Menangkap Belut Sedang ‘Rapat’ Usai Rinai Senja

  • Whatsapp
ilustrasi mahluk mistis
Ilustrasi mahluk mistis
banner 468x60
  • ANGIN di sawah berhembus semilir sehabis hujan menjelang matahari tenggelam dan benar-benar menyejukkan sehingga malamnya banyak belut yang keluar mencari makan
  • Pak Edo mencari belut dengan memanfaatkan kesempatan itu dan bertemu belut ‘rapat’  dalam suasana mistis

Hujan gerimis turun sejak sore hari sekitar pukul 4. Kian lama, hujan semakin lebat mengguyur bumi. Air sawah yang tadi siangnya panas menjadi semakin hangat. Lingkungan sawah lainnya pun semakin terasa sejuk. Menjelang matahari tenggelam, hujan tampaknya sudah mereda.

Pak Edo adalah seorang petani padi yang juga gemar mencari ikan, termasuk belut. Baginya ini adalah sebuah hobi yang sekaligus menghasilkan di sela-sela aktivitas utamanya. Nah, suasana sore yang demikian adem setelah turunnya rinai senja tidak dilewatkan begitu saja.

Seperti biasanya, ia tidak lupa mengajak sahabat karibnya, Ketut. Baginya, saat itulah yang tepat untuk mencari belut di sawah. Mungpung belum ada yang menanam padi, mereka bisa menangkap belut dengan leluasa, bila ada. Di samping itu, organisasi subaknya belum membuat keputusan tentang larangan menangkap belut di malam hari karena belum ada yang menanam padi.

*******

Dari rumah mereka memang bersama-sama dengan masing-masing menenteng lampu petromaks. Biasanya, begitu mulai mendapat tangkapan belut, mereka pun masing-masing berpencar dan berpisah karena keasyikan menangkap belut ke arah berbeda.

“Tut, nanti kita ketemu di persimpangan selokan ini ya,” pesan Edo kepada Ketut.

“Baik, seperti biasa kita ketemu di sana. Paling lambat tunggu sampai jam 2 nanti ya?”

“Okay Tut!”

********

Malam itu Edo merasa begitu senang. Ia tidak tahu persis, mengapa. Udara malam itu demikian sejuk. Ketika memasuki sebuah area persawahan, ia menemukan banyak belut yang sudah keluar jam segitu. Belum pernah ia mengalamai keadaan seperti itu. Dalam beberapa saat dungki (wadah ikan yang dianyam menyerupai buah labu) bambu sudah hampir penuh.

“Waah ……. Ini benar-benar malam keberuntunganku. Mungkin Ketut tidak pernah seberuntung aku kalin ini.”

Demikian kata-kata yang melintas di dalam benaknya. Kendati malam semakin larut, ia tidak pernah merasa takut. Apa yang ia pikirkan tidak lain dari belut dan belut. Malahan, ia semakin bersemangat menangkap belut karena tampaknya tidak akan pernah habis. Ketika sudah penuh, ia pun pulang membawa belutnya.

********

Kira-kira ia sudah pulang membawa belut sebanyak tiga kali karena dungkinya selalu penuh dalam waktu tidak terlalu lama. Karena itulah ia pun penasaran dan ingin menangkap lebih banyak lagi dan lagi.

“Malam ini benar-benar keberuntunganku yang tak terduga. Bahkan sebelum ini aku belum menemukannya,” gumamnya sambil terus menangkap belut dengan sepit.

Beberapa saat kemudian, bulu kuduknya semakin merinding ketika mendekati kawasan hilir sawah tersebut. Dekat ‘sanggah teben’ (pura kecil di bagian hilir area persawahan).

“Mengapa bulu kudukku semakin merinding begini ya, padahal aku sudah biasa melewati tempat ini?”

Ia menghentikan pencarian belutnya. Ia semakin penasaran ada apa gerangan di sekitar tempat itu. Perlahan-lahan pandangannya mengawasi ke arah sekelilingnya, namun tidak ada tampak hal aneh atau mencurigakan.

“Nah… ada mahluk apa itu bersandar di sanggah teben? Lebih baik aku dekati siapa tahu nanti Ketut yang bikin ulah,” katanya dalam hati sembari meyakinkan dirinya.

Betapa terkejutnya dia ketika melihat sesosok ‘mahluk mistis,’ bergigi besar dan menyeramkan bersandar di sanggah teben.

