- MUSIM kemarau berdampak pada menurunnya debit air yang mengalir ke sawah petani. Petani yang sawahnya di hilir harus jaga malam di sawah untuk menghindari pencurian air oleh sesama petani.
- Tidak jarang mereka juga diganggu mahluk jadi-jadian seperti kera saat berjaga pada malam hari. Karenanya ada petani yang sampai minta dibuatkan ‘jimat keraras’
Memiliki sawah di dekat objek wisata pantai memang ada untung dan ruginya. Untungnya, kedekatan itu bisa digunakan petani untuk sambilan mencari rumput laut, kerang dan menjaring ikan di sela-sela kesibukannya. Mereka juga kadang berjualan makanan ringan dan minuman saat ramai kunjungan tamu. Lalu ruginya apa? Pada musim kemarau, debit air irigasi sangat terbatas dan kecil karena lokasi sawah paling ujung.
Nah, masalahnya muncul pada musim kemarau. Kecilnya debit air yang mengalir hingga ke hilir membuat para petani di kawasan tersebut harus menjaga air agar tetap mengalir kendatipun kecil. Setiap malam mereka harus menjaga temuku atau pembagi air dari saluran irigasi ke sawah masing-masing. Bila tidak, petani yang nekat bisa mencuri air dengan membendung bagian temuku yang mengalirkan air ke hilir.
Hal serupa juga dialami Nang Gledig. Setiap malam ia harus bergadang di sawah menjaga airnya. Dan ia baru pulang sebelum fajar menyingsing agar dapat tidur sebentar sebelum memulai aktivitas keesokan harinya.
Sepertinya masalah yang menimpa petani tidak berhenti sampai di situ. Selain terkait air, ada lagi masalah lain yang dihadapi. Ada selentingan bahwa beberapa petani yang menjaga air di sawah melihat penampakan kera padahal tidak ada hutan kera di dekat persawahan mereka. Bahkan hingga radius lima kilometer juga tidak ada. Ini yang membuat para petani resah dan takut.
Untuk mengatasi masalah ini, Nang Gledig mendatangi rumah Nyoman Cager, seorang guru yang juga penekun spiritual. Barangkali ia bisa memberikan solusi terhadap masalah ‘dunia malam’ atau penampakan kera yang dihadapinya seperti praduganya.
“Man, tolong bantu saya Man untuk mengatasai permasalahan gangguan kera-kera seperti selentingan para petani dekat pantai,” pinta Nang Gledig.
“Hmm, bagaimana ya? Saya mohon maaf, sepertinya saya tidak bisa membantu. Saya sama sekali tidak memiliki kemampuan apa-apa tentang hal ini.”
“Jangan begitu dong, Man. Tolonglah saya. Misalnya, buatkan saya semacam jimat gitu, agar berani menghadapi penampakan kera-kera pada malam hari itu. Kalau hal itu memang ada.”
Nyoman Cager terdiam sejenak. Mungkin ia sedang memikirkan sesuatu terkait dengan permohonan Nang Gledig tersebut.
“Baiklan, kalau begitu. Saya coba bikinkan semacam jimat,” demikian jawab Nyoman Cager meyakinkan. Ia tidak ingin Nang Gledig pulang dengan tangan hampa. Apalagi Nang Gledig juga sering membantu dirinya.
“Nang, duduk dulu di sini ya. Saya ke halaman belakang dulu. Biar nanti saya siapkan permintaan Nanang.”
Dengan sabar Nang Gledig menunggu di bale bengong di Rumah Nyoman Cager sambil berharap mendapatkan solusi dari permasalahan dirinya. Ia yakin sekali bahwa pak guru tersebut bisa melakukannya.
“Maaf ya, Nanang harus lama menunggu. Ini saya sudah buatkan jimat seperti permintaan Nanang. Satu lagi, bawa juga galah pancing ini untuk memukulnya bila ketemu. Semoga bermanfaat,” harap Nyoman Cager.
“Terima kasih banyak Man, kamu sudah membantu saya. Saya mau segera pulang dan bersiap-siap ke sawah menjaga air.”
“Baiklan Nang,” tutup Nyoman Cager.
