- KECINTAAN pada tanaman tidak kemudian membuat dirinya malu di hadapan para klien
- Malahan, kebiasaannya itu membuat sang GM sekaligus pemiliki hotel itu dikagumi oleh mereka sebagai pengusaha yang rendah hati
Seorang manajer biro perjalanan melakukan kunjungan ke mitra kerja hotel merespons undangan untuk membahas perjanjian kontrak tahun berikutnya yang biasanya mulai berlaku 1 April.
Ia tiba di hotel tersebut sebelum waktunya atau mendahului waktu yang dijanjikan. Hal itu karena ia khawatir dan ingin mengantisipasi kemacetan yang terjadi dalam perjalanan menuju lokasi hotel tersebut.
Hotel dengan taman yang asri dengan berbagai tanaman tropis tersebut kelihatan sepi. Dan tak seorang pun karyawan kelihatan berada di sekitar lokasi hotel, selain tukang kebun.
“Selamat pagi Pak.”
“Pagi Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya si tukang kebun.
“O ya Pak, saya Doe dari biro perjalanan wisata ABC. Saya ada janji untuk bertemu dengan GM sekaligus pemilik hotel ini Pak.”
“Baik, Bapak silakan tunggu sebentar di lobby hotel ya. Saya akan panggilkan sekuriti untuk mengantar Bapak,” kata tukang kebun itu merendah.
“Baik Pak.”
******
Sekitar dua puluh menit kemudian, datanglah seorang pria paruh baya bercelana jeans biru dan kaos polo putih menghampiri Arman di lobby.
“Maaf, Bapak agak lama menunggu,” kata bapak itu.
“Ahh, tidak kok Pak. Saya duduk di sini sambil mengagumi suasana hotel ini.”
“Bapak bisa saja. Mari kita bicara di Dalam sebelah sana.”
Arman agak bingung. Rasanya ia pernah bertemu orang itu, tapi di mana ya? Sambil berjalan mengikuti bapak itu, pikirannya terus menerawang. Kantornya berlokasi agak di belakang.
“Gimana Pak, kok seperti melamun sedari tadi?” tanya bapak itu sembari mencairkan suasana karena Arman masih memikirkan siapa gerangan orang itu.
“Oh ya, tadi saya mengisi waktu luang dengan merawat tanaman,” sambungnya.
“Jadi Bapak ini hobi tanaman juga, ya?” tanya Arman sambil menyembunyikan kebingungan. Baru ia sadar jika bapak itu adalah si tukang kebun yang tadi.
“Ya, betul. Mereka memberi kita kesenangan dan oksigen. Ini sungguh tak ternilai harganya.”
********
Ketika sudah tiba di kantor GM hotel itu Arman masih saja terpelongo. Ia menerawang ke sekelilingnya, mulai dari interior hingga lukisan-lukisan di dinding.
“O ya, kita belum berkenalan. Saya Jimbar, GM sekaligus juga pemilik hotel ini. Silakan duduk, Pak Arman,” kata bapak itu.
“Terima kasih Pak. Wah, Bapak ini hebat sekali.”
“Tidak, biasa saja. Saya memang hobi merawat tanaman.”
“Bapak kan GM sekaligus pemilik hotel ini, mengapa repot-repot sampai merawat tanaman segala. Kan sudah ada gardener-nya Pak?”
“Ya memang sudah ada. Tapi, saya hanya mengerjakan yang ringan-ringan. Yang lainnya diserahkan kepada gardener.”
“Bapak sungguh rendah hati. Saya sangat kagum kepada Pak.”
“Jangan begitu anak muda. Pemimpin perusahaan memang punya rasa memiliki, tapi sebagai GM dan pemiliki lebih dari pada itu. Ada kecintaan, karena kita bangun dia sedari awal dan akan kita wariskan. Harus dipastikan ia bertumbuh baik dan ke jalan yang benar. Betul kan?”
“Betul, Pak.”
“Nah, di samping itu kita juga harus senantiasa memperkaya wawasan kita, bukan sok bergaya. Juga menghargai semua orang, siapapun dia dan apapun profesinya. Itulah nilai-nilai yang saya bangun di hotel ini.”
“Ckckckck!”
“Nah, mari kita kembali ke topik utama. Mengenai kontrak, saya sudah siapkan harga terbaik untuk periode setahun ke depan. Anggaplah ini sebuah special recovery rate. Tidak usah tinggi-tinggi yang penting kita sama-sama bertumbuh dan dapat sedikit profit.”
“Wah, kami dengan senang hati menerimanya Pak.”
“Silakan Bapak Arman diskusikan dulu dengan pimpinan di kantor. Kalau sudah okay, silakan bawa ke sini.”
“Tentu Pak Jimbar, terima kasih banyak atas semua ini.”
“Nah, sekarang karena sudah siang dan ngobrolnya kita sudahi, saya ajak Pak Arman makan siang di resto tepi sawah dengan ‘view’ gunung. Sungguh indah dan udaranya sejuk sekali.”
“Wah… ini surprise kedua dari Pak Jimbar. Dengan senang hati Pak.”