KOBRA adalah salah satu hewan melata yang sangar dan berbahaya. Nah, dalam kisah ini diceritakan kawanan kobra korban ‘penculikan’ dan kemudian ditolong seorang penjaga hutan wisata. Mereka pun kemudian berkawan baik dan saling menolong.
Pada suatu hari di sebuah desa yang damai, hiduplah Mudi, seorang penjaga hutan yang baik. Ia adalah penjaga yang berdedikasi dan selalu siap melindungi desanya dari bahaya. Namun, di tengah kesibukannya menjaga keamanan hutan, Mudi merasa bahwa ia kurang memiliki waktu untuk bersantai dan menikmati keindahan alam di sekitarnya.
Suatu pagi, ketika Mudi sedang melintas dekat hutan desanya menuju tempat kerjanya, ia tiba-tiba mendengar suara aneh. Suara itu seperti bisikan yang datang dari balik semak-semak. Dengan hati-hati, Mudi mendekati suara tersebut dan terkejut melihat sebuah karung plastik yang salah satu ujungnya terikat.
“Tuan yang baik hati, kami butuh bantuanmu,” demikian terdengar dari karung tersebut dengan suara lembut.
Mudi terkejut, karena ini adalah kali pertama ia mendengar binatang bisa berbicara seperti itu. Namun, tanpa ragu, ia menjawab, “Tentu, apa yang bisa aku bantu?”
Mudi mendekati karung itu dan membuka tali pengikatnya. Alangkah terkejutnya dia. Di dalamnya ada sekitar 10 ekor kobra. Untungnya, mereka tidak menyerang Mudi.
Kobra-kobra itu pun menceritakan bahwa mereka merasa terancam oleh kelompok pemburu atau apa itu namanya yang berusaha menangkap mereka untuk dijual di pasar gelap. Terakhir kali, mereka dilemparkan ke rumah seseorang untuk meneror. Kobra-kobra tersebut juga menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tidak berbahaya dan hanya ingin hidup damai berdampingan dengan manusia.
“Percayalah, kami tidak bermaksud jahat. Kami ini korban penculikan oleh oknum manusia. Entah apa tujuannya, lalu dicampakkan di sini,” kata salah seekor dari 10 kobra itu.
“Baik. Aku akan melepas kalian di sini. Silakan pergi kemana kalian suka ya…”
“Terima kasih…Tuan Penjaga Hutan yang baik. Kami akan membalas jasa baik Tuan….” Sahut kobra yang lain.
“Tak usah sungkan saudara-saudaraku. Kita memang mesti saling menolong…” jawab Mudii penjaga hutan itu.
“O…ya, kalau Tuan butuh bantuan kami, panggil nama kobra 3x, kawanan kami di sekitar ini akan segera membantu ya. Terima kasih!!”
“Sama-sama kawanku. Jaga dirimu ya!!” pungkas penjaga hutan itu.
Mendengar cerita mereka, Mudi merasa prihatin. Ia berjanji akan melindungi kobra-kobra tersebut.
*******
Berita tentang kebaikan Mudi menyebar ke seluruh desa. Orang-orang sangat terinspirasi oleh tindakan baiknya. Kini, Mudi tidak hanya dikenal sebagai penjaga hutan yang berani, tetapi juga sebagai pahlawan yang melindungi makhluk hidup, termasuk kobra-kobra yang sebelumnya dianggap berbahaya.
********
Pada Minggu pagi yang sepi, Mudi bersepeda santai menuju alun-alun kecamata. Ia ingin menikmati hari liburnya dan pulang dari bersepeda ia akan mampir di pasar membeli bubur ayam dan kebutuhan pokok. Tanpa canggung dan rasa takut, ia meluncur dan melintasi persawahan dan perkebunan seperti biasa di jalur yang ia biasa lewati saat pulang berdinas. Tiba-tiba saja ada dua orang bersepeda motor yang membuntuti.
“Jangang bergerak!” gertak seorang pemuda bercadar yang menghalangi di depan sepedanya. Tempat itu memang masih agak sepi karena jauh dari pemukiman warga. Tepatnya itu di dekat perkebunan kakao.
“Aa….da apa ini Tuan?” tanya Mudi dengan nada suara gemetar.
“Serahkan tas pinggang itu. Sini bawa cepaatt. Kamu juga turun dari sepedamu!!” perintah yang lainnya.
“Tapiiii….tapiii?”
“Tak usah pake tapiii. Cepaaat!”
Dengan tangan gemetar, ia pun terpaksa menyerahkan tas pinggangnya yang berisi dompet dan kaca mata. Demi keselamatan dirinya, tidak ada pilihan lain.
Dalam keadaan panik seperti itu, ia hanya bisa geleng-geleng kepala. O ya…..ia teringat punya sahabat kobra-kobra itu di kawasan itu.
“Kobra…Kobra….Kobra… aku butuh bantuanmu!!! Seru pak penjaga hutan itu.
“Ngapain teriak-teriak seperti itu. Memangnya ada yang dengar di tempat seperti ini. Apalagi hari masih pagi begini. Aaahhh sia-sia itu namanya,” ledek salah seorang dari begal itu.
“Sekalian Pak, sepeda serahkan kepada kami. Bapak jalan kaki saja pulang, toh rumah Bapak dekat sini khan?” kata yang lainnya.
Saat menoleh ke belakang, Mudi melihat seperti ada lampu-lampu kecil warna merah datang dari semak-semak yang diiringi suara mendesis. Ia pun merasa lebih tenang, ia yakin sahabat kobranya itu yang datang menolong.
Benar lah adanya. Kedua begal tersebut pun dikepung kawanan kobra itu. Karena ketakutan, tas pinggang Mudi pun dilemparkan ke semak-semak dan tak peduli lagi degan hasil rampasannya itu.
Kedua begal itu lari tunggang langgang sambil menjerit kesakitan karena digigit kawanan kobra itu. Karena saking takut dan sakitnya, sepeda motornya pun ditinggal. Dalam sekejap mereka sudah hilang di kegelapan malam tanpa banyangan. Entah bagaimana nasib mereka, apakan selamat dari kepungan kobra itu atau tidak.
“Terima kasih sahabat-sahabatku. Kalian telah menyelamatkan aku dari begal-begal itu,” kata Mudi kepada beberapa ekor kobra yang setia menungguinya.
“Sama-sama Tuan. Kita harus saling bantu dalam setiap kesusahan. Nah, sekarang silakan pulang. Dan ini ambil tas pinggang Tuan.”
“Sekali lagi terima kasih sahabat-sahabat kobraku. Sampai jumpa!”
“Sampai jumpa juga!”
Dari saat itu, Mudi dan kobra-kobra itu hidup berdampingan dengan damai di kawasan hutan dekat desanya. Mereka mengajarkan kepada orang-orang bahwa bahkan makhluk yang berbeda dapat hidup bersama dalam harmoni dan saling melindungi.