secara ritual tradisional. Salah satu etika dalam hal ini adalah warga tani tidak dibolehkan menghujat atau memaki hama-hama tersebut sebab mereka juga memiliki roh dan dewa penggembala. Bila dilanggar, serangan bisa menjadi lebih parah.

Secara garis besarnya, naskah lontar ini memuat berbagai aspek fisik yaitu berupa cara pembuatan saluran air dari hulu (bendungan) bila saluran melintasi dinding tebing hingga pengguna air serta tersiar kabar. Ada juga tata cara dan ritual alih fungsi lahan dari persawahan ke non-persawahan seperti perumahan.

Organisasi

Seperti halnya organisasi moderen, subak di Bali juga memiliki struktur organisasi yang membantu mengurus dan mengkoordinir segala kegiatan dan urusan internal sesama anggota dan eksternal ke birokrasi pemerintahan. Ada yang namanya Pekaseh (Ketua), Penyarikan (Sekretaris), Juru Raksa (Bendahara) dan beberapa juru arah (koordinator) untuk menunjang kelancaran kegiatan pada setiap sub-kelompok.

Asosiasi pekaseh membentuk organisasi yang bernama sabantara pekaseh di tingkat kabupaten. Organisasi ini akan memudahkan koordinasi pemerintah dengan organisasi petani di masing-masing area subak. Di samping itu, wadah ini bisa menyerap aspirasi masyarakat petani secara langsung dan mengidentikiskasi permasalahan yang dihadapi petani.

Pertemuan dan kegiatan sejenis diadakan di balai subak atau wantilan yang dibuat secara khusus atau dijadikan satu tempat dengan kawasan pura subak. Kelengkapan prasarana lainnya, selain balai pertemuan, adalah keberadaan lumbung untuk menyimpan padi saren taun atau iuran wajib berupa sejumlah padi untuk di simpan di lumbung sebagai cadangan pangan. Pada zaman moderen ini ada organisasi subak yang menggantinya dengan uang tunai dengan pertimbangan kemudahan pengelolaan.

Aturan

Dalam organisasi tradisional di Bali, termasuk subak, aturannya dinamakan awig-awig. Secara garis besarnya, peraturan ini mengatur tentang hak dan kewajiban warga subak, pemeliharaan prasarana irigasi dari hulu ke hilir, penyelenggaraan upacara keagamaan terkait dengan subak.

Penggunaan air irigasi oleh warga subak diatur berbayar dan biasanya pembayarannya pada akhir masa panen. Satuan penggunaan air dinamakan tektek yang mana besarannya dibuat proporsional dengan luasan sawah. Misalnya, 1 hektar sawah idealnya menggunakan sekian tektek air.

Sumber dana dari organisasi subak ini berasal dari langganan air irigasi, lelang lahan untuk pengembalaan itik, iuran wajib warga, bantuan pemerintah dan lain-lain.

Gotong royong

Warga subak akan bergotong royong membersihkan saluran air sebelum memulai musim tanam agar aliran air berjalan lancar ke seluruh sawah pengguna. Gotong royong secara insidental juga diadakan bila ada kerusakan karena bencana alam seperti longsor atau banjir.

Selain itu, warga juga bergotong royong untuk membuat atau memperbaiki sarana jalan yang melintasi area persawahan dan penghubungya dengan jalan umum terdekat.

Pengolahan lahan

Pengolahan lahan, pemilihan bibit dan pemeliharan tanaman padi disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Bimbingan teknis diberikan oleh instansi terkait yaitu Dinas Pertanian lewat tenaga Penyuluh Pertanian Lapangannya (PPL).

Saat ini jarang petani yang masih mengolah lahannya dengan bajak tradisional yang ditarik sapi atau kerbau. Selain dianggap kurang efisien, para petani pun tidak mengajari sapi-sapi piaraan mereka untuk membajak sawah karena sudah digantikan oleh traktor tangan atau orong-orong dan sejenisnya. Sementara ternak sapi mereka lebih difokuskan untuk penggemukan atau arahnya ke budidaya ternak,

Pura

Organisasi subak termasuk ke dalam organisasi profesi yang terdiri dari para petani. Karenanya, komunitas subak ini juga memiliki pura tempat sembahyang bagi semua warganya. Kadang satu subak bisa memiliki lebih dari satu pura atau dimana keberadaannya tersebut sangat berkaitan erat dengan sejarah di masa lalu.