Wajah Nang Gledig tampak berseri-seri dan pulang sambil bersiul. Rupanya hatinya sedang berbunga-bunga karena sudah mendapatkan apa yang dia cari.
***
Singkat cerita, waktu sudah beranjak malam. Para petani kawan-kawan Nang Gledig sudah menuju sawah masing-masing. Menjelang pukul sepuluh malam, para petani di sebelah sawah Nang Gledig ribut-ribut dan heboh.
“Ada apa ya kawan-kawan? Mengapa gaduh sekali?” tanya Nang Gledig kepada salah seorang kawannya.
“Tadi di sini ada tiga ekor monyet berekor panjang melintas di temuku saya. Karena itu saya ke sini memberitahu kawan-kawan yang lain,” kata orang itu.
“Begini saja kawan. Mari antarkan saya ke sana. Barangkali saja monyetnya masih di ada sana,” pinta Nang Gledig kepada kawannya itu.
“Baiklah. Ayo kita ke sana.”
Mereka pun meluncur ke TKP beramai-ramai. Ada cahaya rembulan yang cukup menerangi malam itu. Karenanya, areal persawahan agak terlihat beserta salaran airnya. Kalau ada benda aneh termasuk si monyet-monyet itu pasti kelihatan.
Kemudian, salah seorang tiba-tiba berteriak.
“Nah itu dia. Ayo cepat kita kejar. Jangan biarkan mereka lolos.”
“Ayoooo…..,” sahut yang lainnya kompak.
Mungkin berkat jimat Pak Nyoman, keberanian Nang Gledig malam itu sangat besar dan seolah mendapat kekuatan luar biasa. Ia sangat bersemangat mengejar monyet-monyet itu.
“Plak…..plak…” ia berhasil memukul dengan kencang dan mengenai punggung dari salah satu monyet itu.
Namun entah kemana, monyet itu menghilang. Ia pun mencoba mencari monyet yang dipukul dengan galah tersebut namun tidak ditemukan.
***
Keesokan paginya, Nang Gledig bergegas pergi ke rumah Nyoman Cager untuk mengabarkan berita gembira tentang apa yang ia lakukan semalam.
“Gimana Nang, kok pagi-pagi begini sudah datang ke sini, ada apa ya?” kata Nyoman Cager ketika menyambut kedatangan Nang Gledig.
“Waah, pokoknya hebaatt Man. Nanang puas dengan alat yang Nyoman buatkan.”
“Memangnya gimana Nang, kelihatannya bersemangat sekali?”
“Gini Man, tadi malam, kami bersama kawan-kawan petani yang jaga air, memburu tiga ekor kera. Entah dari mana datangnya keberanian itu, kami tanpa rasa takut memburu kera-kera itu. Bahkan, saya sempat memukul salah seekor kera itu. Tapi… entah ke mana larinya kera itu. Kami tidak menemukannya,” tutur Nang Gledig dengan bersemangat.
“Waah…hebat Nanang ini. Begini saja Nang, tampaknya permasalahan ini sudah terselesaikan. Semoga saja kera-kera itu kapok mengganggu petani malam-malam. Umumnya, kera biasa tidak melakukan aktivitas di malam hari. Entahlah kalau mereka lapar. Nah, kalaupun itu kera jadi-jadian, saya berharap mereka juga kapok.”
“Saya juga harap demikian, Man.”
“O ya, satu lagi Nang. Saya pernah dengar, kalau itu memang kera jadi-jadian, bila kena pukul galah pancing bisa semaput. Paling tidak, keesokan harinya orang yang menjadi siluman kera itu akan datang meminta obat kepada si ‘pelaku penganiayaan.’ Bila ingin menghukumnya, sebaiknya jangan dikasi obat atau diberitahu apa obatnya. Tapi kalau ingin membantu, katanya sembarang obat (herbal) yang dikasi bisa menyembuhkan,” pungkas Nyoman Cager.
Jimat yang dibuat Nyoman Cager itu sebenarnya hanyalah keraras (daun pisang yang sudah tua dan kering) yang dibungkus kain kafan putih dan diikat benang. Sebenarnya ini sih bukan jimat beneran dan memang tidak memiliki atau tidak diberi kekuatan apapun. Mungkin karena sugestinya, keberanian Nang Cager menjadi muncul. Itu saja.