- BUNUT Bolong adalah sebuah objek wisata alam di Desa Manggisari, Jembrana, berupa pohon bunut raksasa dan pada bagian akarnya ada terowongan yang bisa dilalui kendaraan
- Pohon bunut yang diyakini sudah berusia ratusan tahun ini disakralkan oleh warga setempat
Kabupaten Jembrana di Bali Barat memiliki beberapa objek wisata alam yang menarik. Salah satu yang favorit dan unik adalah Bunut Bolong. Objek wisata ini berupa pohon bunut raksasa yang terletak di Desa Manggisari, Pekutatan. Dari pertigaan Pekutatan jalan ini menuju Singaraja di utara kemudian melewati dataran tinggi yang berudara sejuk dan dikelilingi hamparan perkebunan seperti cengkeh.
Lokasi
Dari Kota Denpasar, jarak ke objek wisata alam Bunut Bolong ini ada sekitar 78 km lewat Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk atau jarak tempuhnya sekitar 3 jam. Kemudian kalau dari Gilimanuk ke Bunut Bolong ada sekitar 66 km dengan waktu tempuh sekitar 1,5 hingga 2 jam perjalanan.
Pohon bunut raksasa ini sudah berusia sangat tua bahkan mencapai ratusan tahun dan menjadi situs yang disakralkan oleh penduduk setempat.
Makna
Secara harfiah, kata Bunut Bolong dalam Bahasa Bali berarti pohon bunut yang berlubang. Bunut itu sendiri adalah pohon yang memiliki karakteristik serupa dengan beringin baik dalam hal bentuk daun maupun sistem perakarannya. Sedangkan kata “Bolong” berarti “berlubang.” Nah, dan dalam hal ini ada sebuah lubang menyerupai terowongan yang menembus pada bagian akar pohon bunut berupa jalan raya dan bisa dilalui oleh kendaraan.
Di sebelah selatan dekat pohon tersebut ada sebuah pura. Banyak umat Hindu yang berhenti di sana untuk sembahyang sebelum kita melewati jalan tersebut.
Mitos
Ada mitos di tengah masyarakat yang menyatakan adanya pantangan bagi rombongan pengantin untuk melewati jalan di bawah pohon bunut tersebut. Bila melanggar, dikhawatirkan hal buruk bisa terjadi pada pernikahan dari pasangan tersebut. Begitu juga rombongan kematian seperti mobil jenazah atau prosesi upacara terkait tidak dianjurkan melintasi jalan di bawah Bunut Bolong itu.
Mitos ini didasarkan atas logika bahwa tempat ini disucikan tersebut sebaiknya tidak dilewati oleh rombongan yang berkaitan dengan kedua prosesi di atas karena mereka termasuk dalam periode cuntaka atau tidak bersih secara spiritual. Sebagai solusinya, warga kemudian membuat jalan di samping Pohon Bunut untuk dilintasi agar tidak melanggar pantangan tersebut.