Selain dengan cara moderen seperti penggunaan pestisida, pemberatasan serangan hama juga dilakukan oleh warga subak dengan memohon anugerah kepada Tuhan sesuai petunjuk di lontar tentang persubakan. Air suci yang dimohonkan di pura Bedugul atau pura lainnya tersebut akan didistribusikan kepada semua warga subak dan dipercikkan pada tanaman padi di persawahan.

Ritual

Serangkaian ritual Hindu menyertai aktivitas subak ini. Misalnya, sebelum menggarap lahan mereka akan melakukan mendak atau mapag toya (menjemput air ke bendungan). Untuk memulai menanam, pekaseh akan menunjuk satu orang warga subak untuk mencari hari baik untuk mengawali musim penanaman padi untuk wilayah subak secara keseluruhan dengan ritual khusus.

Nah, seusai menanam, petani secara individu juga akan melakukan ritual newasanin untuk tanaman padi mereka masing-masing. Setelahnya, padi akan diperlakukan seperti halnya manusia. Beberapa hari setelah menanam, ia akan diberikan ritual pengulapan agar bisa segera pulih secara fisik. Ada juga dedinan (setiap 35 hari)yang mana harinya ditentukan berdasarkan hari apa dilakukan newasanin.

Ketika padi sudah memasuki fase bunting, ia akan diberikan ritual miseh dimana salah satu komponen penting dari sesajen itu mengandung aneka buah-buahan asam dibuat seperti rujak. Tujuannya untuk memperkuat ‘kandungan,’ karena saat itu padi dianggap sedang ngidam.

Setelah padi memasuki fase masak penuh, petani memberikan upacara biyukukung sebagai ungkapan syukur atas buah padi teriring harapan agar padi tersebut padat berisi dan normal, tidak ada yang rusak. Nah, saat panen petani akan memanen segenggam padi yang sudah masak panen untuk diikat dan diupacarai setelah disimpan di lumbung.

Secara kolektif, pada akhir masa panen yang dianggap sukses, mereka akan mengadakan upacara ngusaba di Pura Subak sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas limpahan hasil panen.

Museum

Subak sebagai warisan budaya tradisional Bali juga dibuatkan museum dengan nama Museum Subak. Museum ini berada di Desa Sanggulan Tabanan, Bali. Museum yang berada di kawasan seluas 6 hektar ini memiliki contoh rumah Bali yang mengacu kepada tehnik arsitektur tradisional Bali dan ada juga miniatur saluran irigasi.

Di museum sini dipajang berbagai koleksi seperti alat pertanian tradisional untuk pengolahan lahan, alat pembuatan saluran air tradisional, pengolahan hasil panen, diorama lansekap subak serta alat makan tradisional.

Warisan Budaya Dunia

Pada tanggal 29 Juni 2012 dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di kota Saint Petersburg, Federasi Rusia, Subak diusulkan sebagai Warisan Budaya Dunia dan sudah disetujui dan ditetapkan. Penetapan sebagai Warisan Budaya Dunia ini disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah Bali. Sesuai dengan pengajuannya, Subak di Bali yang memiliki luasan sekitar 20.000 ha terdiri atas subak yang berada di lima kabupaten, yaitu kabupaten Bangli, Gianyar, Badung, Buleleng, dan Tabanan.

Pariwisata

Nah, kalaupun masih ada petani yang membanjak sawah menggunakan kerbau atau sapi, itu semata-mata untuk atraksi yang ditawarkan di desa wisata. Wisatawan rela berkotor-kotor demi pengalaman naik bajak di sawah.

Selain atraksi membajak sawah secara tradisional, daya tarik wisata yang populer terkait pertaninan dan digemari wisatawan trekking di persawahan dan melihat terasering sawah. Pemandangan terasering sawah yang populer, misalnya, ada di Ceking (Tegallalang, Gianyar), Jatiluwih (Penebel, Tabanan) dan Kekeran (Busungbisu, (Buleleng).

banner 300x250

Related posts