Tak pelak lagi, Pak Edo lari tunggang langgang sambil membawa lampu petromaksnya karena rasa takutnya. Sementara tali dungkinya tidak terikat erat di pinggang sehingga terguncang dan banyak belut jatuh berceceran.

Anehnya lagi, seperti ia tidak beranjak dari tempat itu karena sudah hampir tiga kali mengitari tempat yang sama dan tetap berada di situ.

Karena pernah mendengar pesan orang tua terkait keadaan seperti itu, ia berhenti sejenak untuk menenangkan diri. Dalam hati ia berkaul, bila berhasil menemukan jalan pulang dan tiba di rumah dengan selamat, ia berjanji menghaturkan sesajen lengkap ketupat nasi dengan ayam panggang di tempat itu.

“Hah….hah….hah….nafasku menjadi tidak teratur gara-gara lari tadi. Biarlah belutku jatuh berceceran, yang penting aku selamat. Ini kejadian sial untuk pertama kalinya.”

Memang kemudian ia sudah merasa agak tenang. Ia memutuskan untuk pulang dan menemui temannya, si Ketut, di simpang pembagian air. Dari kejauhan sudah ada tampak sebuah lampu petromaks.

“Pak Edo, kok baru datang. Aku menunggu mu sedari tadi, sudah habis 4 batang rokok. Ada apa kok wajahmu tampak pucat dan nafasmu tersengal-sengal begitu?” tanya Ketut keheranan sambil mendekatinya.

“Aku beruntung dan sekaligus juga sial Tut.”

“Lho, apa maksudnya beruntung dan juga sial?”

“Begini. Beruntungnya, aku tadi berhasil menangkap sekitar 3 dungki belut dalam beberapa waktu saja. Tidak seperti hari biasanya.”

“Terus….sialnya gimana?”

“Setelah menangkap banyak belut itu dan aku bawa pulang, aku melihat penampakan mahluk mistis bersandar di sanggah teben dekat sawahmu itu.”

“Yaaah….untung kamu selamat Pak Edo.”

“Maksudnya?”

“Ya, kamu tidak terlalu panik. Lampu kamu kan masih menyala dan dungkimu masih terikat di pinggang walau mungkin beberapa belutmu jatuh karena kamu bawa berlarian. Kalau terlalu panik biasanya lampu bisa jatuh atau dilemparkan.”

“Benar Tut. Lalu apa hubungannya dengan banyak belut dan ‘mahluk mistis’ itu?”

“Aku sih tidak tahu persis. Namun, menurut cerita yang pernah aku dengar, itu pertanda para belut itu sedang mengadakan ‘rapat’ atau berkumpul untuk keperluan tertentu. Nah, si mahluk mistis itulah yang menungguinya.”

“Pantasan, begitu banyaknya belut di sekitaran sana, seperti tidak ada habis-habisnya walaupun sudah aku tangkap.”

“Nah, yang kedua, orang yang melihatnya pasti takut atau panik. Saat dia melarikan diri pasti akan berputar-putar di lokasi yang sama tanpa disadari, dan tidak nemu jalan pulang. Entahlah, ini karena pengaruh mistis atau suatu peristiwa logis.”

“Persis, tadi aku juga begitu. Tempat yang satu aku lewati berkali-kali tak juga nemu jalan pulang. Waduuh….akhirnya aku berkaul, kalau bisa nemu jalan pulang dan selamat tiba di rumah, aku akan menghaturkan sesajen dan ketupat.”

“Lalu?”

“Ya, seperti yang kamu lihat, aku bisa sampai di sini.”

“Sudahlah, ini pelajaran berharga buat kita bersama. Namanya kita mencari rezeki di malam hari, ini kan bukan waktu kita. Semestinya kita sudah beristirahat di rumah. Kita mesti permisi dan mohon sedikit belutnya kepada ‘penguasa malam.’”

“Betul Pak Edo, mari kita sama-sama belajar dari pengalaman ini agar kita bisa mencari rezeki dan selalu mendapat keselamatan.”

“Mari kita pulang, ini sudah lewat jam 2 pagi.”

“Dungki kamu tampaknya berat sekali itu, penuh ya?”

“Yaa… gak sih, kurang sedikit.”

Demikianlah petualangan mereka berdua, Pak Edo dan Ketut seperti ‘dua sekawan’ kemana-mana selalu berdua dan saling setia dan membantu dan menepati janjinya.

banner 300x250

Related posts

banner 468x60