- TERLETAK di lereng sebelah selatan Gunung Batukaru, Pura Luhur Batukaru yang menjadi salah satu pusat spiritual umat Hindu menghadirkan udara nan sejuk dan suasana damai
- Keindahan alam dan kemegahan pura ini tidak hanya memberikan kesejukan kepada umat, namun juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan
Salah satu pura besar Hindu yang berada di Kabupaten Tabanan adalah Pura Luhur Batukaru. Pura yang juga merupakan objek wisata di Tabanan ini terletak di Desa Wongaya Gede, Penebel, Tabanan. Tepatnya, berada di lereng selatan Gunung Batukaru, gunung berapi tertinggi kedua di Bali.
Sejarah
Lontar Kusuma Dewa menyebutkan bahwa Pura Batukaru ini sudah ada pada abad ke-11 Masehi, atau sezaman dengan keberadaan Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Luhur Uluwatu, dan Pura Pusering Jagat.
Dilihat dari sejarahnya, awalnya pura dibangun pada abad ke-11 dan didedikasikan untuk para leluhur raja Tabanan. Pada tahun 1605 Masehi, berdasarkan keterangan dari Babad Buleleng, Pura Luhur Batukaru dirusak oleh Raja Buleleng yang bernama Ki Gusti Ngurah Panji Sakti bersama pasukannya saat melakukan ekpansi ke daerah Tabanan.
Nah, ketika merusak Pura Batukaru tersebut, mereka tiba-tiba diserang ribuan tawon yang ganas dan menyengat mereka. Serangan tawon secara habis-habisan dan mengganas itu kemudian berhasil memukul mundur raja beserta prajuritnya. Alhasil, penyerangan ke kerajaan Tabanan itu pun kemudian dibatalkan.
Pura yang hanya tinggal puing-puing karena agresi Kerajaan Buleleng tersebut kemudian dibangun kembali pada tahun 1959 sehingga bentuknya seperti yang kita bisa saksikan sekarang ini.
Status
Pura yang berjarak kira-kira 21 km sebelah utara Kota Tabanan dan 43 km dari Kota Denpasar ini memiliki beberapa status penting. Pertama, sebagai kahyangan jagat atau pura yang menjadi milik semua umat Hindu;
Kedua, sebagai Pura Sad Kahyangan, yaitu enam kompleks pura sakral yang berperan penting bagi kehidupan beragama masyarakat di Pulau Bali. Masing-masing pura dipercaya memiliki fungsi utama untuk mengadakan upacara besar keagamaan dalam sendi kehidupan umat Hindu di Pulau Bali.
Dan ketiga, sebagai cagar budaya karena kompleks pura ini memilik banyak tinggalan sejarah yang memiliki arti penting bagi peradaban masyarakat Bali dan Hindu nusantara. Ada beberapa artefak kuno di pura ini, yaitu Menhir dan Palinggih Kampuh (batu berukir). Tinggalan sejarah tersebut tersebar di halaman depan Pura Luhur Batukaru. Bangunan menhir dan patung berasal dari zaman megalitikum, dimana segala bidang kehidupan dalam masyarakat berpusat pada penghormatan dan pemujaan kepada roh leluhur.
Fungsi
Dari sekian bangunan pelinggih yang ada, yang terpenting adalah meru bertingkat 7 yang didedikasikan untuk memuja Mahadewa, dewata yang berstana di Gunung Batukaru. Beliau juga menjadi manifestasi Tuhan sebagai penguasa atas tumbuh-tumbuhan.
Demikian pula, pura ini digunakan sebagai perhentian pertama yang diambil sebelum melakukan acara ritual dan persembahyangan tahunan di puncak Gunung Batukaru.
Selain bangunan utama, di sebelah timur pura terdapat dua sumber mata air. Pertama, sumber mata air di dalam pura (jeroan) khusus digunakan untuk memohon air suci (tirtha) dan keperluan upacara lainnya. Kedua, sumber air untuk keperluan cuci kaki, cuci muka dan berkumur sebagai pembersihan diri sebelum melakukan persembahyangan dan hal ini berperan sebagai simbolik penyucian sekala dan niskala atau lahir dan batin.
Baca Juga:
Pura Jagatnatha Denpasar Menarik Kunjungan Wisatawan
8 Orang Asing Yang Berjasa Memromosikan Bali (Bagian II)
Gedung Kesenian Ketut Mario dan Sejarah Sang Maestro