Dari Usus Buntu ke Gunting: Liburan Barry yang Selalu Ada Kejutan

Ruang Operasi
Ilustrasi ruang operasi di klinik kesehatan hotel. (Image: GwAI/Nusaweek)
banner 468x60

“Akhirnya! Sampai juga di Pulau Paradise!” seru Barry dengan wajah sumringah, menyeret koper bergambar kura-kura kesayangannya. Aroma laut yang asin bercampur wangi bunga kamboja langsung menyerbu indra penciumannya. Ini adalah liburan tahunan Barry yang ke-15 di resor Pulau Paradise, sebuah tradisi liburan yang tak pernah ia lewatkan sejak lulus kuliah.

Namun, kebahagiaan Barry kali ini tak berlangsung lama. Malam pertama, setelah menyantap hidangan ikan laut bakar pedas yang katanya “sedikit saja pedasnya” dari restoran tepi pantai, perut Barry mulai bergejolak. Awalnya hanya mulas biasa, tapi lama kelamaan rasa sakitnya makin menjadi-jadi, menusuk-nusuk di perut bagian bawah sebelah kanan.

“Aduh… ini nggak enak,” gumam Barry sambil meringkuk di tempat tidur bungalownya yang menghadap laut. Ia mencoba berbagai posisi, minum air putih sebanyak-banyaknya, bahkan sampai mencoba jurus yoga “angin duduk” yang diajarkan ibunya. Nihil. Rasa sakitnya malah semakin menggila.

Pagi harinya, dengan wajah pucat pasi dan keringat dingin membasahi dahi, Barry terpaksa memanggil staf resor. Alih-alih menikmati welcome drink dan berjemur di pantai, ia malah dilarikan ke klinik terdekat dengan speedboat. Dokter setempat, seorang bapak paruh baya berkumis tebal, langsung mendiagnosis: “Usus buntu, Bapak Barry. Harus segera dioperasi.”

“Dioperasi? Tapi… tapi saya baru sampai semalam, Dok! Saya kan mau liburan!” protes Barry lemas.

“Liburan bisa nanti, Pak. Kesehatan lebih penting. Kalau dibiarkan, bisa pecah dan bahaya,” jawab sang dokter dengan nada serius, namun matanya terlihat sedikit kasihan melihat tampang melas Barry.

Maka, liburan impian Barry tahun itu berakhir di ranjang rumah sakit dengan perut diperban dan hanya boleh makan bubur hambar. Teman-teman sesama wisatawan yang ia kenal dari tahun-tahun sebelumnya hanya bisa menjenguk dan tertawa miris melihat nasibnya.

——-

Lima tahun berlalu. Barry, meskipun masih sedikit trauma dengan “liburan usus buntu” itu, akhirnya memberanikan diri kembali ke Pulau Paradise. Ia sudah memastikan membawa obat maag dan menghindari makanan pedas. Kali ini, ia bertekad untuk menikmati setiap detik liburannya. Ia berenang, snorkeling, bermain pasir, bahkan ikut lomba karaoke di bar pantai.

“Nah, ini baru namanya liburan!” pikir Barry riang, sambil menyesap cocktail kelapa muda di bawah pohon palem.

Namun, takdir memang suka bercanda. Di hari ketiga liburannya, saat ia sedang asyik bermain voli pantai dengan sekelompok turis dari Australia, tiba-tiba perut bagian bawahnya terasa nyeri lagi. Bukan nyeri menusuk seperti dulu, tapi lebih seperti ada sesuatu yang mengganjal dan menusuk-nusuk halus.

“Aduh, kenapa lagi ini?” keluh Barry sambil memegangi perutnya. Awalnya ia mengira hanya masuk angin biasa karena terlalu banyak minum es. Tapi rasa sakitnya tak kunjung hilang, malah semakin mengganggu aktivitasnya.

Karena khawatir kejadian lima tahun lalu terulang, Barry memutuskan untuk memeriksakan diri ke klinik resor. Dokter kali ini adalah seorang wanita muda yang ramah. Setelah mendengar keluhan Barry, ia menyarankan untuk melakukan rontgen.

“Mungkin ada masalah pencernaan lagi, Pak Barry. Lebih baik kita lihat dengan rontgen,” ujarnya dengan senyum menenangkan.

Barry menurut. Ia berbaring di ranjang rontgen dengan perasaan was-was. Tak lama kemudian, sang dokter kembali dengan raut wajah yang sulit diartikan.

“Ada yang aneh di hasil rontgen Anda, Bapak Barry,” katanya pelan sambil menunjukkan film rontgen.

Barry melihat gambar hitam putih itu dengan kening berkerut. Ia tidak mengerti apa-apa.

“Itu… itu apa, Dok?” tanyanya bingung.

Sang dokter menunjuk sebuah benda berbentuk pipih dengan dua gagang di dalam perut bagian bawah Barry.

“Ini… sepertinya… gunting, Bapak Barry.”

Mata Barry terbelalak. “Gunting?! Bagaimana bisa ada gunting di perut saya?!”

Dokter itu menggelengkan kepala, jelas sekali kebingungan. “Saya juga tidak tahu, Bapak. Ini seperti adegan di film saja. Apakah Anda pernah menjalani operasi di area perut selain operasi usus buntu lima tahun lalu?”

Barry mencoba mengingat-ingat. “Tidak ada, Dok. Hanya operasi usus buntu itu saja di klinik sini.”

Sontak, keduanya saling pandang dengan ekspresi terkejut dan tak percaya. Barry langsung teringat dokter berkumis tebal yang mengoperasinya lima tahun lalu.

“Ya Tuhan… jangan-jangan…” gumam Barry sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Berita tentang “wisatawan dengan gunting di perut” dengan cepat menyebar ke seluruh resor. Para staf dan wisatawan lainnya berbisik-bisik dan menatap Barry dengan campuran rasa kasihan dan geli.

“Bagaimana rasanya punya ‘souvenir’ abadi di dalam perut, Barry?” celetuk salah satu temannya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Lucunya nggak ketulungan! Lain kali kalau liburan, bawa metal detector sendiri ya, Barry!” timpal yang lain, tak kalah heboh.

Barry hanya bisa pasrah dan menggeleng-gelengkan kepala. Liburan yang seharusnya menjadi ajang relaksasi dan kesenangan, lagi-lagi berubah menjadi petualangan medis yang absurd. Kali ini, ia tidak hanya kehilangan usus buntunya, tapi juga mendapatkan “teman” baru berupa gunting di dalam perutnya.

“Setidaknya, ini jadi cerita lucu buat cucu-cucu nanti,” hibur Barry pada dirinya sendiri, meskipun dalam hati ia bertanya-tanya, “Kira-kira, gunting ini bisa dipakai buat apa ya di dalam sana?”

Akhirnya, Barry harus menjalani operasi lagi untuk mengeluarkan gunting yang entah bagaimana bisa tertinggal di perutnya lima tahun lalu. Setelah operasi berhasil dan ia mulai pulih, Barry duduk di tepi pantai menatap ombak dengan senyum kecut.

“Pulau Paradise… mungkin kita memang ditakdirkan untuk menjadi ‘sahabat’,” gumamnya. “Tapi lain kali, mungkin saya perlu mempertimbangkan untuk liburan ke tempat lain. Yang risiko ketiban kelapa atau ketemu buaya saja deh, kayaknya lebih normal.”

Dan begitulah kisah Barry, wisatawan setia Pulau Paradise yang malangnya dua kali, membuktikan bahwa liburan impian kadang bisa berubah menjadi mimpi buruk yang супер lucu dan tak terlupakan. (*)

banner 300x250

Related posts